04 | Kehilangan

45 18 25
                                    

Sehelai kain belum berharga tanpa jahitan, bukan berarti dia membutuhkan jarum dan benang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sehelai kain belum berharga tanpa jahitan, bukan berarti dia membutuhkan jarum dan benang. Bahkan, sebuah kuas dan warna bisa membuatnya nyaman dipandang.

🕓🕓

Matahari sudah tak terlihat, berganti ribuan bintang dan bulan sabit yang berusaha menerangi gulita. Di bawah pantulan rembulan, kediaman Davin Dinogra terlihat sangat elegan. Rumah tiga lantai dengan halaman yang sangat luas. Puluhan lampu hias membuat warna-warni bunga dan tanaman nampak jelas meski di malam hari.

Pemilik rumah sedang bercengkerama sambil menonton film kesukaan si bungsu. Letta tidur dengan paha Davin sebagai bantal, dan Alma yang bersandar di pundak suaminya. Sesekali mereka tertawa dan saling bercerita. Tak ada lagi yang dibutuhkan sebuah rumah, selain anggota keluarga yang hidup bahagia di dalamnya.

Renza menuruni anak tangga satu persatu, langkahnya sangat pelan hingga tak menimbulkan bunyi. Sesekali dia berhenti saat rasa nyeri datang pada kakinya. Pada anak tangga terakhir, tubuhnya mematung. Bukan karena sakit, tetapi karena melihat keharmonisan keluarga tanpa dirinya. Rasa iri mulai menghampiri, membayangkan dirinya berada di posisi Letta. Tentu dia akan sangat bahagia merasakan menjadi seorang anak yang sebenar-benarnya.

"Renza, ayo sini!" panggil Davin sambil melambaikan tangannya yang semula mengelus kepala Letta.

Senyuman getir tercetak di bibir Renza. Saat kakinya hendak melangkah, dia menangkap tatapan tajam Alma dan Letta. Tanpa bertanya pun dia mengerti, tidak seharusnya dia bergabung bersama mereka. Hembusan napas gusar keluar dari hidung kecil Renza. Perlahan dia menggeleng kecil lalu melangkahkan kakinya menuju dapur.

Renza menuang air putih hingga memenuhi botol bergambar mawar merah. Dia juga menyiapkan beberapa makanan ringan, yang sekiranya cukup untuk esok hari. Setiap hari minggu, Davin libur bekerja, dan saat itulah dia harus mendekam di kamarnya. Alasannya, agar kasih sayang Davin sepenuhnya tercurah untuk Letta.

Tanpa menoleh sedikit pun, Renza berjalan melewati mereka. Dia tak ingin hatinya kembali teriris saat melihat kebahagiaan mereka. Bukan tak suka, tetapi karena dia tidak bisa sebahagia mereka. Beruntunglah seorang anak jika memiliki keluarga yang utuh dan harmonis, tak merasakan haus kasih sayang dan hangatnya pelukan orang tua.

Tepat saat Renza memasuki kamar, teriakan Alma memanggil namanya menggema di seluruh penjuru rumah. Gadis itu harus menuruni puluhan anak tangga kembali. Sesampainya di sana, dia mendapati Davin yang sedang bersedih. Berbanding terbalik dengan Alma dan Letta, mereka terlihat bahagia.

"Papa kenapa?"

"Kemasi barang-barang kamu, besok kita keluar kota," jawab Davin membuat Renza berbinar.

"Jangan senang dulu!" timpal Alma dan langsung mendapat tatapan tajam dari Davin. "Kamu akan menetap di sana selamanya!"

Kedua alis Renza menyatu, detik selanjutnya dia menangis sambil meraih tangan Alma. "Ma ... Renza mohon, jangan usir Renza ...."

Detak-Detik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang