Part 4: Smile

879 111 1
                                    


Pagi itu, seperti biasanya, Krist sudah sampai di sekolah lebih awal sebelum teman sekelasnya yang lain datang. Alasannya hanya karena ia ingin datang ketika kelas masih sepi, sehingga ia tidak perlu mendapat tatapan dari banyak orang ketika masuk kelas.

Krist mendengarkan lagu dari earphone nya sembari memandang ke luar jendela. Pemandangan dari jendela yang ada di sampingnya itu langsung menuju ke pantai.

Semoga jualan papa hari ini ramai.

Ayahnya kini bekerja sebagai seorang penjual ikan laut di pasar ikan yang ada di dekat pantai. Awalnya keluarga Krist adalah keluarga yang berkecukupan ketika masih tinggal di Jakrata. Tetapi ayahnya tertipu oleh permainan saham gorengan dan akhirnya ia harus kehilangan banyak uang termasuk aset yang ia miliki, ditambah pula dengan adanya hutang yang melilitnya. Itu lah alasan satu keluarganya tidak dapat tinggal di Jakrata lagi karena mereka dikejar-kejar oleh debt collector.

Duh aku lapar.

"Hai Krist!", sapa Siska dan juga teman-teman perempuannya yang lain. Krist pun langsung melepas earphone nya dan meletakkan handphone nya di dalam laci meja. Ia merasakan ada suatu barang di dalam sana. Ketika ia mengeluarkan barang yang dirasa aneh itu, ia menemukan satu kotak susu strawberry dan satu bungkus roti.

Siapa lagi yang tahu bahwa ia menyukai susu strawberry selain Singto. Krist menoleh ke meja Singto yang ada di sebelahnya dan memang melihat tas Singto sudah berada di samping kursi, tapi orang nya tidak ada disana.

"Krist, besok Sabtu rencananya kita mau pergi ke kota. Kita mau jalan-jalan ke mall, kamu mau ikut gak?", tanya temannya, Manda.

"Aku lihat nanti ya. Biasanya tiap hari Sabtu aku bantu papa ku jualan.", jawab Krist.

"Ya udah nanti kabarin kita aja ya kamu mau ikut gak.", ucap Siska.

Krist mengangguk.

Segerombolan geng anak laki-laki masuk ke dalam kelas. Suara mereka sudah terdengar dari jauh karena mereka sangat ribut. Ketika memasuki kelas pun mereka sibuk bercanda dan membuat kelas mendadak berisik.

Krist melihat Singto yang ikut berada di tengah geng laki-laki yang ribut itu. Singto berjalan ke belakang, lalu duduk di tempat duduknya.

Perasaanku saja, apa daritadi Singto melihat ke arahku?

Krist menjadi salah tingkah sehingga ia mengalihkan pandangan ke teman-temannya yang sedang asik menggosip.

"PAGI SISKA SAYANG!", ucap Boy, teman satu geng Singto dengan suara lantang. Memang satu kelas bahkan satu sekolah sudah mengetahui ia suka dengan Siska karena suaranya yang keras itu, tetapi semua juga tahu Siska tidak pernah peduli padanya.

"Sayang! Sayang! Enak aja sembarangan manggil orang!", gerutu Siska yang merasa tidak nyaman.

"Gak usah sok jual mahal deh Siska. Si Boy kurang apa lagi sih? Kenapa kamu tolak terus? Jangan-jangan kamu suka sama orang lain?", celetuk Anthony sambil melirik ke arah Krist.

"Kurang apa katamu? Kurang sopan santun!", jawab Siska dengan nada kesal dan langsung pergi kembali ke tempat duduknya. Ia tidak ingin lama-lama dekat dengan geng menyebalkan itu.

Sekitaran tempat duduk Krist dan Singto akhirnya kembali tenang setelah teman-teman mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.

Krist kembali melihat satu kotak susu yang berwarna pink dan sebungkus roti yang kini berada di atas mejanya.
Ia menoleh ke samping untuk melihat Singto yang ternyata sedang memandang ke arahnya.

Mata Singto terbuka lebar, ia terkejut. Tapi ia mencoba menahan salah tingkahnya dengan tersenyum.

"Ini dari kamu?", tanya Krist sambil mengangkat kotak susu yang ada di tangannya.

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang