Part 3: Sparks

879 111 5
                                    


Krist membuka matanya dan langsung melihat ke sekelilingnya. Ia masih berada di perpustakaan, tetapi matahari sudah terbenam. Ia melihat jam di dinding perpustakaan menunjukkan pukul 7 malam. Satu jam lagi perpustakaan itu akan tutup.

Krist melihat Singto yang berada di sampingnya nampak masih tertidur pulas. Krist memandangi wajah Singto yang sedang tertidur.

Manis sekali.

Krist sudah menyadari bahwa dirinya memiliki perasaan pada Singto. Tidak dapat dipungkiri, ia sudah menerima bahwa dirinya menyukai laki-laki in a romantic way, kedua orang tua nya pun sudah mengetahui itu. Bukan kali pertama ia memiliki crush seorang laki-laki. Namun, ia memilih untuk diam. Pengalamannya mengungkapkan perasaan pada seorang laki-laki tidak menyenangkan.

Ketika Krist masih memandang Singto, tiba-tiba pria itu membuka matanya. Singto langsung tersenyum ketika melihat Krist.

"Udah malem ya?", tanya Singto.

"Maaf aku tadi ketiduran. Kenapa tidak membangunkan aku?", ucap Krist.

"Kamu terlihat capek, aku gak tega membangunkan. Eh jam berapa ini?."

"Jam 7."

"Sudah malam, ayo kita pulang. Catatan ku kamu bawa pulang saja, biar kamu bisa lanjutin."

Singto dan Krist segera keluar dari perpustakaan untuk pulang, sebelum makin larut malam.

"Kamu pulang jalan kaki?", tanya Singto pada Krist.

"Iya. Rumahku gak terlalu jauh."

"Ok hati-hati."

"Sampai jumpa.", ucap Krist yang berjalan ke arah jalan menuju rumahnya. Tetapi Singto ikut berjalan mengikuti di belakang Krist.

"Kenapa kamu di belakangku?", tanya Krist yang kebingungan mengapa Singto mengikutinya padahal arah rumahnya berlawanan dengan rumah Singto.

"Mmm.. Aku mau mampir ke rumah nenek ku. Kebetulan searah sama rumahmu."

Krist tersenyum pada Singto dan menunggu nya. Singto melihat Krist yang berhenti berjalan, seolah memberi isyarat agar ia berjalan di samping Krist, bukan di belakang. Singto pun dengan senyuman yang sedikit canggung berjalan di samping Krist.

Selama di jalan, mereka berdua sama-sama canggung dan tidak tahu topik pembicaraan apa yang harus dibahas agar keduanya tidak hanya diam saja.
"Krist kamu gak lapar?", kata Singto untuk mencari topik pembicaraan.

"Lapar sih."

"Mau mampir makan dulu?"

"Gapapa. Aku makan di rumah aja."

"Oh oke."

Keduanya kembali hening dan canggung. Aneh sekali Singto yang biasanya tidak pernah kehabisan topik pembicaraan, kali ini kebingungan harus bicara apa, isi pikirannya kosong. Jantungnya yang berdebar-debar juga tidak membantu.

Tanpa sengaja punggung tangan Singto menyentuh punggung tangan Krist. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengejutkan Singto. Bukan kejutan listrik, tapi seluruh tubuhnya terasa merinding seperti tersengat sesuatu. Lalu ia langsung menarik tangannya. Ia melihat Krist yang juga melihat ke arahnya sembari tersenyum penuh pemaksaan.

Pasti aku keliatan aneh banget. Batin Singto.

Singto menyadari mereka tengah berjalan melewati sebuah minimarket. Ia pun langsung mendapat ide untuk menghilangkan kecanggungan.

"Krist. Mau mampir kesini bentar gak? Aku mau beli sesuatu."

Krist mengangguk dan berjalan mengikuti Singto masuk ke dalam minimarket itu.

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang