"Aku tahu caranya," kata Gaby.
"Bagaimana?" Gibran bangkit dari pangkuan Gaby dan menunggu Gaby melanjutkan kalimatnya.
"Tadi, aku sudah menghubungi mantan-mantanku yang kebetulan tinggal di Indonesia saat ini. Aku ingin mengadakan reuni kecil-kecilan bersama mereka, di apartemenku..." ucap Gaby memberitahukan rencananya pada Gibran yang langsung disambut dengan gelengan kepala oleh lelaki itu.
Kenyataan bahwa Gaby masih Virgin cukup membuat Gibran terkejut. Tapi dengan alasan yang telah dikemukakan Gaby kepadanya malam ini, pun tentang cerita rahasia masa lalu yang Gaby ungkap setelah sebelumnya berhasil dia simpan rapat-rapat dari dunia, cukup membuat Gibran percaya dengan pengakuan itu.
Terlebih dengan keberadaan Theo di sekitar Gaby selama ini.
"Aku nggak setuju, Gab! Itu terlalu beresiko. Aku tau siapa mereka, aku nggak mau kamu sampai kenapa-napa," kata Gibran menyampaikan rasa tidak setujunya dengan rencana yang telah Gaby susun.
Gibran tahu betul bagaimana perangai dari masing-masing mantan-mantan Gaby itu, jadi menurutnya rencana untuk mengundang mereka secara bersamaan dalam satu waktu itu bukanlah hal yang bagus. Bisa-bisa, Gaby menjadi santapan mereka ramai-ramai. Membayangkannya saja Gibran ngeri, apalagi hal itu harus menjadi kenyataan.
"Gib, menurutku ini satu-satunya cara paling ampuh untuk memancing Theo keluar. Dengan begini, mungkin kita bisa menangkapnya," balas Gaby kekeuh dengan apa yang dia pikirkan. "Kamu dan Reno bisa memantau kegiatanku melalui CCTV apartemen. Jika memang keadaan sudah mulai tidak bisa aku kendalikan tapi Theo tidak muncul juga, kalian bisa datang untuk menolongku," tambah Gaby lagi.
Gibran mengangkat kepalanya dari pangkuan Gaby dan duduk berbalik menghadap Gaby di tempat tidur. Jadilah posisi mereka kini duduk berhadapan.
"Sejak dulu, aku paling tidak suka melihat kamu dilecehkan oleh lelaki lain, aku takut, aku tidak bisa menahan diri," ucap Gibran dengan suara lemah. Tatapan sendunya menyiratkan kekhawatiran.
Sejenak, mereka larut dalam tatapan. Mencoba saling menebak apa yang ada di dalam isi hati lawan bicaranya.
"Apa yang sebenarnya kamu rasakan padaku selama ini, Gib?" tanya Gaby kemudian. "Apa kamu mencintaiku?"
Gibran tertegun mendengar pertanyaan Gaby. Sebuah keinginan besar untuk meneriakkan kata "YA" hadir dari dalam hatinya, tapi kata itu kembali tertelan ke dalam tenggorokan dan sulit keluar ketika Gibran mengingat janjinya pada Mirella.
Gibran tidak ingin menjadi lelaki brengsek yang bisa mengobral cinta pada dua wanita sekaligus. Bukankah hidup itu tentang sebuah pilihan? Gibran sudah menjatuhkan pilihannya saat dia dan Mimi menghabiskan malam bersama.
Gibran memilih Mimi.
Seolah baru tersadar dari pengaruh hipnotis, Gibran melempar tatapannya ke arah lain. Mendadak bibirnya kelu. Nyatanya, berusaha membohongi nurani itu rasanya menyakitkan.
"Kenapa diam? Kamu bisa mengatakan kalau kamu mencintai Mirella dengan mudah, tapi kenapa kamu tidak bisa mengatakan hal itu padaku? Bahkan setelah bertahun-tahun kita bersahabat? Bukankah kamu bilang, kamu berharap aku bisa menerimamu apa adanya?" tanya Gaby lagi dengan harapan yang begitu besar. Sebuah harapan bahwa Gibran bisa mengutarakan perasaannya pada Gaby malam ini.
Gaby tahu dia egois, bahkan setelah berulang kali Gaby menyakiti hati Gibran, kini dengan sangat tidak tahu malu dia meminta Gibran mengakui rasa cintanya.
Gaby hanya tak mau Gibran larut dalam perasaannya terhadap Mirella. Gaby tidak mau Gibran menyesal jika kenyataannya, Mirella hanya berniat untuk mempermainkan perasaan Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL WIFE (End)
RomantikROMANCE DEWASA 21+ Harap Bijak dalam membaca! ***** Ini kisah tentang Gaby, wanita angkuh yang sangat perfeksionis. Gaby menikah dengan Gibran atas dasar perjodohan. Setelah mengetahui rahasia kelam Gibran, Gaby yang marah besar, langsung mengajukan...