Anjir, gue liat muka nih orang kayaknya yakin banget. Aduh, kok gue rada nyesel gitu, ya. Tapi seru juga sih, kalo misalnya orang yang lo sebelin setengah hidup bisa lo jadiin babu. Bahagianya banget banget pasti. Tapi gue yakin banget, kalo emang misalnya Kipli bakal jadi juri kami, apalagi dia yang nentuin lombanya, lomba masak. Weits, gini-gini gue jago masak lo gais.
"Yaudah kita mulai aja gimana?" sahut Kipli.
Gue melirik mayat hidup itu sejenak, tidak perubahan di raut wajahnya yang dingin itu. Well, sebenarnya kalo Keenan bakal jadi gue, gue bakal takut juga sih...
"Siapin bahan-bahannya ya, jam 1 kita mulai!" kata Kipli. Ia bersedekap, menatap gue penuh arti. Gue tau, pasti Kipli berpihak pada gue. Kalau enggak, jangan harap lo bisa balik ke Jerman dengan selamat, Kip. Ah, gue kan tau makanan kesukaan Kipli, nasi goreng!. Dia seneng banget nasi goreng buatan gue, pasti dia gabakalan nolak tuh.
Gue kembali melirik ke arah mayat hidup itu. Dia tampak menyiapkan sekardus susu plan, keju, tepung, saus, daging giling, astaga pasti dia mau bikin western course. Serem.
"Udah jam satu nih!" seru Kipli tiba-tiba. "Gue aba-aba ya, sedia siap mulai!"
Ih apa-apaan sih, Kipli, pake aba-aba. Kayak mau lari marathon aja. Gue memotong-motong bahan masakan dengan santai. Kemudian mulai menumis bumbu rahasia gue. Hahaha, kalah lo Keenan!
"10 menit lagi!" Gue melotot ke arah Kipli yang ketawa-ketawa nggak jelas. Ia mengedip-ngedipkan matanya ke gue sambil menunjuk-nunjuk jam tangannya. Idih, banyak gaya.
Ting! Bau menyeruak ketika Keenan mengeluarkan hasil masakannya dari dalam oven. Dia bikin lasagna!. Aduh, baunya wangi banget lagi. Gue buru-buru kembali memasak nasi goreng buatan gue dengan konsentrasi penuh dan mencicipinya berkali-kali hingga mencapai rasa yang sempurna.
"Yak, waktunya abis!" seru Kipli. "Sini gue cicip-cicip, ya!"
Kipli berjalan mencicipi makanan gue terlebih dulu. "Omaygat, Farah!" seru Kipli. Ia memeluk gue sambil melompat-lompat. "Gue kangen banget masakan lo!"
Ya iyalah.
Kemudian, Kipli berjalan menuju Keenan. Ia mencongkel bagian atas lasagna yang penuh keju mozzarella. Sesungguhnya, Keenan cuma ngabisin bahan makanan buat gue selama sebulan sih. Oke Keenan, oke. Terlihat wajah Kipli yang meringis. Ia menepuk bahu Keenan, "Lo jago." katanya.
Ah, tidak! Jangan-jangan gue kalah lagi!. Oh no! No! No!. Gue mulai mengingat taruhan tadi. Kalau dia yang menang, dia boleh tinggal disini selama yang dia mau. Oh tidak!!!
"Gue umumin langsung aja ya," kata Kipli kemudian. "Pemenangnya adalah..."
"Aku mengaku kalah."
Gue tersentak kaget. Gue melihat ke arah mayat hidup yang baru saja mengatakan hal itu. Bahasa bakunya itu. Dia ngaku kalah? Yang bener aja. Plis, sok gentle banget.
Entah mengapa, entah mengapa gue kesel banget. Gue marah. Gue benci banget ada yang ngeremehin gue kayak gini. Gue bener-bener ngerasa diremehin. Kalo dia emang menang yaudah menang aja, gue nggak ngemis kok! Gue...gue bener-bener benci banget!!!
"Gausah sok gentle deh lo!" teriak gue. Gue menunjuk-nunjuk wajahnya. Oke, emang gue mulai kurang ajar, tapi jujur gue gakuat sama tingkah anehnya itu. "Lo gatau apa seberapa bencinya gue sama lo! Gue gasuka sama sikap aneh lo, dingin lo, sok cool lo, dan sekarang sok gentle lo! Lo itu bisa kesini cuma gara-gara lo udah tepar di jalan, masih untung gue punya hati ya, mau bawa lo kesini, tapi lo nggak ngomong terima kasih sama sekali buat gue. Dan sekarang lo minta jantung! Lo mau tinggal disini selama sebulan walaupun lo mau gue jadiin babu!"
"Udah, Far." kata Kipli. Ia menenangkan gue. "Sebenarnya, yang menang itu lo. Masakan lo jauh lebih enak kok. Jadi lo yang menang..."
"Gue udah nggak butuh!" bentak gue. Gue kalut dan melempar-lempar alat hasil masak gue ke arahnya. Walaupun yang gue lempar nggak sampai mengenai tubuhnya, tapi ia sempat terkena bawang hasil irisan gue yang mengotori bajunya.
"Farah!" seru Kipli. "Siapa yang ngajarin lo kayak gitu!?" Tampaknya, Kipli mulai marah karena sikap emosional gue.
"Sekarang lo bersihin dapur ini!" seru gue sambil berlari menuju kamar.
Gue sempat mendengar teriakan Kipli tapi gue nggak peduli. Gue males banget liat tingkah mayat hidup yang seperti nggak punya dosa itu. Gue membanting pintu kamar dan meredam tangisan di lekukan bantal.
*
Kayaknya gue ketiduran deh. Gue melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Pukul 5 sore. Lama juga ya gue tidur. Gue beranjak dan memerhatikan kamar gue yang berantakan karena tadi gue sempat melempar-lempar seluruh baju dan barang-barang gue karena marah tadi.
Tenggorokan mulai terasa kering. Gue beranjak keluar kamar untuk meminum segelas air namun ketika gue membuka pintu...
Dia.
Berdiri mematung di depan pintu. Mata hitam gelapnya menatap gue, dan gue udah nggak punya energi buat ngebentak dia lagi. Kalau gue punya energi, bakal gue gampar tuh orang. Sejak kapan dia berdiri disitu?. Alhasil, gue cuma diam berdiri di depannya.
"Dapur sudah bersih." Ia membuka suara.
"Yaudah bersihin kamar gue." sahut gue sambil mendorongnya agar menyingkir dan tidak menghalangi jalan.
Apa gue sanggup ya, seatap sama dia walau cuma sebulan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]
RomanceSUDAH TERBIT Sebagian bab akan dihapus "Ketika seorang yang kucintai tidak tahu apa artinya jatuh cinta." Keenan Alvaro, pria muda yang berhati dingin dan berwajah kaku. Matanya yang hitam dan kulitnya yang pucat. Kisah misterius menyelubungi diriny...