Dua sejoli itu tengah mengelilingi bazar. Walaupun hanya sebatas halaman, rasa lelah pun tetap ada karena halaman sekolah mereka hampir setara setengah lapangan sepak bola dunia. Tak heran jika beberapa kali mereka duduk atau sekedar berhenti sebentar.
Tak jarang beberapa orang mencuri-curi pandang terhadap mereka. Lebih tepatnya pada interaksi mereka berdua yang sangat mencolok di tengah kerumunan yang lain.
Siapa lagi jika bukan si phobia musik dan si hiperaktif? Felix dan Viola.
Beberapa menit yang lalu, Felix menemani dari luar ruangan gadis itu untuk mengganti seragamnya dengan dress untuk tampil nanti, tentunya bersama Clara juga. Sebelumnya Clara juga bingung dengan Viola yang tiba-tiba akrab dengan Felix, namun yang namanya Clara tidak akan ambil pusing. Yang penting Violanya bahagia.
Dan sekarang, dua sejoli kita sedang bermain dart di salah satu stand sebelum dimulainya cabang lomba Menyanyi.
"Aaa! Nggak kena," rengek Viola. Ia menghentakkan kakinya kesal. Gemas sekali rasanya saat benda tajam itu tak menancap sesuai target pelemparnya.
"Hihhh! Gemessss!!" geram Viola menggigit bibirnya.
Felix yang ada di sampingnya terkekeh. "Makanya, banyakin makan wortel biar nggak burem."
"Lo ngejek atau gimana, nih?" Viola mendelik. Kedua tangannya bertengger di pinggangnya yang ramping seraya menatap garang Felix.
Bukannya takut, lelaki itu malah terbahak-terbahak. Puas rasanya menggoda Viola. Ada kenikmatan tersendiri saat gadis itu merajuk. Kaya ada manis-manisnya gitu.
"Gue nggak ngejek. Lebih ke mengejek," ucap Felix santai.
"BEDANYA APA, BAMBANG?"
"Selain minus, lo amnesia juga? Perasan kemarin kita nggak jatoh di jalan deh. Atau lo kebentur apa gitu sampe rumah lo sendiri?"
Viola menaikkan alisnya, benar-benar tidak paham atas apa yang dibicarakan manusia yang satu ini.
"Amnesia? Lo doain gue?"
"Bukan gitu, nyatanya lo panggil gue Bambang. Tau sendiri nama gue Felix. Manusia aneh, sayangnya ganteng." Felox tersenyum lebar dengan gigi yang tertata rapi membuat Viola sempat tertegun dengan wajah Felix.
Viola memalingkan wajahnya yang memerah melihat Felix yang tersenyum lebar. "U-udah deh. Yuk, pergi ke tempat lain aja."
"Kenapa emangnya?" tanya Felix. "Kan gue belom puas main dart."
"Pokoknya ayo!" ajak Viola dengan menarik lengan besar Felix. Dengan segera, mereka meninggalkan stand itu dan lanjut berkeliling.
Saat Viola masih berusaha menetralkan kembali rona wajahnya, pengumuman itu menjadi pemisah antara mereka berdua.
'Dimohon kepada seluruh peserta lomba menyanyi dan musikalisasi puisi untuk segera mendekati backstage karena perlombaan akan segera dimulai. Terima kasih.'
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH MELODY
Teen FictionJika Felix adalah monokrom, maka Viola adalah pancarona. Jika Felix adalah sebuah kecacatan, maka Viola adalah kesempurnaan. Gelap yang terdahulu, perlahan tersingkir oleh terang. Sama halnya dengan Viola yang mencoba menjadi lentera untuk Felix ya...