Bagian 16

12.7K 2.4K 567
                                    

Baca sampai akhir, ya. Ada pemberitahuan soalnya. Asek:3

•••

"Dara kan bentar lagi ulang tahun, cuekin, yuk." Danu menaik turunkan alisnya seraya menatap Saddam dan juga Pandu secara bergantian.

Saddam menggeleng. "Kalian aja, gue gak ikutan."

"Yaelah, beberapa hari doang, Dam. Biar kayak orang-orang."

"Kalian aja." Saddam melirik ke arah kamar mandi yang tertutup. Bagaimana bisa Saddam mencueki Dara ketika Dara tengah bersedih begini?

Yang ada, Dara akan beranggapan Saddam memilih mundur. Jika nantinya salah paham, terus Saddam dan Dara malah putus, kan, enggak lucu.

"Biasanya lo paling heboh lho, Dam."

Saddam menghela napasnya pelan. "Kondisi Dara lagi enggak memungkinkan buat gue cuekin. Taruhannya hubungan gue, cuy. Gak mau ambil resiko, gue."

"Kalian lagi ada masalah, ya?" tanya Pandu akhirnya ikut menyahut.

Saddam mengedikkan bahunya. "Ada. Masalah hidup gue mah banyak. Mau ikut nampung?"

"Ogah." Pandu mengedikkan bahunya.

Tak lama, Dara keluar dari dalam kamar mandi. Gadis itu terlihat sibuk mengucir rambutnya sendiri seraya berjalan mendekat.

Ia duduk di samping Saddam dan memilih kembali pada pekerjaannya yang belum selesai di depan laptop.

"Eh, si Langit udah mulai shooting, ya?" tanya Pandu tiba-tiba.

Danu mengangguk. "Iya, udah katanya. Kemarin sih ngasih tahu gue gitu."

"Sukses ya itu anak, sekarang." Pandu mengangguk-anggukan kepalanya seraya merapikan baju-baju toko.

Danu melirik Dara yang terlihat fokus. Sepertinya, dia tidak terlalu mendengarkan obrolan. "Iya, cuman perjalanannya drama banget, anjir.  Kalau dia enggak terkenal, sih, kayaknya dia masih sama Dara. Si Saddam ke laut aja, dah!"

Saddam langsung menendang tulang kering Danu, kesal. Cowok itu langsung menatap ke arah Dara yang kini menatap ke arah Danu. "Tapi kalau di pikir-pikir bener juga, Nu. Kalau Langit enggak terkenal, terus gue masih sama dia ... Gue gak akan ketemu Saddam, ya?"

"Gak usah mikirin yang udah lewat, deh. Takdirnya udah gini. Lo tuh emang udah ditakdirin buat ketemu, terus jadi pacar gue, Dar. Bentar lagi juga jadi Isteri. Eh, doain ya, tahun ini gue sama Dara mau nikah." Saddam menujuk Pandu dan juga Danu.

"Halah, omong doang, lo, Dam." Pandu tertawa.

Saddam berdecak pelan. "Gue serius, udah ngomong juga kok sama Bokapnya Dara. Reza juga udah setuju. Tinggal tunggu kabar baik aja, lah pokoknya."

Raut wajah Pandu seketika berubah. Dia menatap ke arah Dara sebentar. Sampai akhirnya, dia tersenyum kecut.

Dia akui, Dara dan Saddam memang cocok. Apalagi, Dara juga kelihatan begitu bahagia dengan Saddam.

Padahal, selama melihat mereka berpacaran, Pandu baik-baik saja. Mengapa mendengar kabar mereka akan menikah, hatinya malah sakit begini?

"Widih, selamat, bro! Gue doain lancar. Tapi kalau lo nyakitin Dara, tato kecebong lo itu, bakal gelud sama tato gue, nih." Danu menyingkapkan hoodienya menunjukkan bagian lengannya yang terdapat tato.

Saddam mendengkus kesal. "Enggak lo, enggak si Reza. Kenapa suka banget bilang tato gue tato kecebong? Buta mata kalian? Mau periksa? Ayo, gue yang bayar! Jangan kayak orang susah!"

Dara : Hello You! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang