hari ini adalah pesta pernikahan mereka, beberapa orang memadati gedung besar tempat pernikahan itu berlangsung. Pond dan Phuwin berpakaian senada dengan warna putih perpaduan coklat susu, dari arah depan sepanjang altar phuwin melihat sekeliling dengan segala keindahan dan kemewahan dalam acara pernikahan itu.
Rasa haru, bahagia dan berdebar menjelma jadi satu. Sesaat Phuwin merasakan kakinya berdiri di atas karpet merah menggandeng tangan sang kakek penuh percaya diri, perjalanan singkat menuju ke arah Pond di depan sana terasa sangat lama.
Riuh suara teriakan bahagia, girang dan suka cita semakin menggelegar. Pond mengayunkan tangan ke atas bawah menutupi kegugupan, dari arah kursi tamu undangan nampak Joong yang bersorak heboh, ditemani pemuda manis lain yang sudah malu akan kelakuannya.
Mempelai memasuki ruangan, dengan hati-hati berjalan menyambut uluran tangan dari si pria menghantarkan mereka berhadapan pada pemuka agama yang sudah siap menuntun terucap nya janji sehidup semati.
"Apakah kalian sudah siap?"
"SIAP..." Joong bersorak tak sabaran, bahkan dihadiahi pukulan kesal dari kekasihnya.
"Baik, tamu undangan harap tenang. Acara inti akan berlangsung tak lama lagi" ujar pria di depan sana, berselimutkan kain panjang mengutarakan doa tak berhenti. Tangannya terangkat, menggumamkan kata-kata.
"Mempelai silahkan mengikrarkan janji"
"Saya Pond Naravit Lertratkosum kepada engkau Phuwin Tangsakyuen berjanji akan membangun komitmen untuk saling mendukung, menghormati, dan mencintai satu sama lain sepanjang hidup ini. Aku berjanji akan membantumu dalam mencapai pencerahan dan berbagi tanggung jawab dalam menjalani kehidupan kita bersama"
Semua kepala menunduk, mengaminkan doa dan janji yang baru saja Pond sebutkan secara sakral. Riuh tepuk tangan menggema, pernikahan itu telah menjadi gerbang memberikan ruang untuk mereka berbagi kasih dalam mengarungi kehidupan.
Pond dan Phuwin berjalan beriringan, di sekitar altar melambaikan tangan menerima banyak decakan kagum dari tamu undangan. Leon kecil berlarian membawa sebuket bunga besar, kebahagiaan di tahun ini tak lengkap rasanya tanpa puluhan bunga mawar merah yang wangi.
Phuwin tak dapat menahan tangis bahagia saat sang anak telah sampai di hadapannya menyodorkan sebuket bunga cantik "ini untuk Mommy, kata Daddy kenapa harus mawar, karena Mommy secantik mereka"
Makna yang berantakan, Pond hanya bisa menghela nafas sembari menggendong putranya. "Jadi itu artinya?"
"Humm..."
Dia tersenyum maklum, tamu undangan mulai sibuk mencicipi beberapa sajian menu. Joong berjalan buru-buru ke arah mereka, sahabatnya itu nampak tak bisa menyembunyikan kebahagiaan.
"Tebak, dengan siapa aku datang hari ini?"
"Kekasih mu?"
Joong mengangguk-angguk senang "dia manis kan?"
"Humm... Kenapa dia mau denganmu?"
Joong meringis, meninju dada Pond kesal "sialan, Phuwin juga sudah buta, karena mau menikah dengan pria jelek seperti mu"
"Ckk.. Joong, berhenti... Ini pesta pernikahan teman mu. Jangan membuat keributan" pria manis di sisi Joong terus merelai, Phuwin ikut tersenyum.
"Siapa nama mu?"
"Humm... Dunk..."
"Hia.." celoteh Leon mencoba menggapai pria manis itu meminta gendongan.
Dunk sempat menggendong Leon, mengamati bagaimana mata leon berbinar menatapnya. "Leon pasti bahagia kan hari ini"
"Humm... Leon bahagia karena Daddy dan Mommy memiliki foto pernikahan, dan Hia yang cantik datang ke pesta kami"
"Apa anakmu ini berusaha merebut kekasihku?" Amuk Joong mencoba menyingkirkan Leon dari gendongan sang kekasih, bahkan menarik Dunk untuk bersembunyi di bahunya.
"Ckk... Dia hanya anak kecil Joong, kau berlebihan"
"Humm... Aku posesif"
.
.
.
.
."Jangan lupa bawa berkas ini, bukankah hari ini ada rapat" pagi sekali Phuwin sudah sibuk menyiapkan peralatan suaminya di atas meja kamar.
"Sayang, tak usah repot, nanti manajerku yang akan datang mengambilnya" Pond mengintip dari celah pintu kamar mandi "santai saja, okey..."
"Hari ini tidak kerja?"
"Humm... Kita pengantin baru, butuh waktu berduaan sepanjang hari"
Baiklah, sekarang Phuwin paham kenapa sang suami ngotot menitipkan Leon pada kakek dan neneknya. "Sekarang jadi pemalas yah..."
"Bukan begitu sayang, tapi orang yang baru saja menikah butuh bulan madu"
Phuwin menghela nafas, percuma saja berdebat dengan suaminya.
"Apa mungkin kita keluar negeri menikmati bulan madu kita, sayang?"
Tepat di depan wajahnya, Pond berseri mengecup puncak kepalanya "eughh... Pond, bagaimana dengan Leon?"
"Kan ada kakek dan nenek, mereka suka jika aku membawa Leon kesana"
"Tidak... Tidak..." Phuwin menggeleng "aku tak akan meninggalkan anakku di sini sendirian"
"Hanya sebulan saja—
—Pond, sebulan itu lama..."
Sang suami mengangkat bahu, mengeringkan rambut sehabis keramas tadi. "Jadi kita harus bulan madu kemana? sebentar lagi pergantian tahun, melihat kembang api new york akan jadi pengalaman yang menyenangkan"
Phuwin paham, dia sendiri memiliki impian untuk kesana. Tapi jika harus meninggalkan Leon rasanya tidak bisa, terlebih mereka satu keluarga "jika memang menunggu tahun baru, yasudah ajak Leon sekalian"
"Yah... Terserah" Pond duduk di sisi ranjang memeluk pinggang istrinya sangat erat "yang terpenting kita bisa kesana dan menghabiskan waktu sepanjang akhir tahun"
"Humm..." Phuwin mengangguk, merasakan Pond mulai menghirup aroma di tengkuknya begitu gelisah.
"Sayang, sekarang tidak ada Leon" Pond mendorong pelan pria manis itu mengukungnya di bawah "ayo lakukan sesuatu yang menyenangkan"
"Menyenangkan seperti... Eughh... Pond"
Tak ada lagi kesempatan untuknya berbicara, lelaki tegap itu sudah siap menjilati setiap jengkal kulitnya. Sensasi dingin bercampur geli, gairah yang terus mengalir tak dapat Phuwin hentikan. Jemari lentik begitu telaten memainkan rambut sang dominan, meminta ruang dan kuasa lebih akan tubuh rampingnya.
"Shh..." Mereka berciuman, saling melumat bertukar saliva dan bunyi kecapan mengudara. Aroma tubuh manis dari sang submissive membuat Pond terus menggila. Dengan hati-hati tangannya mengusap penis milik Phuwin membebaskannya dengan perlahan, cairan putih mengucur sedikit demi sedikit. Dia mengambil kesempatan mengoles lubang masuk istrinya agar memberi akses yang luas.
"Pond, jangan terlalu lama..."
"Tapi jika aku melakukan sex memang lama sayang"
Phuwin menghela nafas hanya bisa memejamkan matanya menerima penis sang suami meluncur masuk, menguatkan otot-otot dalam anusnya hingga semakin rapat. "Ahhh... Akhh..."
"Akhh... Phu..." Pond menyangga tubuh, melumat bibir pria manisnya di sela-sela hubungan intim itu. "Ahh... Ahh..."
"P-pond..." Dia hanya bisa merasakan tubuhnya bergerak naik dan turun seirama dengan dorongan Pond di pagi itu.
.
.
.
.
.
.
.To be continued
Jangan lupa follow dan ninggalin jejak dulu 🙏🏻💙😭

KAMU SEDANG MEMBACA
Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END]
Fanfic"Lonceng sepeda apa?" Wajah manisnya kebingungan, mengapa dia menyusun alur yang bahkan tak pernah hadir dalam ingatannya? "Apakah ada legenda tentang dua malaikat muncul di permukaan salju? Aku selalu memimpikannya" Kerinduan menguliti tubuhnya, ka...