17 | Pelarian

13 8 0
                                    

Dilakukan karena terpaksa hingga terbiasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dilakukan karena terpaksa hingga terbiasa. Namun semuanya dapat dirubah dengan segala usaha.

🕓🕓

Mentari mulai menyingsing, sedikit malu-malu menampakkan dirinya. Ayam peninggalan Diana berkokok, burung-burung kecil pun berkicauan. Vita mengerjapkan kedua matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk melalu celah gorden kamar. Gadis itu segera mandi, lalu turun menuju dapur.

"Loh, Non Vita enggak sekolah?" tanya Bi Inah saat melihat gadis itu tak mengenakan seragam.

Vita terkekeh pelan, dia membuka pintu kulkas dan nengeluarkan beberapa bahan masakan. "Libur, Bi. Sekarang tanggal merah."

"Ohh Bibi enggak tau, Non. Maklum lah enggak pernah cek kalender," ujar Bi Inah dan dibalas senyuman tipis oleh Vita. "Non mau sarapan apa? biar Bibi aja yang masak."

"Vita aja deh, Bi. Bibi ngerjain pekerjaan kek biasanya aja."

"Ya sudah. Nanti kalau butuh bantuan, panggil Bibi ya, Non," pesan Bi Inah.

"Sip deh, Bi." Vita mengacungkan jari jempolnya lalu mulai memotong sayuran.

Setiap pagi selain hari libur, Bi Inah hanya memasak untuk dirinya sendiri dan Pak Deni. Sebelum berangkat sekolah, Vita hanya memakan roti dan selai coklat. Tak pernah bosan dia memakan sarapan itu dan juga segelas susu coklat hangat. Sedangkan Raga, laki-laki itu tak pernah menyentuh makanan di pagi hari. Jadi pekerjaan pagi Bi Inah adalah membersihkan rumah.

"Hei, udah bangun?" sapa Vita saat Raga berjalan memasuki pintu dapur.

Raga mengangguk lalu menunjukkan gelas kosongnya. Laki-laki itu duduk di kursi dekat meja bundar, menuang air putih dan neneguknya pelan. Dia mengamati setiap gerakan Vita yang tengah berkutat dengan alat masak. Terlihat lincah tanpa kesulitan sedikit pun, gadis itu sudah terbiasa dengan kegiatan memasak.

"Masak apa?"

Vita menoleh, tak menyangka jika Raga akan bertanya mengenai hal itu. Dia bersyukur, laki-laki itu mulai peduli pada sekitarnya. Terbukti juga saat dia bangun tidur sudah berada di kamar. Siapa lagi yang berani memindahkannya selain Raga?

"Masak nasi goreng," jawab Vita sambil mengupas bawang.

"Pake sayur?" tanya Raga sambil memandangi sayur sawi dan juga kol.

Vita mengangguk dengan senyum lebar yang tercetak di bibirnya. "Iya dong. Kamu sarapan juga, ya?"

Raga menggeleng, tentu langsung ditangkap oleh ekor mata Vita. Gadis itu bertanya, "Kenapa sih emangnya?"

"Enggak terbiasa."

"Iya, enggak terbiasanya itu kenapa?"

Raga menundukkan kepalanya dengan tangan yang meremas gelas yang kembali kosong. "Enggak mau makan sendiri."

Detak-Detik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang