Bagian 34

13.8K 2.4K 1.6K
                                    

Sorenya, Dara baru saja pulang dari apotik. Dia membeli alat tes kehamilan untuk ia gunakan besok pagi.

Dara menatap benda itu dengan tatapan berharap. Semoga saja benar, ia tak mau hari-harinya terus dihantui rasa bersalah pada Saddam.

Walaupun Saddam tidak mempermasalahkan, tapi dia tahu betul jika suaminya itu sudah menantikan kehadiran seorang anak di perut Dara.

Dara memilih menyimpannya dilaci dan tidak berniat memberitahu Saddam perihal ini.

Takutnya Dara tidak hamil, dan Saddam malah kecewa.

"Sayang? Kamu di mana?"

Dara sontak menegakkan tubuhnya. Itu Saddam. Sepertinya dia sudah pulang. Akhirnya, Dara memilih beranjak dan berjalan ke arah ruang tamu.

Saddam tersenyum lebar. Dia langsung merentangkan tangannya pada Dara. "Kangeeen ...," Ucapnya.

Ini yang paling Dara sukai setelah menjadi isterinya Saddam. Setiap pulang dari pekerjaannya, dia pasti akan meminta Dara masuk ke dalam pelukan, mencium, dan dia bilang jika ia merindukan Dara.

"Laper gak?" tanya Dara mendongak menatap wajah Saddam.

Saddam menunduk, dia mengangguk pelan. "Laper ... Tapi ... Kamu enggak papa, kan? Udah sehat? Kenapa tadi siang enggak nelepon aku? Aku daritadi kepikiran tau. Aku mau nelepon, tapi acaranya padat banget tadi. Enggak bisa cari alesan buat buka HP. Kesel banget sama si Nando."

"Udah ih, aku gak papa. Lihat, tuh, seger gini." Dara melepas pelukannya dan memutar badannya di depan Saddam. Memperlihatkan pada suaminya, bahwa dia baik-baik saja.

Saddam mengangguk. "Syukur, deh. Tadi kamu enggak ke toko?"

"Ke toko sebentar. Soalnya kasian Pandu sendiri, tadi. Yaudah, ayo makan, aku udah masak udang balado kesukaan kamu."

"Kok udang, sih? Kamu kan alergi makan udang." Saddam menatap Dara kesal.

Tangan Dara terulur mengusap puncak kepala Saddam dengan lembut. "Aku kan alergi makan doang, bukan alergi masaknya, Dam."

"Terus kamu makan apa sekarang? Makan udang juga? Nyari mati namanya."

"Aku bikin gorengan sama sambel, Dam. Tadi gak tau kenapa pengen aja, kayaknya tuh ... Enak banget. Yaudah deh aku bikin."

Saddam mengerutkan alisnya heran. Hari ini Dara benar-benar aneh. Biasanya, dia kalau makan ya makan saja, tidak pernah curhat kalau makanan ini enak atau bagaimana.

Tapi ... Tadi pagi ... Dia muntah-muntah, terus minta dibelikan bubur sumsum. Sekarang dia ingin makan dengan gorengan.

"Dar, ke dokter, yuk?"

"Ngapain?" tanya Dara kaget.

Saddam menggeleng. "Kamu terakhir haid kapan?"

"Terakhir tuh ... Waktu acara ulang tahun Zara yang ke 3."

"Dua bulan lalu?!" Saddam melotot.

Dara mengangguk. "Kayanya, sih. Tapi gak tau lupa ... Biasanya awal bulan udah keluar, tapi ini ... Eh?" Dara sontak menatap perutnya sendiri.

Saddam tersenyum lebar. Dia langsung meraih kedua tangan Dara dan digenggamnya dengan erat. "Kita ke dokter!"

"D-Dam ...." Dara menggeleng kuat.

Saddam melihat sorot kekhawatiran di mata Dara. Genggaman Saddam semakin mengerat. "Sayang ... Aku janji enggak akan kecewa kalau kamu belum isi."

Dara menggeleng. "Empat bulan lalu ... Kamu juga bilang gitu. Tapi ujung-ujungnya kamu diemin aku." Dara menunduk menatap tangannya yang tengah digenggam oleh Saddam.

Dara : Hello You! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang