Bagian 6

14.7K 2.6K 1.1K
                                    

"Enggak, Bu. Aa lakuin ini bukan karena benci sama Bella. Aa pengen buat dia mikir, kalau dia dikasih kesempatan terus-menerus, yang ada dia bakal ngelakuin hal yang lebih parah daripada ini."

Euis sedaritadi terus menerus membujuk Saddam agar membiarkan Bella tinggal di sini setelah menikah.

Namun Saddam melarangnya. Dia masih bersikeras menolaknya. "Bella masih kecil, Dam."

"Kalau dia masih kecil, dia gak akan kayak gitu, Bu. Sekarang Aa tanya sama Ibu, Aa kurang apa sih ke Bella? Semua Aa kasih. Sekarang dia udah lakuin kesalahan fatal gini, mau tetep Ibu biarin? Mau tetep manjain dia?" tanya Saddam.

Saddam terkekeh pelan. "Aa cuman mau dia mikir, Bu. Ini juga buat dia, bukan buat Aa. Kalau dia terus bergantung ke Ibu sama ke Aa, gimana kalau suatu hari nanti kita udah gak ada?"

Saddam memilih keluar dari dalam kamarnya. Cowok itu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka, kemudian ia melangkah ke arah ruang tamu. "Ayo pulang," ajaknya pada Dara.

Dara mengerutkan alisnya kala melihat Saddam yang menyelonong ke luar begitu saja.

Tak lama, Euis berjalan ke arah Dara dan menepuk pundak gadis itu. "Adam marah sama Ibu. Kamu turutin aja, ya. Dia kalau udah marah pasti gitu. Nanti juga baik sendiri kok."

"DARA! CEPETAN, DEH! LAMA LO!"

Teriakan Saddam di luar sana, sontak membuat Selly, dan Dara tersentak kaget. Namun, tidak dengan Euis. "Ibu gak papa, Dara. Ibu yang salah. Wajar Adam marah-marah. Mending kamu turutin, gih."

Dara mengangguk. Gadis itu akhirnya memilih mencium punggung tangan Euis. "Dara pamit ya, Bu."

"Hati-hati." Euis mengelus puncak kepala Dara.

Kemudian, Selly mencium punggung tangan Dara. Sampai akhirnya, gadis itu memilih berjalan keluar dan menemui Saddam yang sudah berada di dalam mobil.

Dara masuk. Gadis itu menatap ke arah Saddam yang tengah mencengkeram stir. "Kita langsung pulang."

Dara mematikan mesin mobil dan mengambil kuncinya. Ia menatap ke arah Saddam dengan mata memicing. "Kenapa, sih?" tanya Dara.

Saddam berdecak kesal. Ia hendak mengambil kunci mobilnya. Namun, Dara menjauhkannya dari jangkauan cowok itu. "Gue nanya, Dam."

"Dar, please ...."

"Gue gak mau pulang kalau kondisi lo kayak gini. Biarin aja diem di mobil sampai seminggu." Dara melipat kedua tangannya di depan dada dan bersandar pada jok mobil.

Tubuhnya membelakangi Saddam.

Saddam menghela napasnya. "Dara, jangan marah." Saddam menarik bahu gadis itu memintanya untuk menatap ke arah Saddam.

"Turun."

"Minta maaf sama Ibu," sambung Dara.

Dara menatap ke arah Saddam. Cowok itu masih menatap Dara dengan mata yang sudah memerah.

Sepertinya, Saddam memang benar-benar kacau. "Dam, gak baik marah sama orang tua. Turun, minta maaf, habis itu kita pulang, ya?" Tangan Dara terangkat mengelus pipi Saddam.

"Emang Ibu ngomong apa sih sampai lo marah-marah kayak gini?" tanya Dara kala tak mendapat respon apapun dari Saddam.

"Ibu minta Bella tinggal di rumah. Gue gak setuju."

"Kenapa gak setuju?"

"Dia harus belajar mandiri. Dia harus tahu gimana pahitnya dunia luar, Dar. Biar dia bisa mikir dan perbaiki diri dia. Itu aja, salah ya gue?" Tanya Saddam.

Dara : Hello You! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang