12. Mr. Bunny

4 3 0
                                    

Ruangan 5 x 6 meter itu tampak sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan 5 x 6 meter itu tampak sepi. Hanya ada detik jam yang memecah keheningan dan deru napas pelan seseorang.

Jangan lupakan detang jantung yang senantiasa berdenyut disetiap detiknya. Masih hidup, ia masih hidup, namun jiwanya seakan mati. Hitam adalah dia, putih adalah topengnya. Dua warna saja, tiada yang lainnya.

Wujudnya yang solid dalam cermin, memiliki tatapan yang tajam bak elang siap menerkam mangsa. Guratan luka di kepala menjadi kenangan 'manis' masa lalu. Tertutup lebatnya rambut seiring berjalannya waktu.

"Jadi seperti ini, ya, sekarang?"

"Perlahan mulai berubah."

Lelaki itu tertawa kecil. Tawa meremehkan. "Ah, mari kita lihat sampai mana batasmu."

"Satu-satu, dia akan mati. Dua-dua dia akan mati. Tiga-tiga mereka akan mati. Satu, dua, tiga, semuanya mati." Senandung kecil yang diakhiri dengan senyum mengerikan.

"Let's play the game."

***

Kaca jendela ikut berembun pagi ini. Ingin rasanya menggambar sesuatu di sana, namun apa daya jika nyawa saja seakan belun terkumpul. Isih ambyar, sedoyo mawut, kalau kata orang Jawa.

Selimut yang semakin menjuntai ke bawah, sprei yang semakin berantakan, juga 'pulau' di mana-mana itu menjadi alasan suara melengking memenuhi kamar bernuansa baby blue ini.

Di tengah ranjang queen size, seorang gadis masih asyik bercinta dengan seperangkat alat tidurnya. Bahkan ia tak sadar jika kandangnya yang damai itu sudah dimasuki singa betina.

"VIOLA ARETHA ANAKNYA MAMA ARIN, BANGUN!" Viola terlonjak kaget. Ah, rasanya otaknya nge-blank seketika. Rasanya seperti loading windows.

Diusapnya dada yang tengah terkejut itu. Detak jantungnya dua kali lebih cepat dibanding biasanya. Eits, bukan cinta loh, ya.

"SIAP, MAMA!" Viola balas berteriak dengan mata tertutup.

Mama Arin melangkah mendekati Viola lalu mengambil sesuatu yang tertindih badan Viola. Benda berlayar lumayan besar dan harga yang mahal bersarang di bawah bokong Viola. Ntah lah, sepertinya gadis itu tak merasa.

"Drakor terus kamu, ya. Sampe laptop dikelonin. Untung nggak rusak," celetuk Mama Arin menaruh laptop itu di meja belajar.

Viola menyengir seketika. "Abisnya anu, Ma … bagus banget film-nya. Vio marathon, deh."

Mama Arin menggeleng-gelengkan kepalanya. Walaupun ia sedikit kecewa kebiasaan buruk Viola, ia salut Viola yang jujur kali ini.

"Bagus, Mama apresiasi kejujuran kamu."

"Sekarang mandi, pake seragam, sarapan, berangkat. Kamu tau jam berapa sekarang?" tanya Mama Arin dan dijawab gelengan pelan anaknya.

"Nggak tau, Ma. Jam di kamar Viola mati tuh," Viola menunjuk jam bergambar Doraemon di sisi kamar sebelah kiri. Jarum jam itu lumpuh, artinya kalau bukan mesin mereka yang rusak, baterainya pasti habis. Viola sudah menebaknya dari kemarin-kemarin.

DEATH MELODYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang