40 • Pergi untuk selamanya

22 1 0
                                    

Alrasya menoleh ke arah Inara dan seketika langsung merasa bersalah, salahkan dirinya hingga membuat Inara menangis? "Inara ... Ma— maaf, gu— gue ngga bermaksud"

Inara menghapus air mata dan tersenyum. "Kenapa harus minta maaf? Ngga salah kok, kitakan sebelumnya emang ngga begitu deket, jadi sama sekali ngga masalah kalau ternyata hati lo lebih memilih Ayla. Gue yakin, kalian punya perasaan yang sama dan mungkin ini waktu yang tepat untuk menyatukan rasa yang udah lama dipendam"

"Makasih, ya. Insyaallah bakal ada laki-laki terbaik yang bisa jadi milik lo, Ra"

Ayla menggelengkan kepala. "Ngga"

"Maksudnya apa, Ay? Lo nolak gue?"

"Jangan sampe gara-gara kehadiran gue ngebuat lo jadi ngebatalin rencana untuk mengkhitbah Inara"

"Itu bukan gue yang mau, melainkan keluarga gue. Hati gue milih lo, Ay"

"Sama aja lo udah nyakitin sahabat gue"

"Gue sama sekali ngga ngerasa disakitin kok," timpal Inara, "Gue sama Alrasya kenal deket aja ngga, jadi ngga mungkin punya perasaan dan gue juga tadi belum sempet ngejawab ucapan Alrasya"

"Gimana, Ay? Lo mau jadi perempuan pertama sampe terakhir yang bakal jadi milik gue?" tanya Alrasya memastikan

"Ngga adil buat lo"

Alrasya mengerutkan kening. "Ngga adil gimana?"

"Sebelumnya ngga pernah ada perempuan yang pernah ngejalin hubungan sama lo, sedangkan gue?"

"Gue ngga paham"

"Lo mau ngejadiin gue perempuan pertama sampai terakhir yang bakal jadi milik lo, sedangkan gue ngga bisa ngelakuin hal yang sama dan gue rasa itu ngga adil buat diri lo sendiri," jelas Ayla

Tangan Ayla memegang dada, "A— aw, sakit ..."

"Gue panggilin dokter, ya," cemas Alrasya

"Sakit banget, Al," tangis Ayla memecah

"Dada gue nyesek"

Berulang kali Alrasya memencet tombol Nurse Call, Alrasya tidak tau alasan dada Ayla sakit, Alrasya hanya bisa menduga bahwa bisa jadi bahwa sakitnya dada Ayla disebabkan oleh benturan yang mengenai stir mobil

Sempat ada perawat yang datang, namun melihat kondisi Ayla membuat salah satu perawat tersebut kembali pergi untuk memanggil dokter. Tidak lama kemudian perawat tersebut datang bersama dengan dokter. Dokter memeriksa keadaan Ayla dan ternyata Ayla sudah tidak dapat ditolong

Mendengar pernyataan dari dokter membuat Fariz menangis dan memeluk putrinya yang sudah tiada

Inara kembali menitikkan air mata, kedua kakinya juga seketika terasa lemas, alhasil karena tidak dapat menopang tubuh, Inara terjatuh ke lantai. Yuna yang melihat hal tersebut langsung membantu. "Non Inara ..."

Selepas mengurus semua hal yang diperlukan bagi pihak rumah sakit, Fariz segera menghubungi keluarga termasuk Neta, selaku mantan istri

Alrasya dan Inara juga sama-sama menghubungi teman-temannya untuk memberitahu kabar duka prihal kepergian Ayla

"Sekarang baru nyeselkan? Selama Ayla hidup kenapa kamu jarang di rumah?" ucap Fariz kepada Neta

"Udah dong, Mas! Kamu pikir aku kerja buat siapa, hah? Yaa buat ngebiayain semua kebutuhannya, kamu kira biaya sekolah sampai kuliah ngga mahal?"

Hingga sampai proses pemakaman, semua dilakukan di hari yang sama

Allah baik banget. Allah panggil lo disaat lo udah mulai belajar untuk menjadi hamba yang lebih baik. Yang tenang di sana karena insyaallah gue bakal terus kirim do'a buat lo. Sampai ketemu di tempat keabadian, Ay ... batin Inara

Kay mengusap batu nisan bertulisan nama panjang Ayla yang disertakan dengan nama sang Ayah. "Saripah ... Kenapa lo pergi lebih dulu? Udah puas ribut sama gue?" Kay menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan, menahan air mata yang hendak turun

***

"Jadi, lo minta Almarhumah Ayla untuk jadi pasangan lo di depan Inara dan sekarang Inara tau kalau niat lo untuk mengkhitbah dia karena atas dasar keluarga?"

"Iy— iya"

Arrafsya menggepalkan tangan dan menutup mata. "AstaghfirullahaladIm ..."

"Maaf, Bang. Gue ngga bisa bohongin perasaan gue sendiri, gue juga ngga mau nyakitin hati Inara kalau dia sampai menikah sama laki-laki yang ngga punya perasaan apa-apa ke dia"

"Terus sekarang apa yang bakal lo lakuin setelah tau kalau perempuan yang lo suka udah ngga ada?"

"Gue ngga mau ganti film sampai pada episode terakhir"

Arrafsya menatap ke arah Alrasya dengan pandangan yang seolah bertanya. "Gue ngga mau menikah dengan perempuan lain sampai Ayla hilang di hati gue, gue ngga mau menjadikan dia, termasuk Inara sebagai pelampiasan. Buat apa Inara jadi pasangan gue, sedangkan hati gue bukan buat dia? Gue butuh waktu, Bang. Sampai kapannya gue belum tau"

Selepas mengeluarkan semua unek-unek di dalam diri, Alrasya segera masuk ke dalam kamar. Alrasya membuka ponsel dan membuka aplikasi yang digunakan untuk bertukar pesan, di sana Alrasya hanya berniat untuk membuka foto profil seseorang

"Secantik dan seshalihahnya Inara, di hati gue masih ada Ayla. Niat awal mau ngungkapin semua rasa yang selama ini gue pendem, ternyata Allah udah lebih dulu panggil dia. Apa ini termasuk petunjuk kalau Ayla emang bukan yang terbaik? Percuma juga kalau Ayla tetep di hati, toh dia ngga bakal jadi milik gue. Apa gue berusaha untuk menggantikan posisi Ayla buat Inara? Tapi gimana sama Kay yang selama ini punya perasaan ke dia? Aarrgggg kenapa jadi sulit kayak gini si?" Alrasya melempar ponsel ke atas kasur dan mengacak rambutnya secara frustasi

Ketika ponsel milik Alrasya sudah terlempar ke atas kasur, ternyata tanpa diketahui bahwa di layar ponsel masih terpampang foto Inara yang dimana perempuan itu menaruhnya sebagai foto profil dan ternyata tidak sengaja terpencet tombol video call

"Assalamu'alaikum"

"Assalamu'alaikum, Ras"

"Hallo"

"Alrasya?"

Mendengar suara perempuan dari ponsel, membuat Alrasya cepat-cepat mengangkat benda pipih itu dan ternyata dirinya sama-sama merasa agak terkejut begitu melihat wajah satu sama lain

"Eh, kok?" heran Alrasya

"Em ... Iy— iya. Ma— maksudnya, assalamu'alaikum, kenapa? Tumben video call?"

"Ng— ngga sengaja kepencet. Eum ... Sorry, gue lupa bales salam, wa— waalaikumsalam"

"Oh ... Kirain kenapa, soalnya pas tadi lo ngga sengaja kepencet, gue langsung panggil Bunda"

Camila meraih ponsel milik Inara. "Kalau ada yang mau diomongin, dateng aja ke rumah," pesan Camila

"Iy— Iya, Tante. Tadi Rasya beneran ngga sengaja kepencet"

"Logikanya, kok bisa ngga sengaja kepencet kalau kamu ngga buka room chat atau foto profil Inara?"

Ingin mengelak, namun apa yang Camila katakan memang benar adanya. "Eum ..." Alrasya mencoba untuk berpikir keras, namun Inara sudah kembali mengambil alih ponsel miliknya. "Bunda ..."

Camila menyenggol lengan anaknya. "Kalian belum sah jadi pasangan halal loh, ya"

"Astagfirullahaladzim, Bund. Waktu itu Inara belum sempet jawab ucapan Alrasya"

Alrasya sempat mendengar percakapan singkat antar Ibu dan Anak. "Yaudah sekali lagi maaf, ya. Tadi beneran ngga sengaja kepencet. Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam"

Alrasya mengusap wajah dan merutuki kecerobohannya

Selepas itu, Alrasya juga menjauhkan telapak tangan dari wajah dan kembali mengingat posisi Inara yang berada dari jarak dekat. Alrasya meyakini bahwa Inara baru saja sehabis menangis, hal itu diyakini karena wajah sembabnya, Alrasya juga mewajarkan karena pasti tidak mudah untuk melepas kepergian sahabat, yaa Alrasya harap hanya itu, bukan prihal kejadian tentangnya dan Inara

RIDHA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang