🍁 30 [The Reason to Hurt]

4 1 0
                                    

08 Oktober, sepuluh tahun yang lalu
07.03 p.m
Manhattan, New York

"Mark, mau kemana?" Aaron yang baru kembali dari kegiatannya saat menemani ketua divisi pemasaran perusahaan memimpin rapat untuk proyek pembangunan yang mereka terima. Aaron menyetujui permintaan dari Mark.

"Kamu tidak akan melakukan apapun di sana. Aku hanya memintamu untuk duduk dan mendengar diskusi rapat tersebut. Sam yang akan membawamu pulang."

Perkataan dari Mark melalui telepon saat dia hendak pulang dari sekolah, dia sedang dalam turun tangga sekolah sambil menjawab telepon dan melihat sebuah kendaraan hitam mengkilat beroda panjang bertarif tinggi itu terparkir apik di halaman sekolah.

"Menghadiri pesta perayaan Johnson," ucap Mark dengan santai.

"Oh."

Aaron menjawab sesingkat mungkin, menunjukkan kalau dia tidak perhatian sama sekali dengan siapa yang menyelenggarakan pesta.

"Tidak mau ikut?" tanya Mark lagi selagi merapikan dasi yang melingkar di lehernya. Pria tersebut terlihat lebih dewasa dan menampilkan pria paruh baya yang masih sehat. Dia mempunyai kegiatan rutin tentang olahraga dengan Aaron setiap minggunya.

Aaron menggeleng, tas sekolah yang dijinjing terlempar ke arah sofa dan pemuda berusia delapan belas tahun itu lebih memilih ke dapur untuk mengambil minuman dingin pelepas penatnya.

"Yakin tidak mau? Kudengar cucunya cantik," kata Mark sambil menaikkan sebelah alisnya. Ketawa menggelegar di ambang pintu yang membatasi area dapur dengan ruang makan saat melihat Aaron memicing kepadanya.

"Soalnya, kamu tidak pernah mendekati gadis manapun kata Margareth." timpal Mark sambil bersandar pada sisi dinding. "Siapa yang tahu kalau kamu mungkin saja menyukai cucunya,."

"Kamu mengirim mata-mata?" tanya Aaron yang tidak mempedulikan pertanyaan usil lainnya.

Mark hanya tersenyum kecil, "Dua bulan. Tetapi kemudian, Margareth sendiri yang ingin melihatmu."

Aaron memutar bola matanya, terjawab sudah selama 3 tahun dirinya memasuki tingkat pertama pendidikannya dia melihat ada asisten ayah angkatnya beberapa sisi dari sudut tersembunyi.

"Nama cucunya-"

Aaron langsung bersuara, "Aku akan bertemu dengannya cepat atau lambat. Kamu pergi ke pesta kakeknya itu artinya kalian punya kerja sama. Kita bisa membahas ini nanti."

"Akan lebih baik kamu segera pergi, Mark. Pestanya tidak mungkin dimulai jam sembilan malam, kan?"

Mark terkekeh dan menggelengkan kepalanya, Aaron selalu begitu setiap kali membahas tentang perempuan. Mark pikir mungkin karena tidak ada perempuan yang berada di samping Aaron lebih dari lima tahun atau mungkin Aaron terlalu trauma dengan perlakuan mendiang ibu kandungnya.

"Baiklah, aku pergi dulu. Ada yang mau kamu titipkan saat aku pulang? Mungkin cemilan tengah malam?"

Aaron meletakkan gelas kosong di atas wastafel dan berdengung sejenak sambil memikirkan sesuatu, "French fries and burger, can I have them?"

Mark tersenyum, "Of course. Wait for me. I'll go."

09.56 p.m
Manhattan, New York

Aaron mengernyitkan dahinya, terpampang nama 'Papa' di sana dan segera mengangkat tombol hijau tersebut, "Halo."

"Dengan Tuan Aaron?"

Suara bukan suara Mark, batin pemuda yang merubah posisinya menjadi duduk bersila di atas kasurnya, dia sedang bermain dengan ponsel sendirian di dalam kamar setelah mendapatkan makan malam berupa steak.

"Iya. Kenapa ponsel Papa ada denganmu?" tanya Aaron yang langsung ke topik utama yang ingin dia cari jawabannya.

"Tuan Mark berada di rumah sakit. Dia terkena tembakan saat di pesta Tuan Johnson."

Aaron langsung membulatkan matanya, "Rumah sakit yang mana? Aku akan ke sana dengan segera."

"St. John Hospital."

Aaron langsung menutup ponselnya, dengan terburu-buru menarik jaket yang tergantung bangku meja belajarnya dan memanggil supir untuk segera memanaskan mobil.

"Pesta Grandpa?" tanya Ellena saat mendengar cerita masa lalu kekasihnya. Aaron tak menjawab, pertemuan mereka pertama kali secara langsung adalah di sekolah. Tetapi, setelah Mark meninggal, dia tahu Ellena menghadiri pemakaman tersebut.

Keduanya sama-sama menahan diri untuk tidak bersuara. Ellena melihat ke luar jendela sedangkan Aaron memilih merebahkan tubuhnya dengan posisi telentang dan melihat ke langit kamarnya.

"Dua luka tusuk lebar di sekitar perut dan sebuah luka tembak tepat di jantung. Kata tim medis yang menangani Mark, luka tusuknya terlalu dalam sampai mengalami pendarahan hebat. Dia langsung meninggal di tempat," ucap Aaron dengan tatapan kosong.

Ellena tidak menjawab, dia bangkit berdiri dan langsung berjalan keluar kamar tanpa suara.

Pesta Grandpa sepuluh tahun yang lalu, itu adalah kenangan terburuk. Tidak mungkin ..., batin Ellena yang berkecambuk di pikirannya sampai tidak menyadari kalau dia keluar dari penthouse dan memasuki mobilnya yang terparkir apik.

"Bawa jalan mobilnya kemanapun."

"Baik, Nona Muda."

Scar of Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang