I

22.1K 1.2K 14
                                    

_________________________

Desire
_________________________

Suasana berkabung tak hanya terasa dalam ruangan ini. Cuaca di luar terlihat mendung, seolah ikut menggambarkan kesedihan mendalam dari keluarga yang ditinggalkan.

Namun berbeda dengan sosok pria yang duduk dengan tatapan nanar kearah foto seorang wanita yang terbingkai dengan senyum meronanya, begitu cantik ㅡ dan tuhan telah merenggut nyawanya.

Pria itu hanya terdiam, bahkan hampir tak berekspresi sama sekali. Tak perduli dengan banyak mata yang terlihat mengintimidasi atas sikapnya. Atau bahkan mata-mata yang terlihat iba.

"Jay, aku turut berduka cita atas meninggalnya istrimu." Suara itu mengalihkan pandangannya yang hampir tak lepas selama berjam-jam kearah bingkai tersebut ㅡ tanpa rasa letih sedikitpun.

"Terima kasih, John." Jawab pria itu singkat menatap sekilas rekannya yang menghampirinya duduk di ruang berkabung, tanpa mengubah ekspresinya sedikitpun.

"Kau sudah makan?" Tanya rekannya kembali yang hanya dijawab dengan gelengan singkat lalu merunduk.

Rekannya terlihat mendengus pelan, seakan benar-benar mengasihani pria itu.

"Nak Jaehyun, istirahatlah. Kau belum makan dari kemarin malam bukan?" Suara kedua yang menghampirinya dengan begitu serak, seolah tak henti habis menangis. Seorang wanita separuh baya, sedikit terpuguh berjalan menghampirinya.

"Iya Bu, saya belum lapar." Jawabnya, yang tetap datar tanpa ekspresi.

"Jay, kau jangan menenggelamkan dirimu pada kesedihan. Jangan menyiksa dirimu seperti ini." Ia menoleh mendengar kata-kata itu.

Sedih? menyiksa diri?

Kata-kata yang seolah bersahutan dipikirannya.

Benarkan aku merasakan hal itu?
Aku pun tak mengerti apa yang kurasakan saat ini.

"Aku hanya tak berselera makan."

Ya, selera makanannya menghilang. Bukan karena pemilih dalam soal makanan. Hanya saja, belum ada yang cocok. Meski semewah apapun makanan di restoran mahal, dan di masak oleh koki ternama. Ia tetap tak menemukan selera itu.

Hanya masakan wanita itu, dan ibunya, yang membuat selera makannya naik.

Mungkinkah, aku kehilangan kembali orang yang membuatku berselera dalam soal makanan?

Jaehyun tersenyum pahit, pikirannya terus menertawakan dirinya sendiri. Sekilas teringat kejadian saat usianya beranjak 13th. Air matanya yang terus mengalir di depan pusara ibunya. Rasa sakit yang benar-benar menyiksa karena kehilangan.

Namun, mengapa tidak untuk saat ini? Tak ada rasa sakit itu, seakan sudah mengikhlaskannya.

"Pulanglah dulu, dan istirahat nak. Kau tampak lelah." Wanita separuh baya itu kembali berujar. Ia sedikit menekankan kata-kata itu, yang membuatnya tak bisa mengelak.

"Biarku antar." Pria bernama lengkap Jung Jaehyun itu hanya mengangguk, mengiyakan tawaran rekannya bernama Johnny Suh.

***

Ia masih tak banyak berbicara sepanjang perjalanan. Sampai mobil yang di kendarai Johnny terparkir di depan halaman yang cukup luas dengan taman di sisi kanan dan kirinya.

Mereka berdua keluar dari mobil bersamaan. Berjalan menuju pintu rumah yang bisa dilihat sangat mewah dari luar.

"Kemana pembantu-pembantumu?" Tanya Johnny, penasaran. Melihat rumah sebesar ini tampak begitu kosong dan sunyi.

"Aku berhentikan." Jaehyun yang hampir terlelap setelah membaringkan tubuhnya di atas sofa, menjawab dengan matanya yang terpejam.

"Kenapa?" Selidik Johnny, sifatnya selalu ingin tau lebih. Bahkan kini sedang mengabsen isi kulkas di dapur Jaehyun yang jaraknya memang tak begitu jauh dengan sofa ruang tamu tempat Jaehyun yang sedang berbaring saat ini.

Johnny menoleh karena tak mendapat jawaban. Ia kembali ke ruang tamu dengan sekaleng bir yang ia ambil dalam kulkas. Duduk di samping Jaehyun yang terdengar sedikit mendengkur lelah. Jaehyun tertidur pulas di sofa.

***

Jaehyun mengerjap, membuka kedua kelopak matanya perlahan. Ia mengendus, mencium bau makanan yang berasal dari atas meja. Johnny memesan ayam berbumbu rupanya, yang sengaja diletakan di atas meja untuknya makan.

Itu sekilas yang ia baca, dari memo yang ditulis Johnny. Ia sudah pulang dari sore, dan waktu kini sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Hujan lebat menderu di luar sana. Seolah sudah diprediksi Johnny, ia pun menyalakan semua lampu di lantai bawah. Tidak membiarkan Jaehyun yang bangun dengan keadaan gelap gulita.

Jaehyun menghela napas, mengambil sepotong ayam yang hanya ia makan tiga gigitan, lalu kembali ia letakan di meja. Ia masih dalam keadaan tidak berselera.

Ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan membersihkan diri. Mungkin akan kembali tidur di kamar setelahnya.

Namun air hangat itu justru menyegarkannya yang kini berbaring hanya mengenakan boxer diatas tempat tidurnya. Matanya melekat pada ponsel yang ia genggam. Membaca sekilas beberapa pesan yang masuk, tanpa ada niat sedikitpun untuk membalasnya.

Terdiam sejenak, lalu menaruh ponselnya di atas nakas. Meraih guling dan memeluknya erat. Suhu di kamarnya bisa dibilang cukup dingin ditambah hujan di luar yang terdengar masih sangat deras, namun sepertinya ia enggan mengenakan pakaian. Manarik selimut yang ia kenakan hanya sampai pinggangnya.

Padangannya beralih pada sisi tempat tidurnya yang terlihat kosong. Dirabanya dengan lembut sisi kosong itu, seolah mengelus sosok seseorang.

Mungkinkah aku merasa kehilangan? Apa aku benar-benar membutuhkannya?

Batinnya bergejolak linu. Seperti ada rasa lain yang justru membuat tubuhnya memanas. Berdesir dengan lembut kesetiap titik tubuhnya, semakin tenggelam dan membuatnya terpejam. Seperti ada hasrat lain yang ingin ia wujudkan, mengundang sedikit rasa nyeri dikepalanya, bahkan di pusat sensitif miliknya.

Ia mengepalkan tangannya, menelan bulat-bulat rasa itu. Memilih terlelap untuk melaksanakan kembali aktifitas esok.

TBC_

Another remake story....

Ini cerita favorite aku, gak tau kenapa dan pengen aja bikin jadi versi Jaeren.

Desire [JaeRen] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang