36 • Rindu

20 2 0
                                    

Arrafsya dan Luna sudah pergi lebih dulu meninggalkan Alrasya yang masih terdiam di tempat. Alrasya ikut tersenyum saat melihat Ayla memeluk Fariz. Sedangkan Nadiva kembali masuk ke dalam apartemen yang ia tempati, karena sebentar lagi, Kakaknya akan segera datang

Sangat terlihat jelas dari raut wajah Ayla, bahwa ia sangat merindukan sesosok Ayah. Tanpa berlama-lama, Alrasya pun melenggang pergi dari tempat tersebut

"Sayang, kok ngga bilang kalau mau kesini?" Ayla merenggangkan pelukan, "Niatnya mau bikin kejutan buat Papah tapi Papah udah buka pintu duluan." Senyum Ayla memudar karena dirinya gagal untuk membuat kejutan untuk Fariz

"Ngga papa sayang, kamu dateng tanpa bilang dulu juga udah jadi kejutan buat Papah. Yaudah masuk, yuk," ajak Fariz mempersilahkan

Ayla duduk di sofa panjang berwarna navy, sedangkan Fariz membuatkan secangkir teh hangat untuk anak tunggalnya dan tidak lupa mengambil cemilan di dapur

"Pah, ini Ayla bawain sesuatu buat Papah." Ayla mememberikan paper bag kepada Fariz yang sudah ikut duduk di sofa

Fariz mengambil benda tersebut dan segera membuka. "Eum .... Pah, bukanya nanti aja, kalau Papah lagi sendiri"

Fariz mengurungkan niat dan kembali memasukkan kotak ke dalam paper bag. Fariz pun segera menaruhnya di atas meja bundar

Fariz menghadap ke arah Ayla, Fariz menyunggingkan senyum ketika melihat anak tunggalnya sudah mau mengenakan hijab. "Ay, sejak kapan kamu mau pakai hijab?"

"Ayoo tebak dong, Pah!"

"Mm ... Sejak awal masuk kuliah?"

"Salah"

"Terus kapan?"

"Tebak lagi!"

"Sejak SMA?"

"Salah"

"Ngga tau, Papah nyerah"

"Aaaaa ayo dong Pah tebak lagi, masa gitu aja nyerah?" Ayla cemberut berharap Fariz mau menebaknya kembali

"Ngga tau ah, Papah ngga suka main tebak-tebakan. Emang dari kapan si? Hm?" Fariz nampak penasaran dan Fariz mencubit hidung Ayla dengan pelan

"Kemarin"

Fariz menautkan kening. "Kemarin?"

"Iya. Baru aja kemarin Ayla belajar pakai hijab. Pah, maafin Ay, ya. Sampai sekarang, Ay belum bisa jadi anak yang baik untuk Papah. Papah tau ngga, kalau Ay sayaanggg bangeettt sama Papah? Ay ngga mau cuma karena gara-gara Ay, Papah jadi ikut kena dosa. Lagian Papah kok ngga ngelarang Ay pas Ay masih buka aurat?" Ayla memasang wajah cemberut. "Tapi Pah, mulai sekarang, Ay bakal usahain buat nutup aurat kok. Do'ain Ay ya Pah, semoga Ay bisa istiqamah buat ngejalanin semua perintah Allah dengan sebaik mungkin. Ay mau ke surga bareng Mama juga Papah. Ay sayang kalian karena Allah"

Fariz membawa anak kesayangannya masuk ke dalam pelukan, Ayla yang diperlakukan seperti itu sudah tidak bisa membendung air mata. "Aamiin, makasih sayang. Ay, walaupun kita jarang ketemu, tapi do'a Papah ngga pernah terlepas buat bidadari dunia akhirat Papah"

"Papah bisa aja." Ayla melepas pelukan. "Udah ah jangan nangis." Fariz mencoba menghapus sisa-sisa air mata dan mencium kening Ayla. "Papah juga sayang banget sama Ay, semoga suatu saat nanti kita bisa kumpul lagi di surgaNya, ya"

"Aamiin. Oh ya Pah, maaf ya, Ayla cuma bisa kasih hadiah itu"

"Loh justru dengan kamu mau belajar untuk pake hijab, udah jadi hadiah yang paling berharga buat Papah"

Fariz sedang tidak berlibur, hari ini Fariz masih tetap masuk bekerja, hanya saja masuk siang

Sudah sekitar setengah jam Ayla berada di ruangan ini dan Ayla tidak langsung segera pulang. Ayla berniat untuk mampir ke rumah Inara

***

Alrasya, Arrafsya, dan Luna sudah berada di dalam mobil untuk sampai ke suatu tempat

Arrafsya membagi pandangan antara fokus mengemudi dengan sedikit melihat ke arah samping pengemudi tepat Alrasya duduk. Arrafsya tersadar bahwa sepertinya Alrasya memang sedang memikirkan sesuatu

"Ras." Alrasya tidak merespon

"Hm! Rasya." Untuk panggilan yang kedua kalinya, Arrafsya berhasil membuyarkan lamunan Alrasya

"Eh— apaan si Bang?"

"Dari pada bengong, mending banyak-banyakin dzikir"

"Iya"

"Umi tau, kamu pasti lagi mikirin Ayla." Kali ini malah Luna yang juga ikut menggoda

"Umi ...."

Mobil yang sedang dikendarai oleh Arrafsya berhenti tepat di depan toko kue. Yaa toko kue ini adalah toko kue milik keluarga Edvard

Arrafsya keluar dari mobil untuk membeli beberapa kue sebelum ke tempat tujuan

"Rasya, kamu ingetkan, waktu kita mau jenguk Ayla, kamu pernah beli kue di toko ini?" Alrasya mengiyakan, karena yang dikatakan oleh Luna memang benar apa adanya

Alrasya membuka kaca mobil, menatap ke arah toko tersebut. Munafik jika Alrasya tidak merindukan perempuan yang tadi ia temui, entah alasan apa yang membuat Alrasya merindukannya. Bahkan bukan hanya itu, Alrasya juga jadi teringat dengan Edvard, teman sebangkunya dulu pada saat SMA. Walaupun Alrasya dengan Edvard tidak begitu akrab dibanding dengan Geotama dan Kay, tapi tetap saja, bagaimanapun juga, jika jam pelajaran sedang berlangsung, Alrasya dan Edvard sering membahas materi pelajaran bersama

Semenjak Edvard melanjutkan pendidikan di Rusia, bisa dikatakan jika mereka hampir jarang bertukar pesan. Paling hanya beberapa bulan sekali, itu pun jika mereka sedang mempunyai waktu renggang

Tanpa berlama-lama, akhirnya Arrafsya kembali masuk ke dalam mobil dan segera melanjutkan perjalanan

Mobil Arrafsya berhenti tepat di depan pekarangan komplek rumah yang berdesign minimalis. Saat Arrafsya dan keluarga turun dari mobil, seorang laki-laki yang sekitar berumur 48 tahun keluar dari dalam rumah tersebut

"Assalamu'alaikum. Ya Allah, udah lama ngga ketemu"

"Waalaikumsalam. Iya ni kemana aja? Yaudah sini masuk-masuk." Orang tersebut mengajak Arrafsya dan keluarga masuk ke dalam rumah. "Bun, liat nih siapa yang dateng?"

Mendengar seruan dari sang suami, lantas istrinya segera melangkahkan kaki menuju luar dan mengajak tamu untuk masuk dan duduk di ruang tamu

Sebelum Arrafsya dan yang lain datang, Camila sudah menyiapkan beberapa cemilan. Jadi, ia tinggal mengambil minum di dapur untuk disuguhkan

"Ini silahkan diminum"

"Aduuhh makasih, ya. Jadi ngerepotin"

"Oh ini anakmu, Lun. Yang namanya Rasya, ya?" Alrasya yang namanya disebut hanya membalas dengan uluran senyum

"Iya. Ini Rasya. Rasya kenalin, ini Om Muntaz dia teman Almarhum Abi, yang waktu beberapa tahun yang lalu kami sempat membangun pesantren bersama." Luna menjelaskan kepada Alrasya dan Alrasya mengenalkan diri kepada Muntaz dan Camila. "Om, Tante, saya Rasya"

"Kamu udah lulus kuliah? Berarti satu angkatan sama anak Om. Oh ya Bun, Inara mana, ya? Kok belum keluar kamar juga?"

RIDHA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang