KEENAN : 7

8.3K 594 0
                                    

Aku akan kembali pukul 2 siang nanti. Apa kau lupa dengan adik kandungmu sendiri? Aku sudah memperingatkanmu beberapa kali. Sampai ketemu.

Hitam.

Hitam!

Sialan! Jadi Hitam adalah... Kenapa aku bisa tidak waspada? Kenapa dia bisa tahu kalau kami ada disini?!

Aku mengambil beberapa lembar kertas hitam yang sama, yang sudah beberapa tahun ini berusaha kupecahkan. Aku kembali membacanya satu persatu, dari yang dikirim paling awal.

Halo, Keenan. Masih ingat aku?. Aku akan kembali.. Siapkan uang untukku. Kau tahu? Aku merindukanmu beberapa tahun ini.

Hitam.

Halo, Keenan. Semoga harimu menyenangkan. Omong-omong, aku menyukai temanmu yang berambut marun yang cantik itu. Jika kita bertemu, kau bisa memperkenalkanku.

Hitam.

Halo, Keenan. Kau terlihat seperti mumi. Kau terlihat begitu dingin dan kejam?. Apa yang terjadi, bro?

Hitam.

Aku sempat berpikir kalau ia adalah penguntit. Ia mengetahui segala aktivitasku, bahkan ia mengenal gadis gila itu. Ternyata dia adalah...

Argghhh!!!

Sekarang semuanya sudah menjadi sia-sia. Aku bergegas mengepak pakaianku dan memasukkannya ke dalam koper. Setelah itu aku berlari turun ke bawah.

"MAMA!!! MAMA DIMANA?!"

Rumah ini terasa begitu sepi. Apa mungkin...apa mungkin aku terlambat?.

"Apasih Keenan? Teriak-teriak begitu?" Mama buru-buru keluar dari kamar mandi dengan jubah mandinya. "Kamu mengganggu treatment Mama tau."

Aku menghela napas lega. Untung saja. Kemudian, aku kembali panik.

"Ma! Dia kembali! Kita harus segera pergi!" Aku menarik tangan keriput wanita paruh baya itu. "Ayo kemasi barang-barang!"

"Sudahlah," Mama menarik kedua tangannya dari cengkramanku. "Sampai kapan kita akan melarikan diri terus? Aku merindukannya. Aku sudah siapkan uang untuknya jika ia ingin kembali. Bagaimanapun juga ia adalah anakku..."

"Inilah akibatnya Kenapa Mama menamakannya dengan nama Hitam!" Aku melempar lembar-lembar kertas hitam itu ke lantai. Kulihat mama terbelalak melihatku. "Sekarang kamu berani membentak Mama?!".

Aku memelototkan mataku. "Aku..." Aku menarik koperku dan segera pergi.

Aku tidak sudi melihatnya barang sedetik saja.

*

"Kau mau kemana pria lembek?"

Aku terlambat.

"Oh, aku merindukanmu."

Bajingan, diam saja kau. Menjijikkan.

"Untuk apa kau bawa koper seperti itu? Ini bukan waktunya berlibur." Tutup mulutmu yang berbau alkohol dan rokok itu.

Aku menatap tajam sosok di depanku. Dia benar-benar kacau. Matanya berwarna kuning menyala, giginya kuning dan bau. Rambutnya kusut tak terawat, jaket kulitnya sudah berubah entah ia mendapatkannya darimana. Tubuhnya berbau berbagai macam parfum yang memabukkan. Di jarinya terselip sebatang rokok yang masih menyala.

Aku sama sekali tidak mengenali sosok di depanku ini.

"Jangan berdiri di depanku." kataku tajam.

"Oh," Pria itu tersenyum sinis. "Kau sudah berubah total rupanya. Oh tidak total, Lo masih 'lemah' kayak dulu." Ia menekankan kata lemah di kalimatnya, membuatku semakin mendidih.

Aku mengangkat koperku dan melemparkannya ke pria itu sampai ia jatuh tersungkur di jalanan. Kepalanya berdarah dan sudut bibirnya robek tergores aspal.

"Lo!" Ia segera berdiri dan melayangkan tinjunya ke arahku. "Pengecut!"

Aku tidak bisa berkutik karena pukulannya yang bertubi-tubi ke wajah, dan perutku. Hingga aku tergeletak di aspal yang panas karena sinar matahari. Kepalaku begitu pening. Mataku berkunang-kunang. Sekilas aku mendengar suara derap kaki yang berlari menjauh dan seketika semuanya gelap gulita.

Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang