Hari pertama menjadi pasangan suami Isteri, ternyata masih terasa menyenangkan. Dan semoga saja ini berlanjut sampai mereka menua nanti.
Di balkon kamar milik Dara, Saddam, Dara, dan juga Zara tengah duduk bertiga seraya menyuapi makan siang untuk Zara.
Saddam sedaritadi tidak bisa diam. Dia terus menganggu Zara dan membuatnya tertawa.
"Dar, aku libur cuman satu Minggu. Mau liburan ke mana, gak? Ya ... Sebelum akunya balik kerja, gitu."
Dara mengedikkan bahunya pertanda tak tahu. Dia tidak terlalu tertarik dengan liburan semacam itu. "Gak tau."
"Tuh, kan ... Emang enggak mau bikin keponakan buat Zara, gitu?" Saddam mencebikkan bibirnya sebal.
Dara melotot. Dia lantas melirik ke arah Zara yang tengah sibuk mengigit jari tangan Saddam. "Dam, ada Zara, ih."
"Gak papa. Zara gak ngerti, kok."
"Ya tapi kan ... Gak tau, ah." Dara beranjak. Dia meletakkan makanan Zara di depan Saddam dan memilih masuk ke dalam kamar.
Saddam terkekeh. Dia paham Dara malu, bukan benar-benar karena ada Zara. Ya wajar saja, Dara kan belum pernah melakukan hal begitu. Saddam juga, hanya saja ... Saddam kan laki-laki, kebanyakan laki-laki ya lebih paham yang seperti itu.
"Zara mau dedek bayi, gak? Nanti dia nemenin Zara main. Nanti sama Zara harus dijaga, ya?"
"Iya, Babang." Zara tertawa setelah menjawabnya.
Saddam membelakkan matanya salut. Dia langsung mencium pipi Zara dengan gemas. "Udah pinter ngomong ya sekarang?"
"Dam, Zaranya siniin dulu, yuk. Mau diajak ke kantor Papa, soalnya."
Teriakan Ayu di luar sana, membuat Saddam beranjak seraya menuntun Zara. Saat masuk ke dalam kamar, dia melirik Dara yang tengah menyibukkan diri dengan ponselnya.
Saddam membuka pintu. "Tuh, Mama mau ke mana, ya? Udah rapi banget, Zara mau ikut Mama?" tanya Saddam kala dia melihat Ayu.
Zara langsung merentangkan tangannya pada Ayu meminta ikut. Ayu dengan segera membawa Zara ke gendongannya. "Seneng ya Abangnya di sini terus?"
"Cium dulu dong Abangnya." Saddam mendekatkan pipinya pada Zara.
Seolah paham, Zara langsung mencium pipi Saddam. Setelah itu, dia melambaikan tangannya karena dibawa pergi oleh Ayu.
Saddam kembali menutup pintunya. Berjalan ke arah kasur dan merebahkan dirinya di samping Dara.
Ia memeluk Dara dan meletakkan wajahnya di bahu Isterinya. "Yang, main hp Mulu."
"Kamunya juga sibuk sama Zara, tadi."
"Yaudah kan sekarang udah enggak. Hpnya simpen." Saddam mengambilnya dan ia letakkan di atas brankas.
Saddam terlihat nyaman di pelukan Dara. Tangannya memainkan ujung rambut milik Dara. "Kamu pengen punya anak berapa, Dar?"
"Gimana dikasihnya aja."
"Aku mah pengennya banyak. Biar ada yang nemenin kamu kalau aku pergi."
Dara tak menjawab ucapan Saddam. Tangannya mengusap lembut rambut suaminya dengan lembut. "Terserahlah, Dam."
Saddam mengeratkan pelukannya. "Dar, nanti kalau kamu udah hamil, kita beli rumah, ya? Buat kita sama anak-anak kita nanti. Biar kamu juga nyaman buat hirup udara luar."
"Iya, Dam, iya."
Saddam mendongak, ia tersenyum melihat wajah Dara. Lantas, dia mencium pipi Dara dengan lembut. "Yaudah, nanti malem udah siap belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara : Hello You! [End]
Fiction généraleKamu sempurna jika bersama orang yang tepat. ••• Sequel Langit Dara!