"Emang lu taro tuh seragam dimana sih, Gi?" tanya Agus salah satu Engineering yang bekerja di Apartemen dimana Mirella berada.
"Ya gue taro di loker biasa, Gus," jawab Yogi, si engineering yang kehilangan seragamnya.
Ke dua lelaki itu sedang mencari seragam milik Yogi yang tiba-tiba hilang di ruangan khusus engineering.
"Coba lu periksa lagi di loker siapa tau keselip kali," saran Agus.
"Mana mungkin keselip! Loker kecil begitu, ada-ada aje lo," bantah Yogi.
Ketika mereka masih sibuk mencari, seorang cleaning service masuk ke dalam ruangan itu, dia membawa seragam milik Yogi.
"Bang, ini seragam lu bukan? Kok ada di toilet cowok tadi? Nih," ucap si cleaning service seraya memberikan seragam di tangannya kepada Yogi.
"Ah, tuh kan ape gue bilang, lu pasti lupa, Yogi!" Agus menoyor kepala Yogi.
Yogi menerima seragamnya dengan wajah bingung. Sebab seingatnya seragam itu memang dia taruh di loker setelah pergantian shift dengan Agus kemarin.
"Yaudah gue pulang dulu kalo gitu. Jangan lupa tuh datengin apartemennya Bu Mirella. Wastafelnya mampet kata dia," Agus pun pamit pulang karena waktu kerjanya sudah berakhir.
Yogi memakai seragamnya. Mengambil beberapa peralatan yang biasa dia gunakan untuk memuluskan pekerjaannya.
Hingga setelahnya dia berjalan menuju apartemen Mirella.
*****
Gaby dan Gibran baru kembali dari supermarket.
Mereka belanja banyak keperluan hari ini karena baru saja pindahan.
Gibran yang mengajak Gaby pindah apartemen, katanya supaya dia lebih mudah untuk menemui Mirella. Gaby sih menurut saja selama Gibran memfalisitasi semua kebutuhan hidupnya. Sebab, dengan status penganggurannya sekarang dan kondisi uang tabungan yang semakin menipis, Gaby tak punya pilihan lain selain mengikuti apa kemauan Gibran.
Gaya hidup Gaby yang kelewat glamour membuatnya banyak kehilangan aset berharga peninggalan almarhum Michael. Bahkan rumah mewah milik Michael di Amerika sudah Gaby jual demi membeli sebuah mobil sport impiannya.
Sebuah mobil mewah yang menjadi kendaraan wajib Gaby ketika bepergian.
"Bantuin kali, masa gue semua yang bawa, tangan gue cuma dua," ucap Gibran ketika Gaby turun dari mobil dan hendak pergi lebih dulu, sementara barang belanjaan mereka banyak di bagasi.
Gaby tertawa renyah. "Kirain bisa sendiri. Gue bawa ini aja," dengan santainya Gaby mengambil kantong belanjaan yang isinya paling sedikit dan langsung pergi begitu saja.
Gibran jadi geleng-geleng kepala.
Sesampainya di apartemen, Gibran langsung membenahi semua barang belanjaan mereka sementara Gaby tampak asik menonton televisi sambil menikmati buah apel di tangannya.
"Gib, buatin jus alpukat dong," teriak Gaby tanpa mengalihkan pandangannya dari TV.
"Bikin sendiri! Emang gue babu lo!" balas Gibran sewot.
"Oh gitu, oke, perjanjian kita batal ya, jangan harap gue mau bantuin lo lagi buat masuk ke apartemennya Mirella," ancam Gaby dengan senyuman penuh arti. Berkat Mirella, posisi Gaby bisa selangkah lebih maju di depan Gibran. Jadi, dia tidak terlihat seperti seorang pengemis jika menginginkan sesuatu, karena Gibran pasti akan memenuhi semua keinginannya dengan segera jika Gaby sudah mulai mengancam lelaki itu mengatasnamakan Mirella. Hal ini cukup membantunya mempertahankan harga diri, setidaknya sampai dirinya bisa memperoleh pekerjaan layak dengan penghasilan besar seperti yang dia inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL WIFE (End)
RomansaROMANCE DEWASA 21+ Harap Bijak dalam membaca! ***** Ini kisah tentang Gaby, wanita angkuh yang sangat perfeksionis. Gaby menikah dengan Gibran atas dasar perjodohan. Setelah mengetahui rahasia kelam Gibran, Gaby yang marah besar, langsung mengajukan...