6

784 68 8
                                    

terasa tiga bulan sudah berlalu, saat awal tahun Leon sudah mendaftar di taman kanak-kanak. dia adalah murid teladan yang baik dan sopan kepada semua temannya, terlebih dia sangat gemar berbagi membuat sosok itu sangat disayang.

Jujur saja saat pendaftaran, Phuwin sempat pusing bagaimana cara menjelaskan status Leon sebagai murid baru? Orang-orang akan bertanya Darimana anak ini berasal? sedangkan ibu saja Leon tak punya. namun dengan bantuan status dari Pond, mereka menganggap Leon sebagai anak angkat dari pasangan LGBT seperti mereka. bersyukurlah pihak sekolah mau menerima.

"Mommy, sarapan aaaa..." Leon begitu riang setiap pagi, menyambut suapan roti dari Phuwin dan bahkan bermain disela-sela sarapan adalah pemandangan yang begitu hangat bagi si manis.

Bibi Chai meletakkan beberapa lembar roti yang baru selesai dipanggang, perasaannya selalu saja lega saat melihat tuan muda dengan anak angkatnya berinteraksi. Sangat seksama ia terus menyaksikan pembicaraan itu sebelum akhirnya Pond muncul di sisi meja makan.

"Morning Daddy..."

Sosok tegap tampan mendekati bocah itu, membiarkan Leon masuk dalam gendongan sambil melingkarkan tangan di tengkuknya "Pagi anak Daddy yang sangat tampan"

"Daddy kerja lagi semalam?"

Pond mengangguk berpura-pura sedih "maafkan Daddy, yahh..."

"Kapan Daddy bisa pulang lebih awal? Agar Daddy bisa tidur dengan kami, kenapa sih kita tak pernah tidur bersama?"

"Leon.. jangan begitu" phuwin mengambil alih menggendong sang anak, jujur ada perasaan bersalah jika ia membuat Pond berada diposisi yang tak nyaman "sekarang makan yah, kita harus berangkat ke sekolah"

"Dia hanya bertanya, lagipula yang Leon bilang memang benar, apakah tak aneh aku tak pernah tidur bersama kalian?" Pond acuh dengan ekspresi Phuwin, dia mulai mengambil beberapa hidangan untuk sarapan. Lagipula setelah ini dia masih harus mengantar Leon ke sekolah kemudian lanjut kekantor tempat bekerja.

Yah, dia bekerja di perusahaan milik Phuwin. dimana Phuwin sendiri yang menjadi pewaris tahta di sana, untuk sementara Pond yang menggantikan posisi lelaki manis di perusahaan sebagai direktur utama. Dalam artian, ini hanya sementara.

Orang tua phuwin sudah sangat lama berada di Australia, dan mungkin tak akan kembali dalam waktu dekat. Phuwin mengambil langkah lebih cepat mengamankan posisinya, dia butuh seseorang untuk membantu mengontrol perusahaan, namun kondisi tubuhnya sendiri tak memungkinkan untuk itu.

Akhirnya Pond menduduki posisi penting itu namun tetap saja itu bukanlah hal mudah, Pond benar-benar harus extra dalam perannya sebagai ayah Leon. meski bukan ayah yang asli, Pond akui dia sangat menyayangi bocah kecil itu seperti anaknya sendiri.

"Nah sudah selesai kan" Senyum Phuwin memperbaiki posisi dasi sang putra, di ciumlah kening sang anak penuh perhatian "ayo berangkat,"

Pond memperhatikan dengan senyuman puas terpatri di wajah tegasnya, sungguh dia tak pernah bosan melihat pemandangan indah seperti ini setiap hari.

"Kenapa Mommy tidak pernah mendapat kecupan di dahi? kata temanku saat Daddy mereka berangkat kerja Mommy-nya akan dicium di kening" leon terkekeh, begitu dalam rasa penasarannya terhadap opini tersebut "atau di keluarga kita memang tak begitu?"

"Bukan begitu sayang, tapi Mommy dan Daddy tidak perlu melakukannya didepan Leon" Phuwin mengusap rambut putranya "Leon tak perlu memikirkan itu"

"Baiklah"

Pond berjalan beriringan dengan mereka, hanya bisa menggeleng pelan mendengar pertanyaan putranya. hingga saat dia sudah menggendong Leon, lelaki kecil itu melambai pada Phuwin. Pond segera mendekati lelaki manis itu, mencium kening putih itu cukup lama, semacam pemberian kehangatan, menyebabkan Leon terbelalak menutup mulutnya, kemudian tertawa gemas setengah memekik.

Phuwin sudah mengedipkan mata berkali-kali, berdehem sebentar lalu menatap anaknya malu-malu.

"Yeayy.. Aku akan menceritakan pada temanku nanti"

"Leon.. sudah, cepat berangkat, kalian Hati-hati dijalan"

Tak berselang lama lelaki berbeda umur itu pergi dengan langkah cepat, sesekali saling mencubit dan bercanda layaknya seorang ayah dan anak kandung. Lagi-lagi hati phuwin menghangat, dia tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia yang luar biasa saat melihat interaksi itu, semua perlakuan Pond pada mereka membuatnya terkesima.

.
.
.
.
.

"Saham perusahaan benar-benar melonjak pak, bahkan banyak yang menginginkan saham kita dengan harga sangat tinggi"

Acara rapat sedang berlangsung, dan semua nampak teratur juga serius. terlebih Pond menyimak dan terus mencatat sesuatu yang diperlukan dimasa mendatang untuk perkembangan perusahaan.

"Setelah ini saya harap ada evaluasi lebih lanjut mengingat banyaknya client kita yang berasal dari berbagai negeri" lelaki tan itu berdiri dari posisinya, diikuti semua peserta rapat yang menunduk hormat mengiring untuk berjalan keluar dari ruangan, dibelakang sana bahkan sang sekretaris setia mengikuti.

"Tuan Pond, setelah makan siang jadwal anda kosong, apakah ada yang perlu saya tambahkan?"

Lelaki itu berhenti, menatap sekretaris pribadinya dengan anggukan "aku sengaja mengosongkan jadwal itu, aku akan makan siang diluar bersama tamu ku"

"Ahhh baiklah tuan saya permisi"

Sepeninggalan sekretaris pribadinya, Pond jalan menuju lantai satu. disepanjang jalan, semua orang dalam gedung menunduk hormat padanya, namun dia hanya berjalan lurus dan tetap fokus mempercepat langkah menuju Basement,

Jadwal hari ini mungkin padat, atau bisa dibilang setiap hari jadwalnya selalu padat. Namun terkhusus hari ini adalah salah satu yang spesial baginya, sebab sang kekasih baru saja tiba dari Jerman. Maggie memang berkuliah di negara asing itu, dan hari ini mereka akan bertemu untuk menghilangkan rasa rindu.

Sejak pendidikan selesai, dengan ajaibnya dia bisa mendapatkan banyak penghormatan sebab menanggung kuasa dari lelaki manis asing yang kini jadi begitu berarti untuk Pond. Terkadang ini menjadi salah, dan seketika berangsur sangat memuakkan. Dimana ia merasa tak memiliki andil apapun untuk merasa pantas, namun jika dipikir-pikir lagi bukankah Phuwin sendiri yang menawarkan kesenangan jika ia bersedia menemani Leon tumbuh?

Mengapa ia harus merasa bersalah?

Pond memasuki mobilnya, memutar setir dengan perlahan meninggalkan gedung perusahaan. Dengan senyum tipis di antara bibir yang terkatup, kebohongan rasanya tak pantas bertengger di antara jalan takdir yang ia pilih. Namun kenyataan membuat segalanya semakin pahit, gadis cantik bak malaikat di belahan dunia lain, sedang menantikan cintanya.

Di antara banyaknya pengunjung restoran, bagaimana bisa ia tak mendapati wanita cantik dengan penampilan glamour di ujung sana. Berangsur semangat berlari kearahnya sambil memeluk sangat erat.

"Maggie, kau mengagetkanku" Lenguh Pond, sedangkan gadis itu hanya tertawa pelan "bagaimana kabarmu?"

Maggie duduk di kursi menatap kekasihnya dengan raut antusias "Disana sangat menyenangkan, bahkan teman-temanku sangat ramah, Terima kasih Pond, kau mewujudkan impianku"

Kesan bahagia tak bisa disembunyikan, kedua orang itu benar-benar hanyut dalam obrolan panjang. sesekali Maggie akan menciumi dada lelaki kesayangannya, bak pasangan pada umumnya untuk menghilangkan rasa rindu. Maggie sendiri tak dapat melukiskan cinta dan rasa terima kasih yang dalam, bagaimana cara Pond memperlakukannya hingga mewujudkan impiannya untuk melanjutkan pendidikan di negeri luar, sungguh luar biasa lelakinya itu.

"Terima kasih Pond... Kau benar-benar membuatku merasa hidup"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak,🙏🏻 makasih udh mampir

Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang