"Yeh malah bengong. Ayo buruan"
"Iya, Bang. Astagfirullah"
Ditengah perjalanan menuju ke rumah Inara, tiba-tiba saja Alrasya meminta kepada Kakaknya agar diantarkan sebentar ke pemakaman tempat Almarhumah Ayla
Arrafsya tetap mengizinkan dan sesampainya di sana, Alrasya hanya diam menatap ke arah batu nisan
Arrafsya tidak tega, ia pun memeluknya dari samping
"Apaan si, Bang?! Peluk-peluk segala"
"Udah, kalau lagi rapuh mah rapuh aja, ngga usah gengsian"
Benar saja, beberapa detik setelah Arrafsya berkata seperti itu, mata Alrasya mulai berkaca-kaca, berusaha menahan agar tidak jatuh
"Ras"
"Apa?"
"It— itu bukannya Inara?"
Alrasya melihat ke arah pandang yang sudah ditunjuk oleh Kakaknya dan benar saja bahwa perempuan itu adalah Inara. Sepertinya Inara hendak ziarah ke makam Ayla namun begitu melihat ada Alrasya dan Kakaknya, membuat perempuan itu menghentikan langkah kaki dan kembali memutar badan
Alrasya berdiri dari jongkok dan segera berjalan mendekat ke arah Inara
"Inara"
Inara menoleh ke arah sumber suara dan membiarkan Alrasya untuk menghampirinya, bahkan Arrafsyapun ikut mendampingi Adiknya
"Gue mau ngomong sebentar, boleh?"
Inara, Alrasya, dan Arrafsya masuk ke dalam sebuah cafe yang berada di sebuah pinggir jalan dan kini tempat itu sedang ramai pengunjung
Ketika Arrafsya sudah memesankan minum untuk teman mengobrol, ia pun segera membiarkan Adiknya menyampaikan hal yang ingin ia sampaikan
"Raa ..."
"Iy— iya? Eum ... Gue ngga bisa lama-lama, belum izin Bunda"
"Kenapa belum izin?"
"Tadi cuma izin mau pergi ke makam, ngga tau kalau mau ketemu kalian di sini. Ngga enak juga kalau Bunda nunggu lama"
"Oh, yaudah nanti gue chat Ayah buat kasih tau ke Bunda biar ngga khawatir"
Ada apa ini? Mengapa rasanya berbeda begitu Alrasya memanggil kedua orangtuanya tanpa ada akhiran 'lo' seperti 'Ayah lo atau Bunda lo'
"Terus kenapa lo keluar sendiri? Kenapa ngga ajak siapa gitu?"
"Tadinya Bunda mau ikut, cuma lagi siap-siap buat acara kajian di rumah"
Sebelum mengobrol lebih lanjut, Alrasya menepati janji untuk mengirim beberapa pesan untuk ia sampaikan kepada Muntaz
"Udah gue izinin," ucap Alrasya sambil mematikan ponsel
"Iya, makasih"
"Ra, gue mau nanya"
"Iya, nanya aja"
"Sebenernya apa yang bikin lo nolak lamaran gue?"
Inara diam, namun Alrasya tau bahwa kini hanya air mata yang dapat mengantikan kata
"Almarhumah Ayla?"
Inara menghapus air mata yang tadi sempat keluar dari kelopak matanya. Inara menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan, berusaha bersikap setenang mungkin. "Gue ngga bisa bilang, suatu saat nanti juga lo bakal tau sendiri"
"Sebenernya gue udah tau salah satu alasan lo nolak gue, tapi gue mau denger langsung dari lo"
Inara kembali mengusap sisa air mata dan berniat untuk pergi, namun Alrasya menahan tanpa menyentuhnya sedikitpun
KAMU SEDANG MEMBACA
RIDHA (SELESAI)
Fiksi RemajaTuhan mempertemukan, tetapi tidak untuk menyatukan. Aku menunggu, menunggu waktu untuk dapat bersatu, namun ternyata Tuhan lebih mendahului untuk dapat bertemu denganmu. Lantas sekarang aku harus merasa kehilangan atau justru bersyukur karena bisa s...