Pagi ini, Viola tengah berkutat dengan sarapannya. Setelah mendengar ceramah panjang lebar dari Ibu negara, akhirnya ia memantapkan diri untuk bangun dan segera bersiap dan di depan meja makanlah Viola saat ini.
"Vio mau bawa bekal lagi?" tanya Arin pada sang anak.
"Iya, Ma. Dua, ya, jangan lupa. Hehe," pinta Viola setelah menelan rotinya.
Arin menggeleng heran. "Pasti buat cowok yang itu, kan?"
Tanpa rasa malu, Viola mengangguk lucu dengan pipi menggembung.
"Ya udah, Mama siapin. Abisin sarapannya, keburu Abang Fel kamu dateng," goda Mama Arin. Viola yang mendengarnya hanya mendengus kecil.
Selama kurang lebih 5 menit, Viola telah menghabiskan sarapannya. Dua kotak bekal pun sudah ada di sebuah paper bag di atas meja makan.
Tin! Tin!
Klakson motor itu membuat Viola tersedak saat meminum susu vanilla-nya. Ia mengambil tisu lalu mengelap mulutnya. Dengan langkah lebar, ia mengintip dari jendela ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.
"Felix?" Viola mengulum senyum saat melihat lelaki itu berjalan menuju pintu utama rumahnya.
"Permisi," sapa Felix dari balik pintu.
Mama Arin berdiri tepat di belakang Viola yang masih bertahan mengintip sedari jendelanya.
"Hayo, pacarnya dateng. Suruh masuk dulu kek CAMAMA Mama," bisik Arin.
"CAMAMA apaan, Ma?" Viola balik bertanya.
"Calon Mantu Mama." Viola mendelik menatap Mamanya yang kini terkikik geli.
"Ck, apaan, sih, Ma. Dah ah, Viola mau ambil tas dulu," decak Viola lalu menuju kamarnya.
"Lho, Felixnya nggak kamu bukain pintu?" tanya Arin, namun Viola malah menyengir di pertengahan anak tangga.
Mama Arin menghela napas lelah. Anaknya yang satu itu memang unik. Jika saja gadis lain yang dijemput oleh lelakinya, pasti dengan segera bersiap untuk membukakan pintu, sedangkan Viola? Ah, lupakan. Malah Mamanya yang menyambut Felix.
Cklek
"Pagi, Tante," sapa Felix hangat.
"Pagi, Nak. Jemput Vio, ya?" Felix mengangguk kecil.
"Sebentar, ya. Vio lagi ngambil tas di kamarnya. Masuk dulu, yuk. Sarapan," tawar Arin mempersilakan Felix.
"Eh, nggak usah Tante. Saya udah sarapan di rumah tadi," tolak Felix halus. Memang benar, Felix tak pernah absen untuk sarapan di rumahnya walau hanya ada Bibi dan Satpam yang menjadi keluarganya sekarang.
Mama Arin meneliti wajah Felix. Biasanya, Felix selalu fresh, dan senyumnya ceria jika menjemput Viola, tidak untuk kali ini. Wajah lelaki itu tampak pucat dan kantung matanya semakin kentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH MELODY
Teen FictionJika Felix adalah monokrom, maka Viola adalah pancarona. Jika Felix adalah sebuah kecacatan, maka Viola adalah kesempurnaan. Gelap yang terdahulu, perlahan tersingkir oleh terang. Sama halnya dengan Viola yang mencoba menjadi lentera untuk Felix ya...