"Jika sudah lulus nanti, aku tidak mau bekerja sepertimu" Jimin tidak mau menjadi pembisnis seperti yang ayah dan juga kakaknnya lakukan.
"Kenapa?"
"Membosankan, hyung jarang ada di rumah, bahkan saat hari liburpun hyung masih bekerja.
Brothership
Y...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🎍🎍🎍Happy_Reading🎍🎍🎍
Dari hari pertemuannya bersama Taehyung tempo hari, Jimin lebih banyak diam. Tidak mendengarkan ocehan Yoongi yang dari tadi mengajaknya bicara, Mata sayunya masih setia menatap lurus ke depan, dia meraskan usapan lembut tangan Yoongi di kepalanya. Hatinya menyuruh untuk menceritakan semua pada sang kakak, namun mulut dan fikirannya menolak. Jimin tidak marah pada Tehyung, dia mengerti pasti sulit ada di posisi Taehyung, dia hanya tidak mengerti mengapa Ayah Taehyung melakukan hal seperti itu padanya. "Jiminie,,, kau ada masalah ya? Mau cerita?" Pertanyaan Yoongi ia anggap angin lalu, tidak lama setelahnya Jimin menatap wajah Yoongi saat bibir keringnya di sentuh pelan. "Kau memikirkan apa Jim?" Matanya mengedip lambat tidak tahu apa yang harus di katakan. "Kalau kau memikirkan tentang kondisi tubuhmu, hyung akan segera meminta dokter untuk lebih cepat lagi mencari pendonor untukmu. Jangan melamun terus, bukankah hyung manusia yang bisa di ajak bicara? Katakan semuanya!jangan di pendam sendiri tidak baik untuk kondisi tubuhmu" Ucap Yoongi sambil tersenyum hangat. "Hyuung..." bibirnya bergetar saat akan mengatakan tentang Taehyung, di remasnya kuat kuat selimut yang menutupi seluruh kaki. "Katakan pelan-pelan saja!" Yoongi merapikan rambut Jimin yang mulai panjang dan hampir menutupi mata.
Jimin menarik nafas sebelum melanjutkan pembicaraannya,,, "Hyung jangan marah" "Hmmm... hyung tidak akan marah" senyuman Yoongi membuatnya sedikit tenang. "Janji?" Ucap Jimin sambil menautkan jari kelingkingnya dengan jari milik sang kakak. "Katakan apa yang membuatmu melamun belakangan ini, hyung ingin tau keresahan remaja seusiamu" "T-taehyung......" Jimin memejamkan matanya sejenak sebelum melanjutkan kata kata.
Yoongi menautkan alianya bertanya apa kelanjutan dari kata kata Jimin. "Taehyung yang melakukannya...." Yoongi langsung mematung mendengar penuturan dari Jimin.
Melihat reaksi Yoongi, Jimin kembali gugup. Dia takut Yoongi akan melakukan hal buruk pada Taehyung. "....hyung berjanji tidak akan marah, lagi pula Taehyung hanya di perintah oleh ayahnya. Aku percaya padanya, Taehyung anak baik, dia melakukan itu karena membela adiknya... hyung tidak akan marah pada Taehyung kan?" mendengar ucapan Jimin, Yoongi mencoba tersenyum lalu menyentuh pipi adiknya. "Hyung tidak marah" "Benarkah? Hyung tidak marah?" . . .
—- "Aku minta maaf, aku benar benar minta maaf..." Jimin menatap bingung pada Taehyung, dia tidak tahu apa kesalahan yang telah di buat oleh temannya tersebut. "Aku tidak akan mengulanginya lagi, aku memang bodoh, mengorbankan dirimu demi adik tiriku. Ayahku yang menyuruhnya. Sungguh" Jimin yang tidak tega melihat Taehyung menangis di depannya langsung menghapus air mata itu dengan lembut. "T-tae...."nafasnya tercekat, dadanya mulai berulah. dia baru saja sadar dari tidur panjangnya dan langsung di hadapkan dengan kebingungan yang Taehyung buat. Jimin menimang nimang apa kesalahan yang Taehyung perbuat hingga teman sebayanya itu tiba tiba menangis dan meminta maaf. "Pria itu menyuruhku untuk meletakan zat berbahaya pada makananmu,,," Jimin masih bingung, zat berbahaya apa yang di maksud. "Kau bisa menguhukumku, kau bisa bilang pada Yoongi Hyung untuk membunuhku, kau bisa melaporkan kau ke polisi, kau bisa mendorongku dari atas gedung. Apapun,,, apapun itu, asalkan kau mau memaafkan kesalahanku" Taehyung menunduk dalam, setelah mengambil sejata yang di pilih dari ayahnya, Taehyung langsung datang ke rumah sakit, bukan untuk melakukan perintah sang AyahMelaikan menjelaskan semuanya, Taehyung tidak mau bertindak lebih jauh dan mendapat sebutan penjahat keturunan Kim Hyun Sung.
Jimin menarik nafas lalu membuangnya perlahan. "Apa yang terjadi Tae.???" Taehyung mendongak melihat wajah sayu Jimin. "Aku yang membuatmu seperti ini Jimin, kau masih tidak mengerti? Aku yang memasukan racun kedalam makananmu"ucap Taehyung sedikit berteriak.
Jimin terkejut tentu saja, namun harus tetap tenang untuk menetralkan nasafnya yang mulai memburu. "Kenapa...?" Jimin meremat dadanya kuat sambil memjamkan mata sejenak untuk menghilangkan rasa sakitnya. "Aku terpaksa melakukan itu, aku memang bodoh dan pengecut, tidak bisa mengambil keputusan yang baik. Aku harus mengorbankanmu demi adikku. Maafkan aku" Setelah mengatakan kalimat tersebut Taehyung berdiri lalu pergi meninggalkan Jimin yang kini sedang meremat dadanya kuat.
. . .
. PLAK!!! "BODOH..." Kim Hyun Sung memukul keras tepat di pipi kiri Taehyung membuat sedikit sobekan di bibir tipisnya. "Tidak berguna, kau fikir dengan kau memberi tahu semuanya pada Jimin anak lemah itu akan hidup tenang?" Tangan besar Hyun Sung mencekram kuat pundak putranya sesekali menepuk nepuk pipi Taehyung.
Tatapan Taehyung tak lepas dari gerak gerik Ayahnya, bukannya dia takut pada sosok pria kejam di depannya. Hanya saja kali ini dia harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Taehyung bergerak mundur melihat ayahnya mengambil botol beer di atas meja, dia tidak tau apa yang akan di lakukan sang ayah.
"Duduk!" Perintah Hyun sung.
Taehyung menggelengkan kepalanya tidak mau menuruti perintah.
"Ku bilang duduk brengsek!" Tangannya di tarik paksa sampai menduduki salah satu kursi kayu di sana, Ayahnya pergi ke dalam dan kembali membawa tali tambang. Tubuhnya di ikat oleh sang ayah, sebenarnya bisa saja dia memberontak tapi dia tidak mau adiknya dan Jimin akan menjadi korban dari tangan kejam sang ayah. Dengan mengorbankan dirinya, Taehyung berharap sang Ayah akan puas dan tidak berbuat macam macam lagi.
BRAK!!!
Hyun sung meletakan botol beer di atas meja dengan kuat hingga menciptakan suara keras. "Minumlah, jangan biarkan aku memaksamu" Taehyung menggelengkan kepalanya kembali,
"Aku tidak bisa melukai putraku sendiri, tapi sepertinya tidak untuk sekarang" ucap hyun sung sambil berdiri lalu mengayunkan botol tersebut ke kepala sang putra.
"Ahk...." Taehyung mendongak menatap botol beer yang sudah pecah di tangan Ayahnya. Sakit luar biasa menjalar ke seluruh kepalanya, banyak sekali pecahan beling bercampur darahnya berserakan di lantai juga meja.
Hyun sung membakar rokok lalu menghisapnya, menikmati rasa dan aroma khas dari tembakau tersebut tanpa peduli sang putra yang menahan kesakitan akibat ulahnya sendiri.
"Kau tidak lupa tentang perjanjian kita kan?" Pertanyaan Hyun Sung menarik perhatian Taehyung.
"Adik gilamu,,, apa yang harus aku lakukan padanya?" Taehyung menggerakan tubuhnya yang masih terikat, "Jangan... kumohon jangan lakukan apapun padanya. Dia tidak bersalah, dia tidak tau apa apa tentang semua ini" Hyun sung tertawa keras mendengar bagaimana Taehyung lebih membela anak tirinya. Wajah melas putranya sama sekali tidak berpengaruh.
"Kau lebih memilih anak gila itu dari pada ayahmu sendiri"
"Dia tidak gila, adikku tidak gila...."ucap Taehyung penuh tekanan. ".... kau tidak bercermin? Lihatlah dirimu yang sudah hancur itu Kim Hyun Sung! Kau lebih gila dari orang gila..." lanjut Taehyung.
PLAK!
Lagi lagi Hyun sung memukul pipi Taehyung, kakinya melangakah dan berdiri di hadapan putranya, menodongkan pistol kecil tepat di kening Taehyung.
"Silahkan, tembak aku!!! Bukankah aku putra brengsekmu yang tidak berguna? Lakukan sekarang!" Ucap Taehyung sambil menitikan air mata, moncong dari senjata api tersebut terlihat sangat jelas.
"Setelah kau pergi, Anak gila dan Temanmu akan menyusul. Kau senang?"
"AKU SUDAH BILANG JANGAN SAKITI BEREKA, KIM HYUN SUNG!" Kesabaran Taehyung sudah hilang namun teriakannya tidak membuat sang ayah menjauh. Justru pria itu tertawa keras sambil menghisap kertas berisi tembakau di jarinya.