FARAH : 20

5.3K 398 2
                                    


Hari ini gue bahagia banget! Sumpah.

Thanks berat deh buat si brengsek Haris. Gue jadi pengen dorong lo mulu.

"Mama harusnya tahu kalau mama kerja jadinya kayak gini!"

"Kok jadi aku sih, mas?"

"Kamu nggak lihat apa, anak kamu cewek satu-satunya berandal kayak gini! Malu-maluin."

"Ya aku juga gatau kali, mas."

"Pokoknya kamu nggak boleh kerja lagi! Istri itu memang harusnya ngurus anak di rumah."

Yippey! Mama gue bakal di rumah OMG.

"..."

"Lagian kita udah nggak kekurang apa-apa lagi kan? Kita nggak punya hutang, target. Lebih sayang pekerjaan apa anak?"

Gue memeluk Mama dari belakang jok mobilnya. Melingkarkan lengan di lehernya yang sudah mulai keriput.

"Ma, mama mau nemenin Farah kan?" tanya gue manja. Jujur, sebenarnya gue kangen banget momen ini.

Momen gue merengek manja sama mama.

Momen gue dimarahin habis-habisan, walau dulu gue dimarahin karena manjat pohon jambu tetangga sebelah, terus curi buahnya yang sudah merah ranum. Mereka berdua pasti akan memarahi gue bersahut-sahutan.

Momen gue ditampar Papa, agak masochist kedengarannya. Tapi Papa itu bakal nampar gue hanya karena dia sangat sedih dengan sikapnya. Ia kecewa dengan dirinya sendiri. Dan gue teramat sangat menghargai itu karena berarti ia sangat peduli sama gue.

Mobil sudah berhenti di depan rumah.

Mama Papa terpana. Mungkin karena melihat rumah kecilnya yang sudah tumbuh lumayan mewah hasil peluh mereka.

Mama mempererat genggamannya pada lengan gue yang masih melingkar. "Maafin mama ya sayang, maafin mama..." desahnya.

*

Menu makan malam yang sangat langka untuk malam ini!

Lasagna!

Mungkin gue kayak garfield banget kali ya, kucing gemuk kuning yang biasa muncul di TV swasta tergila-gila dengan tumpukan daging lembut nan gurih, Lasagna!

Sebenarnya bukan karena itu.

Tapi karena spesial buatan Mama malam ini! Dijamin mantep abis.

Ya gimana ya, Bi Inah kan gabisa bikin western course. Ya wajarlah.

Oiya, Bi Inah kemana ya? Tumben.

*

"Farah, Bi Inah mana ya?" tanya Mama, bolak-balik menghalangi TV yang sedang kutonton bersama Papa. Jarang-jarang kan, nonton DVD berdua sambil nyenderan sama Papa. Apalagi ditemani semangkuk Lasagna, nyam.

"Enggak tau deh, ma," kataku. "Kan semalam aku nginep di Rumah Kanya."

"Terus kakak kamu mana?" tanya Papa. "Bukannya dia lagi liburan kesini?"

Gue langsung tersedak.

"Iya ya, mas. Ini kan udah jam 11 mal..."

"Uhuk! Uhuk!" Aku terbatuk-batuk karena tersedak. Mama segera memberiku segelas air.

"Loh, tunggu...ini..." mama menemukan plastik kecil berisi tablet putih. Mama memerhatikannya dengan teliti. "Ini punya siapa, Farah?!" Nada suara Mama meninggi, hati gue hancur.

"Astaga," kata Papa. "Harusnya aku tahu kalau memang ada yang tidak beres di rumah ini."

Terdengar bunyi nyanyian gila dari ruang tamu, bantingan pintu, dan suara berdebum keras.

Mama dan Papa berlari menuju pintu ruang tamu.

Dengan hati-hati, aku berjingkat pelan menyusul.

Keparat itu masih bernyanyi-nyanyi walau tubuhnya sudah tersungkur, Mama tidak sadarkan diri di bahu Papa.

Papa tidak memiliki ekspresi apapun untuk dipasang diwajahnya yang tua dan lelah.

Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang