“Apa pak Andre belum pulang, Bik?” tanya Raya saat dia turun ke bawah untuk sarapan.
“Belum Nyonya, tuan Andre belum pulang.”
“Baiklah. Kau boleh melanjutkan pekerjaanmu,” titah Raya.
Raya memandang tidak selera ke arah nasi goreng yang ada di atas meja itu. Tiba-tiba rasa laparnya meluap di gantikan dengan rasa kecewanya kepada Andre. Mereka ini baru menikah kemarin tapi lihatlah bahkan Andre sudah pergi entah ke mana tanpa ada memberi kabar kepada Raya.
“Apa yang harus aku harapkan dari laki-laki seperti Andre.” Raya mengambil ponsel yang ada di samping piringnya. Entah dorongan dari mana Raya mengambil benda pipih itu dan langsung menghubungi Andre. Baru saja panggilan itu tersambung Andre sudah muncul di ambang pintu.
“Dari mana saja, kau?” tanya Raya sambil menghampiri Andre.
“Aku ada urusan mendadak.”
“Tanpa memberi, kabarku?”
“Maaf aku tau aku salah. Tapi tadi malam benar-benar sangat mendadak,” jelas Andre sambil menggenggam tangan Raya.
Raya tidak peduli dia pergi dan masuk ke kamar.
**
Saat ini Raya sedang berkutat dengan alat-alat dapur. Ini adalah kali pertama bagi Raya memasak untuk suaminya. Walaupun awalnya Andre melarang Raya untuk melakukan pekerjaan rumah tapi tetap saja bagi Raya sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk melakukan pekerjaan rumah.
“Bik tolong tata ini di atas meja ya, aku ke atas dulu manggil pak Andre.”
Raya membuka pintu kamar tapi tidak ada Andre di sana. “di mana laki-laki, itu?”
Raya berjalan menyusuri rumah dengan empat tingkat itu. Sebenarnya Raya belum hapal dengan daerah rumah ini. Dia sendiri juga waswas takut tersesat. Secara rumah ini sangat besar. Anton---tukang kebun yang ada di rumah ini menghampiri Raya yang sepertinya sedang kebingungan.
“Apa Anda butuh sesuatu, Nyonya?” tanya Anton.
“Saya sedang mencari pak Andre,” tukas Raya.
“Oh tuan Andre ada di ruang kerjanya Nyonya.”
“Di lantai tiga Nyonya,” jelas Anton.
“Terima kasih Pak.” Sopan Raya.
**
Sesuai instruksi yang di berikan Anton, Raya pergi ke lantai tiga untuk menemui sang suami.
“Rumah ini benar-benar seperti istana.” Kagum Raya sambil melihat-lihat interior rumah ini yang lebih memiliki desain Eropa klasik.
“Apa dia di, dalam?” gumam Raya sambil memandang pintu berwarna coklat itu.
“Baiklah aku masuk saja.”
Raya menerobos masuk ke dalam ruang kerja Andre tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.
“Raya!” kaget Andre dan langsung berdiri untuk menghalangi Raya agar tidak masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Apa kau tidak punya sopan santun! Ketuk pintu dulu baru masuk bukannya main terobos seperti ini!” bentak Andre sambil menarik Raya untuk keluar.
“Apa kau tidak bisa bicara baik-baik, lagi pula aku hanya ingin memanggilmu untuk makan siang.”
“Kau bisa mengetuknya dulu Raya!” murka Andre.
“Maaf aku salah,” ucap Raya mengalah.
“Maaf juga karna sudah membentakmu. Tapi aku juga punya privasi,” balas Andre.
“Lucu sekali kita ini suami istri tapi saling punya privasi. Oh ralat aku ini hanya istri di atas kertas, ‘kan?”
“Bukan begitu Raya aku tadi hanya ing---“
“Turunlah sebelum makanannya dingin.”
Hanya suara dentingan sendok yang terdengar di atas meja makan ini. Andre sendiri bingung ingin memulai pembicaraan seperti apa kepada Raya. Dia masih sedikit canggung untuk mengajak Raya bicara.
Ting Tong!
Bel rumah Andre berbunyi, tanpa ingin membuat sang tamu menunggu. Andre langsung berdiri untuk membukakan pintunya.
“Nadia!” kaget Andre saat melihat Nadia sudah berdiri di depan pintunya dengan satu koper besar. Raya yang penasaran pun menghampiri Andre.
“Siapa, dia?” tanya Raya. Namun Andre hanya diam saja.
“Kenalkan namaku Nadia,” ucap wanita dengan rambut hitam sepunggung itu.
“Ada urusan apa kesini.” Selidik Raya.
“Apa Mas Andre belum memberitahumu soal aku tinggal di, sini?” Raya menggeleng pertanda tidak tahu.
“Baiklah biar aku saja yang memberi tahunya. Aku akan tinggal di rumah ini sampai kami menikah. Iyah kan, sayang?” Nadia merangkul mesra lengan Andre. Tanpa ada penolakan dari laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu.
“Apa Andre tidak memberitahukan statusku?” tanya Raya melupakan tutur yang dia pakai saat memanggil Andre.
“Tentu. Andre bilang kamu ini sepupu jauhnya dari pihak ibu, ‘kan.” Tambah Nadia.
Raya tidak bisa berkata-kata lagi. Apa Andre menikahinya hanya untuk main-main. Dan apa tadi kata Nadia calon Istri. Dan dia hanya sepupu jauh Andre. Harga diri Raya sebagai seorang istri benar-benar tidak ada di mata Andre.
Mata Raya memanas melihat adegan di depannya ini. Andre dengan sayangnya mengusap rambut Nadia tanpa memikirkan perasaan Raya sebagai istrinya.
“Katakan sesuatu Andre.”
“Apa yang harus aku katakan bukankah yang Nadia katakan tadi sudah jelas?”
“Aku ingin mendengarnya dari mulutmu sendiri,” lirih Raya sambil memejamkan matanya. Dia berharap Andre mengatakan jika ini semua hanya lelucon. Walaupun Raya menikah dengan Andre hanya karna paksaan tapi tetap saja Raya akan mempertahankan rumah tangganya.
“Yang di katakan Nadia itu benar, dia memang calon istriku dan---“ Andre menggantung ucapannya.
“Minggu depan kami akan melangsungkan pernikahan.”
**
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Tak Terduga [End]
عاطفية"Apa kau sudah selesai menilai ku!" sarkas bos baru itu. Sontak Raya langsung tersadar dari lamunan panjangnya. "Eh maaf Pak." "Apa kau sadar kau sudah terlambat selama satu jam lewat tiga menit empat puluh detik!" "Iyah Pak, maaf saya sadar saya be...