Bagian 33

13.5K 2.4K 2.1K
                                    

Hari ini, Saddam mengajak Dara untuk pulang ke apartement. Sepanjang hari, Saddam terus tersenyum. Bahkan, ia tak ada bosannya memeluk Dara, menciumnya sesekali, dan terus menempel pada Dara.

Di apartement Saddam sekarang, keduanya tengah rebahan di atas kasur milik Saddam.

Saddam yang tertidur memeluk Dara. Dan Dara yang fokus memainkan ponselnya.

"Dar," panggil Saddam serak. Sepertinya dia terbangun.

"Apa?"

"Honeymoon, yuk. Ke mana gitu, mumpung masih libur." Saddam berkata masih dengan mata terpejam.

Dara menyimpan ponselnya. Tangannya terulur mengusap pipi Saddam dengan pelan, Saddam yang merasa nyaman, semakin mengeratkan pelukannya pada Dara. "Ke mana?"

"Kamu maunya ke mana?" tanya Saddam. Dia membuka matanya dan menatap wajah sang Isteri.

Dara terlihat berpikir. Menghela napasnya dan menggeleng. "Gak tahu, deh. Lagian sayang uang, Dam."

"Sekali doang, Dar. Nyenengin Isteri kapan lagi, kan?"

"Yaaaaang, yaa?" Saddam merengek seraya menggoyangkan lengannya pada lengan Dara.

Dara mengangguk. "Yaudah, ke Bandung aja, ya? Yang deket-deket. Di Pangalengan atau Ciwidey juga banyak tempat yang bagus, kan?"

Saddam mengangguk setuju. Tangannya terulur mengusap rambut Isterinya dengan lembut. "Yaudah, aku minta Nando urus. Besok kita berangkat ke Bandung, ya?"

Dara mengangguk lagi.

Entah kenapa, Saddam merasa senang melihat Dara menurut padanya. Lantas, ia mencium kening Dara dengan lembut. Tangannya terulur mengusap perut Dara. "Nanti kalau dia udah ada, kita harus jaga baik-baik ya, Dar?"

Dara menjatuhkan tangannya di atas punggung tangan Saddam. Dia tersenyum dan mengangguk.

•••

Esoknya, mereka benar-benar berangkat ke Bandung. Di sebuah villa bernuansa jungle, kini ... Saddam dan Dara duduk di tepi kolam berenang berdua.

Kakinya mereka masukkan ke dalam kolam. Sedangkan tangan Saddam sedaritadi sibuk mengusap lembut rambut milik Dara. "Dar, kalau misalkan kita beli rumah di Bandung, biar deket sama Ibu ... Kamu mau nggak?"

"Aku mah ikut aja, Dam. Lagian, Bandung enak, kok."

"Aku kan pernah bilang, aku pengen Ibu tinggal sama kita. Apalagi kan sekarang Selly udah mau masuk SMA, pasti dia bakalan sibuk sama sekolahnya. Aku juga enggak mau kejadian Bella keulang lagi sama Selly. Kalau kita tinggal di Bandung, kan, Selly bisa kita pantau, Dar."

Tangan Dara terulur mengusap lengan Saddam dengan pelan. Dia mengangguk. "Iya. Nanti kita cari rumah di Bandung, ya?"

Saddam melebarkan senyumnya. Berarti, Dara setuju untuk membawa Ibu Saddam tinggal bersama mereka, kan?

"Makasih, ya."

"Kok makasih, sih? Itu kan udah kewajiban kamu sebagai anak pertama, cowok lagi. Kalau bukan kamu siapa lagi? Bella? Selly? Mereka bakal ikut suaminya, Dam."

Saddam memeluk Dara. Dara tertawa pelan dan membalas pelukan Saddam. Tangannya terulur mengusap lembut bahu suaminya itu. "Lagian kan, kalau misalkan aku hamil bisa lebih terpantau juga sama Ibu, Dam. Ibu ada temen, aku juga ada temen kalau kamu sibuk, nanti. Iya kan?"

Saddam menganggukkan kepalanya. Dia memejamkan matanya erat masih memeluk Dara. Dia meraha beruntung telah menikah dengan wanita seperti Dara.

Dia selalu mengerti Saddam. Tidak pernah haus akan popularitas, dia juga menganggap Saddam layaknya orang biasa ... Bukan artis, penyanyi, atau apapun.

Dara : Hello You! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang