23. CCTV

360 63 30
                                    

Malam itu Gaby ikut pulang bersama Gibran ke rumah mereka di Raffles.

Di perjalanan Gaby minta dibelikan es krim pada Gibran.

Gibran membeli dua es krim magnum.

Lelaki berjaket kulit coklat itu baru saja keluar dari minimarket dan hendak memasuki mobil, tapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Gaby.

Gaby menarik Gibran ke arah seberang minimarket di mana di lokasi tersebut terdapat taman bermain umum.

"Lo inget nggak, dulu waktu SMP kita sering main ayunan sambil makan es krim di taman bermain umum dekat sekolah?" tanya Gaby saat mereka sedang menyeberang jalan.

"Ya inget, lo kan paling getol ke sana karena pengin liat kakak kelas main basket di lapangan yang ada di sebelah taman itukan?" balas Gibran acuh. Gibran terlihat tidak senang mengingat hal itu.

Gaby tertawa. "Iya bener banget. Gue seneng banget ke sana biar bisa liat Kak Steven main basket," Gaby membuka plastik es krimnya.

Mereka sudah sampai di dalam taman. Karena waktu sudah sangat malam, kondisi taman saat itu tampak sepi. Angin malam berhembus sepoi-sepoi menerpa pepohonan di sekitar taman.

Gaby berlari lincah seperti anak kecil menuju salah satu ayunan di taman bermain itu dan mendudukinya. Senyumnya terus merekah.

"Ayunin dong, Gib," pintanya manja pada Gibran.

Gibran mengayun-ayun Gaby cukup kencang hingga tubuh Gaby melayang di udara.

Gaby berteriak kegirangan. Roknya yang lebar sebatas lutut megar terkena angin. Begitupun rambut panjangnya yang memang dia biarkan tergerai saat itu.

"Udah-udah, es krim gue meleleh, gue mau habisin dulu," pinta Gaby.

Gibran menghentikan ayunan itu. Dia duduk di ayunan sebelahnya.

Mereka menikmati es krim di tangan masing-masing sambil sesekali menatap ke arah langit yang gemerlap dengan taburan bintang.

"Kayaknya udah lama banget kita nggak kayak gini? Kangen gue sama masa-masa itu," ucap Gaby lagi sambil terus menatap langit. Mulutnya asik menikmati es krimnya yang hampir habis.

Gibran hanya diam.

"Padahal dulu di Amerika hampir setiap hari ya Gib kita main ayunan?" Gaby kembali berbicara.

"Ya kan sekarang semuanya udah beda, Gaby yang dulu sama Gaby yang sekarang juga beda," sahut Gibran santai dengan sindiran telak. Dia membuang stik es krimnya.

Gaby melirik sinis ke arah Gibran. Kalimat yang diucapkan Gibran jelas menyinggung perasaannya.

"Kenapa lo ngomong kayak gitu?" tanyanya dengan nada jutek.

Gibran ini nggak peka banget! Bisa-bisanya ngerusak suasana mulu! Biarin aja sih gue baik sebentar! Apa maunya dia gue itu jutek terus sama dia? Ish... Nyebelin!

Gaby terus meracau dalam hati.

"Tuhkan, mulai, juteknya keluar," Gibran setengah tertawa.

THE DEVIL WIFE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang