4

903 78 2
                                    

"apa ini cocok?" Phuwin meneliti wajah kecil itu, matanya masih memilih-milih deretan baju lengkap yang di belanjakan Bibi Chai pagi ini. "Leon suka yang mana?"

"Leon suka semuanya..."

Phuwin memekik riang, sontak menyambut pria kecil itu dalam pelukan kuat "ughh... Menggemaskan..."

"Phi... Lepaskan... Ini sesak..."

Dengan tawa renyah, perasaan bahagia luar biasa, Phuwin mengangguk mantap. Dia mengendurkan pelukan, dan mulai menatap baju-baju kecil itu pada tempat didalam lemari yang sudah ia kosongkan, khusus untuk Leon.

"Apa Leon sudah lapar?"

Si kecil menggeleng, bahkan terus berguling-guling diatas tempat tidur "Phi... Apa aku tak masalah jika terus-terusan ada disini?"

"Hah? Tentu saja tidak, mulai sekarang kau akan ada disini untuk selamanya..."

Mendadak, wajah si kecil sedih "tapi kenapa? Aku hanya anak jalanan yang dipungut olehmu, tubuhku bau..."

"Tidak kok..." Phuwin mendekat, dengan penuh kasih sayang menggendong sosok kecil itu dengan penuh perhatian "semalam aku sudah menenggelamkan mu di bathtub dengan bunga-bunga, sudah tidak bau lagi. Sekarang Leon sangat wangi, iyakan?"

Jika dipikir-pikir memang iya, dia tersenyum kecil dan mengangguk "Phi... Jadi Mommy ku saja..."

"Hah? Tapi aku kan lelaki..." Sergah Phuwin cepat, matanya keheranan.

"Tapi..."

"Kau Bingung kan"

Bibi chai muncul di antara mereka menyusun beberapa pakaian dalam baru milik bocah itu, dia rasanya akan tertawa kencang mendengar pembicaraan dua lelaki berbeda umur itu. "Iya panggil tuan muda dengan sebutan Mommy saja Leon..."

"Kenapa begitu sih?"

"Karena tuan muda menyukai lelaki" Bibi Chai masih tersenyum, seolah mengatakan ia puas "dan lagi, jika memang tuan muda berkencan dengan Pond, apa tuan muda akan jadi pihak atas"

"Hah?" Phuwin melongo, tatkala wanita paruh baya itu keluar dia masih dalam keadaan syok.

"Jadi Phi? Mau di panggil Mommy atau Daddy?" Goda Leon "aku tak menyangka Mommy suka dengan Phi Pond"

"Heh, bocah..."

"Mommy jangan marah-marah"

Phuwin mengatupkan bibirnya "iya sayang, maaf yah..."

Leon tertawa kencang, cukup canggung sejak awal memasuki rumah mewah ini namun kehangatan yang ia dapat begitu luar biasa. Seketika semua ragu dan keresahan dalam hatinya terhempas sudah, berganti terus berganti jadi butir kebahagiaan.

Pijakan tangga di setiap kali Leon melangkah menghantarkannya keruangan lebih besar di bagian bawah, nada kekaguman tak berhenti keluar dari mulut mungilnya. Beberapa furniture yang baru pertama kali ia lihat jadi berkali-kali mencengangkan, tak lupa sajian lengkap dan aroma harum menusuk kala ia menonjolkan diri ke dekat meja makan.

"Leon.. duduk yang baik, Mommy akan menyendokkan makanan" Phuwin mondar-mandir di dekat meja, berulang kali kembali ke counter table guna mencari kebutuhan yang lain.

"Mommy..."

"Humm..."

"Apa aku tak masalah jika seperti ini?"

Phuwin meremang, mendekat mencoba memeluk ringan si kecil "kenapa? Apa yang kau khawatirkan?"

"Aku hanya merasa, kau sangat hangat tapi tempat ini, tidak..."

Phuwin bersikeras, mengusap dengan sayang rambut Leon kemudian tersenyum kecil "nanti Mommy akan mengundang Phi Pond datang kesini, setidaknya kau punya teman. Jadi bisa lebih lega untuk bermain disekitaran rumah"

"Memangnya boleh?"

"Kenapa tidak boleh? Lagipula Mommy senang jika rumah ini tidak sepi lagi"

Cerita sederhana mendadak bisa dipercaya, Leon tak pernah menduga dia telah ada dalam kisah ini. Dia meninggalkan tempat yang muram, menyambut kebahagiaan yang entah akan bertahan sejauh mana. Tangan mungilnya melebar, membentang mencoba mengundang pelukan erat dari sosok yang lebih dewasa. Seolah mengatakan, bahwa tak ada kesyukuran yang melebihi tempatnya berpijak saat ini. "Aku mencintaimu Mommy, selamanya..."

.
.
.
.
.

"Pasti sibuk sekali yah seharian ini"

Pond mengangguk, dia memeluk erat sang kekasih sembari mengusap rambut panjang itu dengan sayang "Maaf yah, bahkan kita tak bisa makan malam bersama semalam, aku tak bisa"

"Tak apa, jangan merasa bersalah" senyum Maggie tulus "aku yang seharusnya meminta maaf sudah menganggumu"

"Tidak sayang, kau wajar jika ingin bertemu, kau adalah kekasihku"

"Lalu apakah besok ada waktu?"

Pond diam sejenak, dia berfikir tentang janjinya pada Leon untuk bertemu besok, dia bahkan sudah vakum di semua kerja paruh waktunya untuk Leon. jujur saja dia dijanjikan oleh Phuwin akan mendapat beberapa tunjangan selama ia hadir untuk bocah itu, kesepakatan yang menguntungkan. Phuwim bahkan sudah berjanji akan senantiasa memasukkan saldo di rekeningnya jika ia setuju. sehingga Pond tak perlu lagi melakukan semua pekerjaan paruh waktu lagi.

"Pond? Benar-benar tidak bisa yah?"

"Maafkan aku humm, besok aku juga masih memiliki pekerjaan" baginya ini bukan kebohongan, dia menemani Leon memang atas dasar kesepakatan dan pekerjaan kan? Dia bisa menghasilkan uang jika melakukan itu.

"baiklah tak masalah, kita bisa melakukannya di lain waktu"

"Maafkan aku sayang"

"Tak apa, kau melakukannya karena pekerjaan"

Tujuan pond hanya satu untuk saat ini, dia bisa menghidupi dirinya dulu, mulai mencari pekerjaan dan melamar Maggie sang kekasih hati. dia mau kehidupan mereka berakhir dalam pernikahan yang layak, bukan hanya sekedar cinta buta hingga membuat kehidupan wanita tercintanya menyedihkan.

"Tunggu aku lebih lama lagi, bisa kan?"

Maggie mengangguk, matanya menyiratkan ketulusan. Pond tau kekasihnya ini sangat mencintainya, kadang berfikir dia telah banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, sampai melupakan waktu luang di antara mereka. Namun kenyataannya Pond tak seperti lelaki lain, dia harus bekerja dahulu jika ingin mendapatkan sesuatu, bersyukurlah Maggie selalu menerima keadaanya.

Pond mengusap rambut panjang kesukaannya itu, senyuman dan cara Maggie mengerti padanya, Pond selalu takjub Dengan hal itu. di sentuh lah pipi gadis itu dengan nyaman mendaratkan ciuman di antara mereka, di bawah lampu malam sekitaran trotoar mereka berciuman. Lalu-lalang memang sepi, hingga saat keduanya selesai berciuman suara tawa muncul di tengah-tengah mereka, saling memeluk untuk bertukar kehangatan. keduanya tenggelam dalam kasih sayang dengan harapan tinggi tak akan ada ujung dalam kisah mereka.

"Humm.. Pond, berjanjilah, kita akan bersama untuk waktu yang sangat lama..."

Lelaki tinggi itu tersenyum, mengecup sekali lagi puncak kepala gadis itu "untuk waktu yang sangat lama, hingga kematian kita tiba..."

.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir🙏🏻

Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang