C h a p t e r 🌻 t h i r t y e i g h t

881 128 30
                                    


Happy Reading...


∆∆∆

Hanya ada sebuah meja dengan sepasang kursi yang berhadapan didalam ruangan yang cukup luas namun tertutup itu, dinding-dinding tinggi mengurungnya, udara tak begitu bagus karena pengap dan lembab, udara keluar masuk hanya dari ventilasi yang tak seberapa besarnya di ditengah-tengah dinding. Seorang petugas berjaga di luar ruangan.

Dua pria duduk berhadapan, salah satunya bersandar pada kepala kursi. Sepasang mata menatap nanar sosok yang duduk dihadapannya dan sepasang mata lagi hanya menatap datar tanpa emosi.

“Appa tidakkah kau merasa berdosa pada Sohyun?” Suara tenang Jungkook memecah keheningan, dia melayangkan tatapan nanarnya sementara Taewoo, wajah itu bahkan tidak merasa bersalah sedikitpun.

“Aku sudah sangat baik karena sering memperingatinya. Tapi dia selalu menganggapku remeh.”

“Tapi sayangnya dia gadis yang kuat hingga kau tidak bisa menyakitinya begitu saja.”

Sudut bibir Taewoo tertarik. Tersenyum sinis. “Mungkin dia sedang menangisi bayinya—”

“Bayinya masih bersamanya. Dia sekuat ibunya,” bohong Jungkook. Karena yang sebenarnya dia belum tahu apa bayi itu masih bersama ibunya atau tidak.

Senyum Taewoo hilang sepenuhnya. “Dia masih beruntung,” komentarnya pahit.

“Tuhan tidak akan mengambilnya setelah kau melenyapkan orang tuanya ”

Taewoo melayangkan tatapan tajamnya. “Aku tahu semuanya, bahkan sejak awal. Kedatangan mereka kerumah adalah awal penderitaan Sohyun.”

“Aku akan keluar dari perusahaan,” katanya tiba-tiba tanpa jeda.

Dia menunggu hingga ayahnya mengakatakan sesuatu namun hingga detik berikutnya bergulir Taewoo tetap menatap Jungkook tajam tanpa kata.

“Kau sadar dengan apa yang kau katakan?” Dari suaranya sudah terdengar jelas jika Taewoo berusaha menahan kuat-kuat kemarahannya. “Kau bergabung dengan mereka untuk menghancurkan aku?”

Jungkook tidak menyangkal ataupun mengiyakan. “Aku tetap akan mengundurkan diri. Semua sahamku sudah aku alihkan pada Han Sohyun.”

Taewoo bangkit dengan kasar dari duduknya, kursi itu berdecit, menggema diruangan dengan atap semen itu. Dia menggebrak meja dengan tangan-tangan besarnya. “Kau sangat ingin menghancurkan ku rupakanya. Kau memberikan kerja kerasku pada musuh-musuhku!”

“Apanya yang kerja kerasmu? Appa semua itu bukan milik kita! Kau mendapatkannya dengan kelicikanmu. Kau sudah menghilangkan banyak nyawa!”

Sudut bibir Taewoo tertarik. Tersenyum sinis namun terkesan hambar. “Kenapa tidak kau katakan dari dulu? Kenapa baru sekarang kau mengatakannya setelah aku berada disini?”

“Aku selalu berusaha menghentikanmu tapi kau sendiri yang menuju jurang kehancuranmu.”

“Kau sudah merenggut apa yang seharusnya dia miliki. Keluarganya, haknya, bahkan hidupnya. Selama ini aku sama sekali tidak pernah mengasihaninya, aku mengasihani diriku sendiri.” Taewoo memicingkan matanya tak suka mendengar kalimat Jungkook.

“Dia jelas-jelas kehilangan keluarganya tapi kami tidak jauh beda, Ayah ataupun ibu, aku seperti tidak memiliki keduanya.” Jungkook tertunduk sesaat dengan menghela nafas panjang yang berat.

Guratan di wajah Taewoo yang keras sedikit mengendur, ada pancaran bersalah dari mata tuanya. Jungkook kembali memandang ayahnya. “Aku merindukanmu …” Suaranya teramat pelan seperti sebuah bisikan. Matanya memancarkan sebuah kerinduan yang selama ini dia pendam. "... Ayahku yang dulu.” Dia tersenyum getir. Ayahnya yang dulu yang baginya adalah pria yang paling baik.

 Wedding Contract [ R E M A K E]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang