38 • Datang lagi

22 2 0
                                    

Beberapa hari kemudian, Ayla baru menyempatkan diri untuk pergi ke rumah Inara lagi. Karena Ayla pikir, takutnya tamu yang datang ke rumah Inara masih belum pulang alias menginap. Tidak enak juga jika harus mengganggu. Tapi sebelum itu, ketika dirinya sedang mengemudi, tiba-tiba saja terdengar suara adzan dzuhur berkumandang. Ayla berniat untuk berhenti dan memarkirkan mobil tepat di halaman depan mushallah

Ketika dirinya selesai shalat, ada seorang laki-laki yang sedang mengenakan kaus hitam polos yang dibaluti oleh kemeja navy. "Lo alumni SMA Adhnan El Islamic Schoolkan?"

Ayla memincingkan mata. "Iy— iya. Siapa, ya?"

"Gue Irsyad, Irsyad Adam Elffandy. Alumni SMA Moeslim Generation, masih ingetkan? Sekolah yang pernah ikut olimpiade waktu itu"

Ayla mengingat nama itu kembali. Seingatnya Ayla hanya melihat nama itu dari name tag yang tertera dibagian depan almamater dan itu pun hanya ada nama Irsyad Adam E otomatis ia tidak tau kepanjangan dari huruf belakang. "Oh, lo yang dulu ngatain gue karena ngga pake hijab?"

"Hahaha, sorry. Terus sejak kapan lo pake hijab?"

"Baru-baru ini si"

Ketika Irsyad hendak mengulung lengan kemeja, tiba-tiba tanpa disengaja, pandangannya mengarah ke bawah, "Kalau boleh saran, besok-besok jangan lupa pake kaus kaki"

"Kenapa harus pake kaus kaki segala?"

"Aurat"

"Aurat jugaa?!"

"Iya. Sebenernya aurat perempuan dihadapan laki-laki yang bukan mahram itu seluruh tubuh, termasuk muka sama telapak tangan"

"Tapi kalau ngga salah gue pernah denger kalau muka sama telapak tangan bukan aurat kok"

"Kalau itu aurat dalam shalat. Jadi gini, menurut madzhab imam Syafi'i kalau perempuan itu punya tiga jenis aurat. Aurat ketika berhadapan sama laki-laki bukan mahram, aurat ketika shalat, dan aurat ketika berhadapan dengan sesama mahramnya"

Ayla mengganggukan kepala. "Terus kalau aurat pada saat berhadapan sama mahramnya apa aja?"

"Sama kayak aurat laki-laki, mulai dari pusar sampe lutut"

"Lo tau ngga? Hal memalukan sekaligus membanggakan bagi gue?"

"Ngga. Emang apaan?"

"Hal yang memalukan sekaligus membanggakan adalah ketika ada seorang laki-laki yang menasehati seorang perempuan"

Irsyad menaikkan sebelah alis. "Gimana-gimana?"

"Iya, gitu. Malu karena ngerasa belum sempurna dalam ngejaga diri, khususnya buat gue yang masih belajar buat nutup aurat. Sekaligus bangga juga si karena lo masih memfungsikan mata dengan sebaik mungkin"

Irsyad sedikit merasa agak speechless begitu mendengar ada seorang perempuan yang mengatakan hal jujur seperti itu. "Eum ...." Karena bingung harus menjawab apa, akhirnya Irsyad memutuskan untuk menjeda ucapan dalam beberapa detik. "Yaa ngga papa, gue juga mau ngehargain orang yang mau belajar, gue tau mungkin awal-awal emang ngga gampang. Yaudah gue mau ke rumah Rasya dulu," lanjutnya

"Hah? Ngapain?"

"Adik gue di rumahnya"

"Adik?"

"Iya, gue kira lo tau Adik yang gue maksud. Eh bentar, gue bales chat dulu"

Laki-laki itu merogohkan tangan ke dalam saku celana untuk mengambil benda berbentuk persegi panjang, ia melihat notifikasi masuk, lalu membalasnya

"Oh. Sorry deh, ternyata Adik gue udah ngga di rumah Rasya. Sekarang mereka udah ada di apartemen"

RIDHA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang