Positive/Negative?

2.2K 126 4
                                    

Sungguh mengejutkan. Apartemen Jiani seperti habis terkena puting beliung, sangat berantakan. Pakaian bertebaran dimana-mana, kasur yang sudah acak-acakan, bahkan toy sex koleksinya sudah entah kemana misah-misah. Hanya satu barang yang Jiani butuhkan saat ini, testpack. Ah, dia bisa saja membelinya tanpa harus ribet pulang terlebih dahulu. Tapi, dia sudah membelinya sejak lama, sayang jika tidak digunakan.

"Smoga negatif," gumamnya berharap pikirannya tidak akan pernah menjadi kenyataan. Ia pergi ke kamar mandi seorang diri. Hoseok, Hara dan Namjoon membersihkan barang-barangnya yang akan ia gunakan nanti di tempat tinggal barunya dan membuang barang-barang yang tak penting, termasuk toy sex nya.

Jiani mengernyitkan keningnya bingung, ia tidak tahu caranya menggunakan testpack. Yang dia tahu hanya masukkan ujung testpack nya ke dalam urinnya.

"Hah?" desisnya melihat hasil testpack tersebut. Garis dua, namun salah satu garis itu samar-samar.

Gadis itu mengambil ponselnya dan mencari cara untuk menggunakan testpack. Ia menepuk jidatnya pelan.

"Ah, bego banget gue. Ini di pakenya pas gue bangun tidur, pantes aja gak berfungsi," ucapnya pelan. Tidak mungkin ia berbicara sangat kencang, ia tidak ingin Hara dan Namjoon tahu terutama Hoseok.

Hara membantu Jiani membereskan barang-barangnya, ia ingin membantu sahabatnya itu untuk pergi dari Seoul dan memulai hari baru ke depannya, Hara sangat setuju jika Jiani pergi bersama Hoseok bukan bersama Jimin.

"Apa ini?" gumam Hara sambil memperhatikan benda berbentuk panjang seperti penis, Namjoon tak sengaja melihatnya.

"Punya siapa?"

Hara menatap Namjoon sambil mengangkat bahunya acuh.

"Punya Jimin kali," jawab Hoseok yang sedang memasukkan pakaian Jiani ke dalam koper besar.

"Bisa jadi. Kan Jimin suka koleksi beginian," sambung Namjoon setuju.

"Tapi aneh gak sih kalo Jimin ngoleksi benda ginian? Apalagi dia kan batang ya kali mainan nya batang juga," celetuk Hara polos, Namjoon yang sedang minum pun terbatuk-batuk.

"Main pedang anjing hahaha!" seru Namjoon tak henti-hentinya tertawa membuat perutnya keram kebanyakan ketawa.

"Ketawanya anjirt kea bapak-bapak si Namjoon," ujar Hoseok yang tak jauh dari Hara dan Namjoon. Ia menunggu Jiani di depan pintu kamar gadis itu.

Hoseok melirik berkali-kali arlogi berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kok Jia lama banget sih," gumamnya.

"Biasalah, cewek kalo mandi lama bro!" sahut Namjoon.

"Iya, Jia kalo mandi lama. Santai aja gak usah khawatir, lebay lo!" ejek Hara. Hoseok berdecak sebal mendengarnya. Perasaannya mendadak tidak enak, ia sangat khawatir pada Jiani.



Jimin mengacak-acak rambutnya gusar, ia seharian mencari Jiani yang tak kunjung ketemu. Seharian ia juga di teror oleh Seulgi, gadis itu meminta hal yang aneh-aneh dengan alasan ngidam. Jimin mengikuti permintaan Seulgi. Lagipula ia harus bertanggung jawab juga toh karena Seulgi hamil anaknya. Namun, bagaimana dengan Jiani nanti jika Jiani hamil dan itu adalah anaknya? Sungguh memusingkan!

Sekarang, Jimin sedang bersama Seulgi di resto barbeque. Seulgi memesan banyak sekali daging sapi dan meminta Jimin untuk memanggangnya.

"Jim, aku seneng deh. Dia udah gak ada lagi dan gak akan ganggu kita lagi," ucap Seulgi sambil mengunyah makanannya.

"Siapa? Jiani?" Seulgi mengangguk.

Jimin jengah dengan perlakuan Seulgi, ia terpaksa menikahi Seulgi dalam waktu dekat. Waktunya tersisa 2 hari lagi.

"Iyalah, siapa lagi kalo bukan jalang itu!" sinis Seulgi. Jimin mengabaikannya.

Seulgi meraih tangan Jimin dan menggenggamnya erat. "Kamu sayang sama aku kan?" tanyanya.

"Engga tau."

"Kok gak tau sih? Kamu kan mau nikahin aku, berarti kamu sayang sama aku dong?"

"Gue nikahin lo terpaksa karena lo hamil. Setelah anak itu lahir, kita cerai."

Seulgi tertawa kencang mendengarnya. "Jangan gila kamu, Jim. Aku gak akan mau tanda tangan surat perceraian itu nanti," ujarnya.

"Harus mau, kalo gak mau ya lusa gak jadi nikah."

"Berarti lo lepas tanggung jawab, di perut gue ada anak lo. Dia laki-laki, yakin mau nelantarin dia?"

Jimin membulatkan matanya terkejut. Bagaimana bisa Seulgi tahu jenis kelamin janinnya padahal belum waktunya.

"Lo kan hamil belum 4 bulan, dari mana taunya kalo tuh anak laki-laki?" tanya Jimin mendadak membuat Seulgi gugup.

"Emmm, keliatan aja soalnya gak bisa diem aja gitu."

"Oh."

Jimin percaya dengan apa yang diucapkan Seulgi.

Sejam kemudian, Seulgi dan Jimin selesai barbeque-an nya dan kembali ke rumah. Jimin mengingat wajah cantik Jiani saat masuk ke dalam kamarnya. Kamarnya adalah saksi bisu di mana pertama kalinya Jiani hilang keperawanan dan saat itu juga Jimin yang mengambilnya.



Dua garis merah membuat Jiani terdiam membisu. Sekarang ia sudah berada di Daegu, Jiani baru bangun tidur. Ia membeli dua buah testpack tanpa sepengetahuan siapapun.

"Po-positif?" gumamnya tak percaya.

Jiani memijat pelipisnya yang terasa pusing, mual kembali melandanya. Perlahan ia mengingat bahwa Hoseok mengeluarkan spermanya di dalam saat malam pertama dirinya di gilir, namun ia tidak bisa percaya begitu saja. Siapa tahu jika Hoseok berkata seperti itu hanya untuk membuatnya tenang?

"Ini gak salah kan? Gue hamil?" ucapnya ingin menangis.

Jiani membuang asal dua testpack itu, ia berlari ke wastafel dan memuntahkan benda apapun itu yang masih mengganjal di tenggorokannya. Sudah berapa kali ia memuntahkan cairan bening dan kental dari dalam tubuhnya, tapi dia masih saja mual-mual. Hoseok sedang keluar membeli bahan makanan, cowok itu tidak tahu kondisi Jiani saat ini.

"Gimana kalo gue hamil? Anak siapa ini?!" monolognya.

Jiani mengambil sebuah handuk kecil untuk mengeringkan wajahnya yang basah, ia bercermin melihat wajahnya yang pucat dan terlihat seperti mayat hidup.

"Ah, engga mungkin kan gue hamil? Gue lagi masuk angin aja kali, ya?"

Jiani memungut hasil testpack itu dan memastikan kembali hasilnya.

"Masa iya gue hamil? Ih, gila ya! Gue gak mau punya anak dari Jimin!" murka Jiani seperti orang kesetanan, ia melempar barang-barang yang ada di sekitarnya.

Ketakutan dan amarah tercampur aduk menggebu-gebu perasaan Jiani. Banyak hal yang ia pikirkan belakangan ini. Pertama, pernikahan Jimin yang akan dilaksanakan besok dan yang kedua, takut jika ia benar-benar hamil dan itu anaknya Jimin.

"Gak, gue gak mau!" jeritnya histeris sambil menangis.

Tak lama tangan Jiani mengarah ke perutnya dan memukulnya kencang. "Gue gak mau punya anak dari cowok brengsek kayak Jimin! Gue gak mau!"

Ceklek!

Brak!

Pintu kamar terbuka sangat kencang, Hoseok masuk tergesa-gesa saat mendengar suara jeritan Jiani dari luar. Ia menghampiri Jiani dan memeluk tubuh gadis itu.

"Jia, sadar. Ini aku Hoseok, jangan takut," ucap Hoseok mencoba menenangkan Jiani.

Gadis itu mendongak menatap Hoseok dengan mata merahnya. "Aku gak mau punya anak dari Jimin, Hoseok."

"Anak?"

"A-aku hamil."



To be continued!

I Love a Bad Boy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang