Hari ini sepertinya memang tepat, karena Leon sedang libur panjang. phuwin sudah lama berencana membawa anaknya ke pusara, meskipun Leon hanya anak angkatnya, namun tetap saja lelaki kecil itu perlu kenal dengan mendiang ayah dan ibu Phuwin.
Mengemban hidup terasa singkat terus sendirian, sejauh ini dia masih bertahan. Meski sang kakek berkali-kali memaksanya untuk ikut ke san Francisco, Phuwin tetap enggan dan memilih bertahan di rumah peninggalan orang tuanya.
Sebuncah rasa sedih menyerang, dia merasa sangat terluka saat mengenang kematian orang tuanya. Dengan raut muram, lelaki manis itu menutup wajah dengan kedua tangan. Punggungnya bergetar hebat, disertai usapan lembut yang membuatnya tersentak.
"Mommy..." Leon bersuara lirih "Mommy jangan menangis..."
Phuwin mengangguk, menaikkan si kecil di atas pangkuannya. Mobil terus berjalan, paman supir bahkan sesekali menengok ke belakang memastikan keadaan mereka baik-baik saja.
"Mommy baik-baik saja Leon, tidak menangis lagi"
"Humm... Jangan menangis, Leon mau menangis juga jika Mommy menangis"
Rengekan lelaki kecil hanya membuat Phuwin memekik gemas, dia memeluk sosok itu lagi lebih erat "tidak sayang... Tidak..."
Setelah Berjam-jam diperjalanan membuat Leon lelah hingga tertidur, padahal se-jam yang lalu dia masih asik bermanja untuk menenangkan Mommy-nya. supir sendiri masih fokus menyetir dengan hati-hati, dan Phuwin hanya diam menatap hamparan pemandangan di sepanjang jalan.
Pasti sangat menyenangkan jika bisa mengajak Pond ikut sekalian, namun lelaki itu sedang ada di China untuk memantau proyek, lain kali sajalah mengajak Pond kesana.
Drrttt...
Phuwin merogoh tasnya, baru saja orang yang ia pikirkan "halo?"
"Sayang... Aku rindu sekali, ya ampun..."
Lagi-lagi dia hanya bisa menghela nafas menanggapi sifat kekanak-kanakan itu "ckk... Benar-benar"
"Humm... Sayangku, kau sedang apa?"
"Aku sedang di mobil, pergi ke Provinsi Lopburi"
"Apa? Hah? yang benar saja? untuk apa kesana humm? dengan siapa?"
Phuwin menjauhkan ponsel dari telinganya, sungguh pria itu sudah tantrum duluan "Bawel sekali, aku bersama Leon, kami akan mengunjungi pusara"
"Pusara? Pusara siapa?"
"Ayah dan ibuku, aku hanya ingin Leon melihat pusara mereka" Tak ada sahutan disana, Pond diam "pond? kututup telfonnya aku akan istirahat sebentar"
"Sayang, hati-hati, maaf aku belum bisa mengunjungi mereka"
"Pond, kita bisa melakukannya bersama setelah kau kembali dari China, jangan terlalu di pikirkan"
.
.
.
.
.Di Bagian utara China, tepat pada hotel berbintang lima. nampak lelaki tampan menjatuhkan dirinya ke atas ranjang, membiarkan jendela kamar inapnya terbuka. angin sepoi-sepoi menerpa dari luar membuat sayup matanya semakin mengantuk saja.
Tak lama berselang handphonenya bergetar, sigap sekali Pond mengambil benda persegi itu. Yah... mungkin saja sang pujaan hati yang mengirimi pesan, tapi tadi Phuwin sempat bilang akan istirahat.
"Sialan" Gerutunya tiba-tiba tak nyaman "darimana Maggie mendapat nomorku?"
"Pond bangsat, cepat mandi" Nampak Joong yang baru saja keluar dari kamar kecil, pria itu mengeringkan badan kemudian membuka kopernya dan mencari kemeja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END]
Фанфик"Lonceng sepeda apa?" Wajah manisnya kebingungan, mengapa dia menyusun alur yang bahkan tak pernah hadir dalam ingatannya? "Apakah ada legenda tentang dua malaikat muncul di permukaan salju? Aku selalu memimpikannya" Kerinduan menguliti tubuhnya, ka...