2

877 67 1
                                    

"Tuan muda? Tuan, baik-baik saja?"

Phuwin mengangguk, terkekeh kecil menatap wanita paruh baya itu

"Tuan sakit?"

"Tidak ihhh...." Masih tak bisa menyembunyikan rona merah wajahnya, Phuwin mengapit pipi gembil itu dengan senyum merekah.

"Lalu?"

Akhirnya dia menghela nafas gusar menatap sang Bibi malu-malu "humm Bibi Chai?"

"tuan, jangan membuatku khawatir, katakan ada apa?"

"Humm... Itu hummm.." phuwin menggeliat tak nyaman "aku mencintainya" Bibi Chai menyerngitkan dahinya tanda tak mengerti "humm, Bibi yang itu..."

"I-iya tuan siapa?" Tak dapat menyembunyikan kebingungan, dia mengusap bahu sang majikan "tuan, tenangkan dirimu..."

"Lelaki tadi, aku mencintainya" Phuwin nyaris memekik, namun masih bisa mengendalikan diri.

"Pantas saja tuan kaget melihat pemuda tadi" dengan senyum menggoda, Bibi Chai membuat pria manis itu semakin merona "tuan muda, benar-benar lucu"

"Apa itu sangat jelas?"

"Tentu saja tuan, aku mengenalmu dari kecil dan ini pertama kalinya aku melihat ekspresi semacam tadi" terus menggoda lagi dan lagi "pantas saja tuan suka membaca koran"

"Heh, ishh Bibi" Amuk Phuwin mengambil snack, dia menghentakkan kaki dan memeluk benda berukuran cukup besar itu.

"Tuan benar-benar lucu, apakah tuan sering mengintipnya saat pagi hari di jendela kamar?"

"Ya ampun" Phuwin menatap wanita paruh baya itu sangat panik, bukankah sudah cukup membuatnya salah tingkah "Bibi Chai, hentikan..." Dia mengamuk dan berjalan cepat, masih setia memeluk cemilannya. Mulutnya terus menggerutu, bersamaan dengan snack yang ia letakkan di meja kasir.

"Ini saja?"

Harus diakui, tadi memang pertama kali Phuwin mendengar suara lelaki idamannya itu. tapi sekarang dia mendengarnya lagi, suara serak bass yang berat. Setengah tak sadar wajah manisnya terkesima.

Dia sebenarnya tau Pond bekerja disini, makanya dia bersikeras ingin datang. tapi sama sekali tak menyangka akan saling bertatapan lama, dan mendengar Pond berbicara khusus hanya padanya.

"Tambah ini" Bibi Chai menaikkan keranjang diatas meja, kemudian menatap Phuwin sambil menggeleng "jika tuan masih ada disini, antrian kasih akan panjang"

phuwin menahan nafas dengan wajah gugup.

"Baiklah saya total dulu" Pond mulai bekerja layaknya kasir menghitung belanjaan, ini agak repot karena barang belanjaan mereka sangat banyak.

"Dimana kau tinggal nak?"

Pond tersenyum tipis "di bagian belakang gedung komersial" Jawabnya sopan.

"Ohh, baiklah kau yang selalu mengantar surat kabar pagi kan?"

"Ahhh benar Bibi" nampaknya pemuda itu sangat sopan, dari tutur katanya saja, Bibi Chai bisa merasakan itu "Bibi langganan surat kabar yang ku antar?"

"Iya tapi bukan aku yang mengambilnya, kadang supir rumah yang mengatasi itu"

Pond menghentikan aktivitasnya, menatap sang Bibi dan pemuda manis itu bergantian "pantas saja wajah kalian asing"

"Begitulah nak, kau terlihat anak yang baik, itu bagus untuk tuan muda"

"Hah? iya..." Pond tersenyum bingung.

"Bibi... " Phuwin menatap Bibi Chai mengkode "apa yang Bibi lakukan?" Bisiknya.

Suasana hening, sebelum akhirnya Pond menyebut nominal belanjaan. "Ahh, baiklah" Bibi Chai membayar belanjaan, kemudian menatap majikannya dengan senyum tipis "ahh, nak Pond... kau bisa mampir jika ada waktu dirumah kami"

"Terima kasih Bibi, Terima kasih, tapi aku tidak mau merepotkan"

"Mampirlah jika ada waktu"

Phuwin tak tahan lagi, ia melangkah cepat menuju mobil. Dengan raut wajah dongkol, ia masuk kesana dengan terburu-buru bahkan membuat sang supir keheranan melihatnya.

"Tuan? Ada masalah?"

"aku tak apa"

Supirnya itu mengangguk dan langsung turun saat melihat Bibi Chai keluar dari kedai. Ia membantu mengangkut barang ke dalam bagasi mobil.

"Ahhh... panasnya" Phuwin mengibas-ibas pipi gembil nya "aku bisa gila..." Nada bicaranya frustasi, fokus menatap kedai kecil itu. hingga tak sadar Bibi Chai sudah duduk di sampingnya.

"Tuan,?"

"Ishh... Bibi"

.
.
.
.
.

"Pond, datanglah ke rumahku malam ini, kita makan malam disana" Nampak Joong sibuk memakai jaket tebal serta beberapa perlengkapan musim dingin.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, waktu bekerja mereka sudah berakhir. Pond sendiri sebenarnya berencana untuk pergi di kedai pinggir jalan untuk mengisi perut, Tak enak juga jika dia menumpang makan pada sang sahabat,

"Tak masalah Joong, kau kira aku tak punya makan malam, sialan kau..." Dia menyempatkan diri memukul pelan bahu pria itu, tak lupa memberi senyum konyol yang tak pernah berubah "aku pulang duluan, aku punya bnyak stok daging sapi di rumahku"

"Wow, kau tak bilang padaku, sepertinya enak, aku ingin ikut"

Sial, Joong benar-benar percaya dan antusias akan cerita bohongnya "pergilah, jangan mengganggu makan malamku" Pond jalan tergesa-gesa, keluar dari area staff dan meninggalkan pria itu.

"Selamat bersenang-senang sialan, pelit sekali..."

Pond hanya bisa tersenyum miris, langkahnya mulai menjauh. menuntun kaki ke arah gang kecil, dia butuh makanan malam ini. disusurinya kedai-kedai di pinggiran gang dengan harapan yang besar.

pond tersenyum kecil dan melihat sekitarnya, dia masih bisa terkekeh pelan mengingat nasib menyedihkan yang ia jalani. Hidup telah menelantarkannya, ntah dia terlahir dimana, oleh siapa?, dia tak pernah tau.

Siapa ayahnya? Siapa ibunya?

Tak pernah sekalipun dia berfikir untuk mencari seluk-beluk itu, sudah lama sekali keadaan membuatnya paham bahwa dia bisa tanpa itu semua. Sayup-sayup di keheningan, suara perut lelaki tegap itu  bergemuruh, haruskah tidur saja?

"Ahh.. Benar juga" Selintas ide menggerogoti otaknya "apa tak masalah yah? astaga apa yang kupikirkan memalukan sekali, aku bukan pengemis" dia merutuk seolah berdebat dengan diri sendiri "tidak-tidak kau tak ada kepentingan untuk datang kesana"

Tak akan melanjutkan pemikiran gilanya, dengan berat hati dia mencoba kembali pulang. Siapa yang akan percaya jika dia seberani itu untuk datang meminta makan di kawasan elit milik tuan muda yang tadi siang berkunjung di kedai tempat ia bekerja? Memalukan sekali. Meski wanita paruh baya tadi sangat antusias mengundangnya, bukankah itu hanya basa-basi saja?

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💙💙🙏🏻😭

Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang