"Dia baik bukan berarti suka."
— Bunga Inara Tsabila***
Air mata Geotama semakin deras. Apakah Alrasya harus menyesal karena tidak menolak untuk mendengar? Mata Alrasya ikut memerah, tidak sanggup mendengarnya
"Dan lo tau, Ras? Mulai dari situ, gue benci sama orang yang suka nyakitin cewek sekalipun ngga main tangan"
Geotama ingat betul ketika ada seorang teman perempuan yang dibully, lalu Geotama yang tidak tega langsung memarahi orang yang sudah membullynya. Apalagi ketika Geotama tau bahwa ternyata sampai ada beberapa teman laki-laki yang ikut membully. Jadi, Geotama pun tidak segan-segan untuk menghajar satu persatu dari mereka. Walau pada akhirnya Geotama harus ikut masuk ke ruang BK
"Tam, gue baru tau kalau ternyata Ayla ngga salah. Gue akuin itu. Dan kalau lo mau benci gue, silahkan, tapi jangan sampe lo benci bokap lo. Gimanapun juga, dia tetep bokap"
Geotama menggelengkan kepala. "Bertahun-tahun gue coba, tapi ngga bisa. Gara-gara dia nyokap sampe meninggal. Gue benci manusia brengsek kayak dia, Ras"
"Istighfar"
Geotama menuruti. Geotama menutup matanya erat-erat, barulah ia melangitkan istighfar
"Gue pernah mikir, diantara anak-anak yang lain, kenapa harus gue yang ngalamin kayak gini?"
"Buang pikiran lo jauh-jauh. Gue yakin, lo pasti tau kalau Allah ngga pernah kasih ujian di atas kemampuan hambaNya. Nah kalau lo yang diuji kayak gitu, berarti tandanya lo yang mampu, bukan yang lain. Lo hebat karena Allah udah kasih ujian itu buat lo, Tam. Gue yakin lo mampu, kalau ngga, kayaknya ngga mungkin Allah kasih ujian itu"
Alrasya tidak menyangka, dalam waktu yang dekat, ia sudah banyak tau mengenai keluarga dari teman-temannya
"Astagfirullahaladzim sorry, Tam. Gue lupa, gue belum shalat. Gue shalat dulu, ya"
Alrasya shalat dan Geotama menunggu sambil sedikit menenangkan diri
Selepas melaksanakan shalat ashar, Alrasya berdzikir lalu menengadahkan kedua tangan, menuangkan semua rasa dalam lirihnya do'a. "Ya Allah, jika memang benar hamba mencintainya, maka izinkanlah hamba untuk mencintai karena Engkau. Izinkan hamba untuk terus menjaga rasa ini supaya tidak terjerumus ke hal yang engkau larang. Al' Aliim, beri tau hamba jika hamba salah. Hamba hanya ingin menjaga sikap dalam mencintai. Jika memang cara mencintai hamba kepada dia salah, maka berilah hamba petunjuk untuk mencintainya dengan benar. Aamiin"
***
"Menurut gue, ucapan Alrasya tadi ngga perlu lo masukin ke hati. Mungkin tadi dia kayak gitu karena ngga bisa ngeredam emosinya aja"
"Gue tau, Ra. Tapi jangan sampe kayak gitu juga kali. Emangnya perempuan yang disebut Diva-Diva itu siapa si, sampe khawatir banget, lebay tau ngga?!"
"Jangan bilang kalau lo cemburu?"
"Ngga tau"
"Kok ngga tau?" Inara beranjak dari meja belajar menuju tempat tidur
( Ayla's room )
"Dia tuh kalau emang ngga suka, yaa ngga usah pura-pura baik. Pake sok-sokan ngajarin gue baca Al-Qur'an. Bikin orang berharap aja"
Mendengar perkataan Ayla, membuat Inara spontan sedikit agak terkejut. "Siapa yang sok-sok baik? Maksud lo Alrasya?" Ayla mengganggukkan kepala. "Kayaknya semakin hari tingkat kepedean lo semakin meningkat deh, Ay. Lo lupa? Dia mau ngajarin lo baca Al-Qur'an karena dia ngerasa ngga enak, yaa mungkin karena dia mikir, lo dihukum karena dia. Lagian, ya. Kayaknya Alrasya emang beneran baik kok, bukan sok-sokan, apalagi sampe mau ngebaperin. Kayaknya ngga banget. Yang mesti lo tau, dia baik bukan berarti suka"
"Ngga lo, ngga Al, semua sama. Sama-sama nyakitin"
"Coba introspeksi diri, mungkin harapan lo yang terlalu berlebih"
"Tapi gue ngerasa, semenjak ada Diva-Diva itu, kecuekan Al jadi semakin bertambah. Maksudnya sebelum ada Diva aja dia udah cuek, apalagi sekarang?"
"Bukan cuek, Ay. Kalau dia cuek berarti dia masa bodo. Tapi ini nggakan? Buktinya pas waktu lo lagi di UKS, dia sampe bela-belain ke sana. Terus pake minta nomor telepon gue segala, cuma buat suruh kabarin dia kalau lo minta sesuatu. Belum lagi pas lo diopname, dia juga jengukin lokan? Bukan dateng sama temen, tapi langsung sama Ibunya"
Mengingat semua hal yang dikatakan Inara, mampu membuat Ayla menarik bibir bawah
"Eum ... Menurut gue, Alrasya kayak gitu karena dia punya maksud. Lagian dia juga paham agama, jadi dia tau apa yang harus dilakuin setiap kali berteman sama perempuan yang bukan mahram. Lagian nih, ya. Kayaknya lonya aja yang lebay. Yaudah si biarin aja, emang lo siapanya dia, sampe ngga suka gitu kalau Alrasya deket sama Diva?"
Ayla melempar bantal tepat mengenai sasaran dan yang dilempar malah tertawa puas. "Ish Inarraaa, lo kok jahat bangeettt? Sebenernya yang temen lo itu gue atau Diva?" balas Ayla kesal
"Bukannya jahat, sekarang kita realistis aja. Jangan mentang-mentang lo temen gue, terus gue harus belain lo gitu? Yaa, nggalah. Temen bukan berarti harus membenarkan yang salah. Oh ya, satu lagi, menurut gue, cowok pendiem jauh lebih berkharisma dibanding cowok bawel yang suka banyak omong, terus sudah godain cewek lagi"
Ayla jadi teringat ucapan Alrasya saat mereka berada di warung makan sederhana waktu itu. Jika tidak salah, Alrasya pernah berkata seperti ini, "Walaupun gue ngga ungkapin langsung ke dia, tapi seenggaknya gue bisa ungkapin lewat do'a. Karena cuma dengan mendo'akan satu-satunya cara yang bisa gue lakuin untuk mencintainya sebelum halal." Dan Ayla berpikir, Masa iya yang Alrasya maksud adalah Nadiva, perempuan yang selama ini Alrasya sebut dalam do'a?
"Lo kenapa? Kok bengong?" Inara melambaikan tangan tepat di depan wajah Ayla
"Eh— ngga. Mm ... tapi kenapa setiap orang bisa berubah?"
"Karena Allah yang membolak balikan hati manusia. Makanya jangan berharap sama manusia, hati manusia mah gampang berubah"
"Gue bingung, Ra. Lo yang belum pernah pacaran, tapi kayaknya paham soal gituan?"
"Yang namanya belajarkan bukan cuma dari pengalaman pribadi, tapi dari pengalaman orang lain juga"
"Terthe best, haha. Inarakan temen yang baik, Allah yang kasih tau semuanya lewat perantara Inara"
"Masyaallah, aamiin. Tapi gue cuma bisa kasih pendapat. Selebihnya lo minta petunjuk ke Allahnya langsung"
Ayla mengangguk. "Oh ya terus, awal lo ketemu Diva gimana?"
"Ngga gimana-gimana"
"Cantik ngga menurut lo?"
"Oh. Iya, cantik"
Setelah mendengar jawaban dari Inara, tiba-tiba saja wajah Ayla mendadak cemberut. "Terus apa lagi?"
"Yaa, udah gitu. Lucu." Mengingat wajah Nadiva, membuat Inara agak tertawa
"Lucu gimana si, Ra? Ada-ada aja"
"Yang bikin lucu itu karena dia punya bentuk hidung yang bisa dibilang ngga mancung, tapi ngga pesek juga, biasa aja gitu; pipinya lumayan chubby; mulutnya juga mungil. Terus setiap kali denger dia ngomong, kayaknya tuh suaranya lembut banget. Masyaallah"
"Terus aja terusss!" Ayla mendadak kesal kembali
"Lah kenapa lagi?"
"Lo puji-puji dia!"
"Tadi lo sendiri yang minta pendapat gue"
Munafik jika Ayla tidak memiliki pendapat yang sama seperti Inara, tapi hal tersebut mampu membuatnya merasa jauh berbeda dengan Nadiva. "Iya, pantes Al suka," lirihnya sambil memainkan jari jemari
KAMU SEDANG MEMBACA
RIDHA (SELESAI)
Roman pour AdolescentsTuhan mempertemukan, tetapi tidak untuk menyatukan. Aku menunggu, menunggu waktu untuk dapat bersatu, namun ternyata Tuhan lebih mendahului untuk dapat bertemu denganmu. Lantas sekarang aku harus merasa kehilangan atau justru bersyukur karena bisa s...