Tak ada yang lebih membahayakan dari dendam, dipendam pun masih tetap terngiang.
🕓🕓
Malam yang sangat sunyi, langit hitam pekat tanpa adanya bulan dan bintang. Di bawah pohon yang sudah berguguran, Raga bersembunyi menunggu seseorang. Tanpa lentera, hanya bermodalkan kilatan pisau lipat di tangan kanannya. Benda itu sudah siap sejak satu jam yang lalu, sang pemilik mengasahnya dengan penuh cinta.
Pintu utama di sebuah rumah besar terbuka lebar, menampilkan seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam. Tanpa menutup kembali, dia melalui pintu gerbang dengan motor kesayangannya. Melihat mangsa keluar dari sarangnya, Raga segera mengikuti sambil menyusun rencana.
Sebuah ide cemerlang terlintas di otaknya, Raga menyalip motor laki-laki itu dengan kecepatan sedang. Ketika mereka berdampingan, Raga menaikkan laju motornya sambil mengerem kuat. Asap mengepul dari knalpotnya, dan itu cukup mengundang emosi mangsanya. Namun dia tak begitu tergoda, Raga mengacungkan jari jempolnya lalu membaliknya ke bawah.
"Lo nantangin gue?" pekik laki-laki itu membuat Raga tersenyum puas.
Raga segera melajukan motornya ke arah hutan dekat jurang. Dia sengaja memancing mangsanya agar masuk ke dalam jebakan mautnya. Setelah dirasa sampai di tempat aman, Raga menghentikan motornya dan bersembunyi di balik pohon besar. Tentu sang lawan ikut memberhentikan motornya dan mencari keberadaan Raga.
"Woi, di mana lo pengecut!" raung laki-laki itu sambil menendang motor milik Raga.
Raga menggeram marah, dia tak suka saat seseorang menyentuh atau bahkan merusak barang miliknya. Dia meraih sebuah batu kecil, dan melemparnya ke arah pohon di seberang jalan. Ketika laki-laki itu mengikuti suara batu, Raga menendang motornya hingga masuk ke dalam jurang. Mendengar suara bising itu, laki-laki itu berbalik dan tak mendapati motornya di tempat semula.
"Kurang ajar! Muncul lo sekarang, atau lo bakal menyesal seumur hidup karena udah cari gara-gara sama gue!" ancam orang itu sambil mengedarkan pandangannya.
Dia tak mendapati siapapun di sana, hanya gelap dan suara hewan malam yang memekakan telinga. Merasakan tak ada tanda-tanda adanya seseorang, dia mendekati motor Raga dan berniat membawanya pergi. Dua meter lagi dia akan sampai, tetapi Raga menendang kakinya dari belakang, hingga membuatnya jatuh dengan kepala membentur batu besar.
"Sial, kurang ajar banget lo!" umpat orang itu sambil mengusap pelipisnya yang mengalirkan cairan merah pekat.
Tanpa memberi jeda, Raga melompat dan menginjak dada orang itu hingga terbatuk-batuk. Setelah merasa sedikit lelah, dia menghentikan aktivitasnya dan menyeret orang itu menuju pinggir sungai. Sesampainya di sana, kaki jenjang Raga menendang punggung orang itu. Tak ada rintih kesakitan, ternyata dia kehilangan kesadaran.
"Mau mati aja nyusahin lo," gerutu Raga sambil mencakup air sungai dan dicipratkan ke wajah laki-laki tadi. "Bangun lo, Camat!"
Laki-laki itu melenguh, perlahan dia membuka kedua matanya. Tatapannya lurus ke depan, tentu langsung berhadapan dengan wajah datar Raga. Belum sepenuhnya sadar, Raga langsung menusukkan pisau lipatnya pada pipi kiri mangsanya. Rintih kesakitan langsung mengalun indah di telinga Raga, membuatnya tersenyum senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak-Detik [END]
Teen FictionHidup dalam kematian, seperti manusia kehilangan nyawa. Ya, itulah arti vita tanpa jiwa, raga, alam dan kisah. Akankah vita tetap ada tanpa mereka? Atau melanjutkan hidup dalam penantian? *** Start : 02 Juni Finish : 28 Juli -Lumajang, 2021