Matahari bersinar mulai terik. Hari pertama di SMA. Aku berjalan dengan ragu memasuki gerbang sekolah. Aku membungkuk sedikit kepada satpam yang menjaga gerbang sekolah. Satpam itu tersenyum padaku.
Kurasa aku sudah terlambat karena siswa siswi sudah berhamburan di koridor. Ada yang terkikik-kikik geli, berbincang keras, atau duduk sendirian di bangku koridor. Kakak kelas yang bertugas sebagai panitia orientasi memelototi setiap anak baru. Matanya bergerak mencari kesalahan mereka.
Aku kembali memerhatikan penampilanku. Aku merapikan dasiku dan mengencangkan ikat pinggangku. Sepertinya berat badanku turun lagi. Pinggangku semakin kecil makin ke hari.
Banyak gadis yang menghentikan obrolan mereka ketika melihatku lewat. Mereka merapikan rambut mereka, seragam, atau senyum-senyum aneh. Mereka menjerit tertahan.
Aku terkadang heran apa yang menghipnotis mereka ketika aku lewat? Apa ada setan yang mengikutiku? Sambil bergidik dan memegang leherku aku menengok ke belakangku. Aku tidak bisa melihat hantu.
Akhirnya, aku sampai juga di kelas 10 MIA 4, kelas baruku. Kurasa sudah tidak ada bangku yang tersisa lagi untukku. Mataku menjalar ke sekeliling ruangan dan berhenti ke laki-laki yang melambaikan tangannya kepadaku. Wajahnya cerah sekali, senyumnya lebar, matanya melengkung ke atas seperti matahari terbit. Rambutnya dipotong cepak dan sedikit berantakan. Bajunya juga sedikit tidak tertata. Dia memakai pakaian SMP. Bahkan di hari pertamanya, dia tidak memakai dasi. Karena masih masa orientasi, semua anak diperkenankan memakai baju SMP asal
"Hey, bro!" serunya ceria. "Masih ada bangku kosong buat lo!" Ia menepuk kursi di sebelahnya. Baiklah, sebentar lagi, ia akan menjadi teman sebangkuku.
Aku berjalan dengan kaku menuju kursi baruku, dan laki-laki tidak berhenti tersenyum. Aku mendaratkan bokongku dengan kaku di kursi itu. Laki-laki itu mengulurkan tangannya.
"Hai, nama lo siapa?" tanyanya ramah.
Aku menjabat tangannya pelan. "Keenan."
"Oh gue Arga, salam kenal ya bro! Lo mau survey cewek nggak? Siapa tau ada yang bisa lo gandeng!" katanya sambil tertawa. Ia menampilkan giginya yang dipagar besi berwarna pink.
Aku hanya mengangkat sebelah alisku. Apa-apaan dia?
"Lo gamau ya? Yaudah deh. Palingan lo udah punya pacar kan, lo kan ganteng. Yaudah gue keluar dulu ya, bye!" Laki-laki yang bernama Arga itu langsung melesat keluar. Sepertinya dia anak yang lumayan tenar. Banyak anak laki-laki yang sudah menunggunya di luar.
Aku memasang headset di telingaku dan memutar lagu klasik kesukaanku. Aku tidak biasa mencari teman untuk diajak bicara. Aku bukan orang yang punya percaya diri yang tinggi seperti Arga. Bahkan aku merasa bersyukur dia tidak mengajakku bicara terus menerus. Aku mulai memejamkan mataku untuk meresapi lagunya dan tiba-tiba buyar.
"KANYA KOK LO TEGA SIH SAMA GUE?! KAN KITA UDAH JANJIAN DUDUK BARENG!"
Aku segera membuka mataku dan mencari sumber suara yang sangat memecah ketenangan orang. Ternyata berasal dari seorang gadis yang sedang membentak temannya. Ia menghentakkan kakinya berkali-kali. Dia terlihat begitu cuek dengan penampilannya, mungkin bukan cuek, ia berusaha mengikuti trend dan malah gagal.
Rambutnya di cat marun, kemejanya dikeluarkan dan lengannya digulung, dan ia menggunakan kaos kaki di bawah mata kaki bermotif loreng berwarna lolipop. Dia asal sekolah mana? Astaga, apa dia tidak di tangkap guru piket? Atau apakah dia tidak dibentak oleh kakak kelas?
"EH LO NGAPAIN LIAT-LIAT GUE?! GASUKA?!" Aku tersentak kaget mendengar suara menggelegar itu dua kali. Bulu kudukku berdiri. Seperti disambar petir di siang bolong. Ternyata, kalimat itu ditujukan padaku. Matanya melotot padaku, seperti ingin meloncat dari wadahnya. Aku memerhatikan sekeliling, dan mata mereka tertuju padaku dan gadis itu. Hah, dia menyebalkan sekali.
Aku hanya terdiam dan langsung mengalihkan perhatianku ke papan tulis. Papan tulis yang kosong. Apa ini? Aku salah tingkah? Tidak, aku hanya tidak suka diperhatikan oleh anak sekelas yang tidak kukenal. Tanganku menggerakkan jari satu sama lain dengan gugup. Aku rasa butiran keringat mulai mengalir dari dahiku.
Semua karena gadis norak itu. Apa dia sudah kehilangan kewarasannya?
Aku memerhatikan gerak-gerik gadis itu dari papan tulis. Papan tulis itu memantulkan bayangan hitam penduduk kelasnya dengan jelas.
Semua anak pun memerhatikanku yang baru saja dibentak oleh gadis aneh itu. Ah, kenapa hari pertamaku yang kuharapkan mulus dan tenang saja jadi seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]
RomanceSUDAH TERBIT Sebagian bab akan dihapus "Ketika seorang yang kucintai tidak tahu apa artinya jatuh cinta." Keenan Alvaro, pria muda yang berhati dingin dan berwajah kaku. Matanya yang hitam dan kulitnya yang pucat. Kisah misterius menyelubungi diriny...