Aku menegakkan punggungku. Rasanya bulu kudukku seperti berdiri. Aku tidak pernah menyangka Arga itu adalah teman gadis gila itu, bahkan dia menyuruh gadis itu duduk di sebelahku. Gadis itu terus melototiku dan memerhatikan segala dari diriku. Aku seperti merasa merinding. Aku bisa melihat gadis itu tidak memalingkan wajahnya dariku dari pantulan papan tulis.
Aku berusaha tetap memerhatikan guru yang memperkenalkan dirinya. Namanya Bu Fatimah. "Lo merhatiin guru apa papan tulis?"
Aku menoleh ke gadis itu. Bola mata coklatnya itu menatapku tajam. Kukira tadi dia memakai kontak lensa, ternyata tidak. Iris matanya sebening kaca. Seperti porselen yang dipoles tiap petang.
"Lo pikir enak diliatin kayak gitu? Eh lo tuh kalo ngeliatin orang tuh pake ekspresi dikit kek, kayak mayat tau ga sih lo!" katanya lagi dengan cerewet. Tangannya bersedekap.
Aku tidak menghiraukannya sama sekali. Aku kembali mengarahkan perhatianku ke Bu Fatimah. Saat ini sedang sesi perkenalan murid. Setiap siswa berdiri dan mengenalkan dirinya dari barisan paling depan. Untungnya, aku duduk di barisan keempat di belakang.
"EH LO DENGERIN GUE NGGAK SIH?!"
Aish.
Gadis gila ini.
Kenapa dia berteriak seperti itu? Sekarang semua orang kembali melihat kami, termasuk Bu Fatimah.
"Ada apa, sayang? Kamu berantem sama pacar kamu?" tanya Bu Fatimah lembut. Untung saja, beliau tidak marah, tapi gadis ini benar-benar membuatku malu.
"Ibu ngomong sama saya ya?"
...bodoh.
Bu Fatimah hanya menghela napas sambil menggelengkan kepala. "Iya kamu sayang..." katanya. "Kenalin nama kamu sama yang di sebelah, kenalin diri kamu juga ya!"
"Ihhh tapi nih orang bukan pacar saya bu, amit-amit dehh..." kata gadis gila itu sambil memutar bola matanya jengah. Ia kemudian berdiri dan tersenyum percaya diri.
"Hai, nama saya Farah Mayra! Dari SMP Kusuma Jaya. Salam kenal semua!" katanya ceria. Kemudian dia duduk.
"Tunggu dulu, Farah," kata Bu Fatimah. "Rambut kamu dicat ya?"
Ketahuan.
"Hah, emang keliatan ya, bu?" kata gadis itu polos. Astaga, dia malah berkata seperti itu?.
"Dari kecil, rambut saya sudah seperti ini, bu. Ibu saya udah bilang ke guru piket. Saya bawa foto saya pas masih bayi, rambut saya udah kayak gini, ibu mau lihat?" Gadis itu mengeluarkan foto yang sudah usang. Tapi, kalau dilihat-lihat rambutnya memang terlihat alami. Warna matanya mirip dengan rambutnya.
"Ah, nggak usah, ibu percaya, kok sama kamu," kata Bu Fatimah tersenyum. "Sekarang cowok yang di sebelah."
Sekarang giliranku.
Aku berdiri pelan-pelan. Tiba-tiba kelas ini menjadi sunyi senyap dan semua perhatian tertuju padaku. Ugh, aku benci diperhatikan massal seperti ini.
"Saya Keenan Alvaro."
Masih sunyi.
Aku kemudian duduk perlahan. Mulai terdengar bisik-bisik riuh rendah. Bu Fatimah mengerutkan dahinya.
"Dasar mayat hidup." Aku mendengar bisikan yang lumayan keras itu dari telinga kiriku. Gadis gila itu.
Di hari pertamaku di bangku putih abu-abu aku bertemu seorang gadis yang membuat hariku rusak. Ia sangat aneh. Rambutnya berwarna marun, matanya coklat tua, bening seperti cermin. Dia berisik sekali. Dia juga egois.
Tapi, dia unik. Dia sangat berbeda dengan gadis lainnya, dia...terlalu jujur. Dia langsung mengutarakan perasaannya. Setidaknya, bukan seperti aku.
Aku heran baru kali ini aku mendalami seorang perempuan. Hanya gadis gila itu.K.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]
Storie d'amoreSUDAH TERBIT Sebagian bab akan dihapus "Ketika seorang yang kucintai tidak tahu apa artinya jatuh cinta." Keenan Alvaro, pria muda yang berhati dingin dan berwajah kaku. Matanya yang hitam dan kulitnya yang pucat. Kisah misterius menyelubungi diriny...