Bagian 18

13.6K 2.6K 1K
                                    

Dara resah. Sedaritadi, ia terus menerus melirik ke arah Saddam yang kini tengah duduk di seberangnya.

Keluarga Dara mengadakan makan kecil-kecilan sore ini. Ayu yang menyiapkan semua masakan, katanya, dibantu oleh Reza.

Di samping Dara saat ini, Rebecca—Mama kandungnya duduk dengan tenang. Dia tidak mengatakan apapun ketika bertemu dengan Saddam, tadi.

Setelah mengucapkan selamat ulang tahun, dan memberi hadiah untuk Dara, mereka langsung makan-makan.

Ketika Dara mengenalkan Saddam pada Rebecca, yang dia lakukan hanya meliriknya dan membalas uluran tangan Saddam sebentar. Setelah itu melepaskannya begitu saja. Ketara jelas jika Rebecca tidak suka Saddam.

"Dam, ikannya, lagi?" tanya Dara.

Saddam mendongak. Ia tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Setelah itu, dia kembali pada makanannya.

Dara mengepalkan tangan kirinya di bawah meja. Ia akhirnya menunduk, dan kembali makan.

"Suami kamu gak ikut?" tanya Ragil pada Rebecca.

"Enggak. Dia sibuk. Aku ke sini sendiri, udah sewa kamar hotel juga kok. Nanti malem aku gak akan nginep di sini kalau kamu khawatir soal itu."

Ragil mengedikan bahunya tak acuh. Ia melirik ke arah Saddam yang sedaritadi diam.

Soal kejadian Saddam dikenalkan pada Rebecca, Ragil tentunya tidak tahu karena tengah di ruang televisi bersama Reza.

"Tumben hening, Dam."

"Eh, iya, Pa. Lagi makan." Saddam menggaruk tengkuknya ketika Ragil menegurnya.

Rebecca memicingkan matanya memperhatikan Saddam. "Dara masih muda. Belum siap buat menikah," kata Rebecca tiba-tiba.

Reza, Ayu, dan juga Ragil langsung menatap ke arah Rebecca bersamaan. Tapi, tidak dengan Saddam, dia langsung menatap ke arah kekasihnya yang masih menunduk menatap makanannya.

"Papanya Dara, yang mapan, penampilan sopan, bangun rumah tangga di usia muda gagal. Apalagi kamu sama Dara. Penampilan kamu ...."

"Re, jangan samain hubungan kita sama Dara Saddam. Jelas beda. Gak usah nilai orang dari penampilan, kamu enggak kenal Saddam." Ragil memotong ucapan Rebecca merasa tak terima Saddam dinilai seperti itu.

"Iya emang enggak sama. Tapi, Gil. Kamu serius mau kasih anak kamu sama cowok yang penampilannya kayak preman gini?"

Saddam tersenyum kecut. Kejadian ini terulang lagi, rupanya. Pikir Saddam.

Dara menatap Mamanya. Ia hendak berbicara. Namun, Saddam mengkode Dara agar gadis itu diam.

"Terus kamu mau kasih anak kamu ke modelan kayak gimana? Cowok mapan? Penampilan sopan, gitu?"

"Bukannya kamu bilang, aku yang mapan, penampilan sopan aja masih gagal kan bangun rumah tangga? Harusnya kamu bisa nilai, enggak semua bisa di simpulin lewat penampilan." Ragil menghela napasnya kasar.

Rebecca menggeleng. "Pokonya aku enggak setuju Dara nikah muda. Dara, denger Mama."

Dara menatap Rebecca.

"Kenapa harus larang, Mbak? Bukannya niat Saddam baik?" Kini Ayu yang menyahut.

Rebecca menatap Ayu. "Aku enggak mau anakku gagal kayak aku."

"Kalau pikiran Tante negatif terus, ya pasti bakal kejadian. Coba kalau Tante berfikir positif, percaya sama Dara, percayain juga sama Saddam. Lagian, Papa Ragil juga udah kenal Saddam kok." Reza ikut menyahut.

Dara : Hello You! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang