🍁 21 [Take a Rest]

6 2 0
                                    

"Mari, Nona Muda. Saya tunjukkan kamar Anda." Aiden mengatakannya dengan sopan sambil berjalan di depan dan menaiki lift bersama dua pria lainnya. Tidak ada pembicaraan selain pertanyaan dari Hendery untuk rencana besok yang hanya dijawab singkat oleh lawan bicaranya.

Mereka berhenti di lantai lima belas dan kedua pria berjabat sebagai tangan kanan segera memberi jalan untuk atasan mereka. Aiden berhenti di depan pintu bernomor 107 dan Hendery berhenti di nomor 108, masing-masing dari mereka menyerahkan kartu kamar kepada sepasang kekasih itu sembari berkata, "Ini kamar Anda. Saya akan berada di sebelah kamar Anda kalau Anda mencari saya, Nona Muda/Tuan."

"Okay. 105?" tanya Ellena yang disambut anggukan oleh pekerjanya. Dia langsung memasukkan kartu untuk bisa masuk ke dalam kamar hotel. Aiden masih berdiri di samping untuk mengawasi sang Nona.

"Aku akan melakukannya sendiri. Kamu sudah boleh beristirahat. Terima kasih untuk kerja kerasnya hari ini." Aaron mengambil passing card dari tangan Hendery dan memasukkan benda persegi panjang tipis tersebut ke dalam tempat scan.

"Baik, Tuan." Hendery membungkuk sebelum menuju kamarnya selama tiga hari ini. Begitupun dengan Aiden. Meninggalkan yang ada di koridor sepi mendadak.

"Hari ini hanya beristirahat."

Ellena terdiam sebentar sebelum bergumam untuk menjawab dan membuka pintu kamar dengan sebelah tangan lainnya siap menarik koper.

"Akan aku panggil kalau sudah memasuki jam makan malam. Jangan memikirkan apapun, nikmati waktumu di sini," ucap Aaron tanpa melihat sang kekasih dan mendorong knop pintu saat melihat lampu menyala hijau. Dia menarik koper ke dalam ruangan tersebut dan menutup kembali pintu kamarnya.

Ellena masih mematung di depan ambang pintu, hatinya berdenyut sakit saat mendengar kalimat sang pacar. Butuh waktu lima belas detik untuknya kembali sadar dan membereskan bawaannya.

Begitu dia menginjak lantai berlapis karpet gelap, lampu di atasnya segera menyala begitu juga dengan lampu lain di area tempat tidur. Koper langsung dibiarkan di dekat belakang pintu. Kamar yang cukup luas untuk dihuni oleh seorang seperti dirinya dengan fasilitas lemari yang menempel pada dinding.

Dia mendorong pelan pintu kayu eboni dengan pelan dan terpampang fasilitas kamar mandi yang cukup lengkap. Baik shower maupun bathtub disediakan, sebuah area wastafel dengan peralatan mandi seperti sabun, shampo, alat membersihkan gigi sampai pada hairdryer disediakan.

Berniat melihat lebih jauh, wanita muda itu keluar dari ruangan yang lebih kecil dan berjalan lebih dalam, matanya bertemu dengan ranjang berukuran king size diletakkan di tengah dengan meja nakas penuh dengan telepon dan lampu tidur. Tepat di depan tergantung televisi, dengan meja rias di sebelahnya yang menyatu dengan lemari pakaian.

Tangannya menyibak tirai jendela dan disuguhkan dengan cahaya matahari panas di Miami, terdapat sebuah balkon mini di luar sana, tanpa berpikir panjang, dia membuka pintu dan berjalan ke tepi balkon yang dibatasi dengan pembatas.

Ini memang bukan pertama kalinya dia menginjak tanah Miami, terakhir kalinya dia mengunjungi salah satu kota di Florida ini delapan tahun yang lalu karena perjalanan bisnis sekaligus mengajak satu-satunya anggota keluarga yang dia punya untuk mencuci mata dari hiruk pikuknya Manhattan.

Ternyata kamarnya menghadap ke belakang gedung, terlihat pemandangan kota Miami yang berpadu dengan lautan di ujung sama. Tepat di bawahnya terdapat kolam renang yang luas ditambah adanya permainan air untuk anak-anak maupun orang dewasa.

Sungguh memanjakan mata, seharusnya Grandpa juga ikut, Ellena berucap dalam hati sambil menyayangkan keputusan yang diambil pria yang telah lebih banyak menghabiskan waktu dengan hiburan.

Scar of Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang