Part 12: The Missing Piece

1.1K 101 1
                                    


Krist mengizinkan Tristan untuk masuk ke dalam kamar Aroon. Ia melihat Singto yang tidak melepaskan tatapan tajamnya dari Tristan. Sangat terasa situasi tegang dalam ruangan itu.

"Ehem." Krist berdeham untuk mencairkan ketegangan di antara Singto dan Tristan. "Singto, kenalkan ini kakaknya Jane, mas Tristan. Mm.. mas Tristan, kenalkan ini Singto, teman SMA ku yang kebetulan dokter disini."

"Oh. Salam kenal. Saya Tristan.", ucap Tristan yang langsung mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Singto.

"Singto." Singto membalas jabatan tangannya meskipun masih dengan ekspresi kurang ramah. Setelah itu, Tristan langsung menghampiri Aroon.

Singto berbisik di telinga Krist. "Aku teman?"

Krist hanya diam mematung mendengarnya. Ia langsung merinding— bukan karena makhluk halus, tapi karena Singto terlihat kesal, membuatnya bergidik ngeri.

"Halo Aroon! Maaf ya om Tristan baru datang sekarang. Om Tristan baru tahu kalo Aroon sakit, papa mu gak bilang sih. Om habis kerja dari luar kota. Pas pulang denger kamu di rumah sakit, langsung om cepat-cepat kesini. Aroon masih ngerasa sakit gak?" Pria itu berbicara tanpa jeda dengan suara yang dibuat-buat sok gemas, seperti saat berbicara dengan anak kecil.

Singto semakin geram dibuatnya. Dan Krist merasakan itu, tapi ia hanya bisa diam saja.

"Aroon udah sembuh. Kata dokter sudah boleh pulang.", jawab anak laki-laki itu.

"Oh gitu... Kapan Aroon pulang?"
"Besok pagi, om."

Tristan langsung melirik ke arah Krist. "Besok kamu sama Aroon mau aku antar pulang?"

Krist terpecah dari lamunannya yang tenggelam dalam pikirannya sendiri, namun belum sempat ia menjawabnya, Singto sudah menyela.

"Besok saya yang antar mereka pulang. Anda tidak perlu datang kemari.", ucap Singto dengan nada yang datar dan terdengar tidak ramah.

"Ohh..."

Suasana kembali terasa canggung.

"Mas Tristan. Kamu baru pulang dari luar kota. Lebih baik kamu pulang dulu istirahat. Besok pagi masih harus laporan ke kantor, kan? Biar besok aku sama Aroon diantar pulang sama Singto saja."

"Okelah, Krist. Aku pulang dulu." Pria itu mengubah nada suaranya ketika berpamitan dengan Aroon."Om pulang dulu ya Aroon. Dadahhhh."

"Dahh om."

Tristan melangkah keluar menuju pintu. Krist ikut berjalan di belakang Tristan untuk mengantarnya keluar. Singto pun mengikuti di belakang Krist karena ia merasa ada sesuatu yang aneh.

Singto melihat dari pintu. Krist sedang berbicara dengan Tristan di lorong rumah sakit, entah apa yang mereka bicarakan.

"Krist. Kalo besok kamu sama Aroon mau aku antar pulang gapapa loh. Aku bisa izin sebentar dari kantor. Lagian aku gak harus kasih laporan pagi-pagi.", ucap Tristan yang masih berusaha membujuk Krist.

"Gak usah, mas. Aku besok diantar temanku saja."

Tristan tiba-tiba meraih pergelangan tangan Krist. Tentu saja Krist terkejut dan merasa khawatir apabila Singto melihatnya.

"Mas..." Krist berusaha menarik pergelangan tangannya yang digenggam oleh Tristan.

"Maaf Krist." Tristan melepaskan pergelangan tangan Krist. "Kalau kamu butuh apa-apa, jangan ragu hubungi aku ya."

"Iya. Makasih mas."

"Ok. Sampai ketemu." Pria itu akhirnya benar-benar pergi. Krist langsung bernapas lega. Ia kini merasa sangat tidak nyaman berada di dekat Tristan, karena belum lama Tristan menyatakan perasaannya pada Krist. Meskipun Krist menolaknya dengan alasan ia belum mau berhubungan karena sibuk mengurus Aroon.

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang