Epilog

1.2K 110 4
                                    


dr. Singto Prachaya, Sp.BA

Setelah sekian lama menempuh susah sedihnya Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), akhirnya gelar dokter spesialis bedah anak itu tersemat juga di akhiran nama Singto.

Meskipun kesibukan Singto semakin menjadi-jadi, bahkan ia sering tak sempat pulang ke rumah, tetapi kedua anaknya dan seorang suaminya tetaplah hal terpenting dalam hidupnya yang tidak pernah ia lupakan.

Singto akan selalu menyempatkan waktu untuk pulang, meski hanya beberapa jam sekadar untuk melihat putra dan putrinya agar ia tidak kehilangan waktu mereka. Tanpa terasa kini putranya sudah mau memasuki SMP dan putrinya sudah mau masuk SD

"Aroon sudah ketrima masuk SMP ya? Aileen juga mau masuk SD.", ucap Singto pada Krist sembari tidur memeluk suaminya itu di atas ranjang mereka berdua.

Krist mengangguk dan mengiyakan.

"Aku semakin tua ya, sayang? Gak kerasa waktu cepet banget. Begitu aku lulus, anak-anak sudah besar. Aku gak punya banyak waktu main sama mereka waktu mereka masih kecil. Menurutmu mereka merasa jauh dariku gak ya?"

Krist mengeratkan pelukan pada suaminya itu, "Mereka gak akan jauh darimu kok. Mereka tahu ayahnya bukan sibuk bermain-main, tapi sibuk menolong banyak orang. Anak-anakmu selalu bangga punya kamu."

"Aku rasanya mau ambil cuti beberapa hari atau minggu."

"Kenapa cuti?"

"Kita belum pernah kan liburan bareng sekeluarga ke luar negeri? Sekarang aku sudah ada cukup waktu luang, ayo kita sekeluarga keliling Eropa. Mumpung anak-anak masih libur sekolah juga. Aku cuma ingin anak-anakku punya kenangan bareng kedua orang tuanya."

"Siap, pak dokter. Aku ngikut aja.", jawab Krist.

Singto pun terkekeh dan menggeletik tubuh suaminya hingga Krist kelojotan karena geli.

"Sayang kamu gak mau nambah anak?", tanya Singto dengan nada iseng.

"Tapi kamu yang hamil ya?"

Singto mendadak terdiam.

"Hahaha"

***

"Ayahhhh!!", teriak anak perempuan Singto ketika bangun di pagi hari dan melihat ayahnya berada di rumah.

"My princess!", ucap Singto yang menggendong anak perempuannya itu sembari mengecupi pipinya.

"Ayah di rumah berapa lama?", tanya gadis kecil itu.

"Berapa lama ya? Hahaha cukup lama soalnya kita mau jalan-jalan."

"Wahh jalan-jalan kemana ayah?!", jawab putrinya dengan antusias.

"Aileen mau ke Disneyland?"

"Yay!! Disneyland! Kak Aroon kita mau ke Disneyland!"

Aroon yang baru bangun dari tidurnya sedikit terkejut ketika melihat ayahnya yang jarang sekali berada di rumah. Karena ia sudah semakin dewasa, Aroon menjadi cukup gengsi untuk berlari memeluk ayahnya itu meskipun ia juga sangat rindu ayahnya.

Singto pun berinisiatif untuk mendekat pada putranya dan memeluknya duluan. Ia tidak akan mengulangi kesalahan kedua orang tuanya pada dirinya. Kedua anaknya tidak boleh merasa jauh darinya.

"Aroon gak kangen ayah?"

"Kangen... Ayah...", anak laki-laki itu membalas pelukan Singto.

Krist yang menyaksikan di hadapannya tidak lupa mengabadikan apa yang dilihatnya melalui jepretan kamera handphone nya.

Harta yang paling berharga adalah keluarga.

——————————————————————————

Author's note:

Kelupaan belum bikin epilognya 😂

Makasih semua pembaca yang udah baca cerita ini sampai akhir. Makasih yang udah komen dan vote. Aku seneng bacain komen kalian kaya jadi dapet semangat buat lanjutin hobby nulis ini.

Inti dari cerita ini keluarga adalah segalanya, jadi jangan pernah sia-siakan waktu yang kita punya bersama keluarga. Masa lalu memang tidak dapat diubah, tetapi masa depan masih dapat diperbaiki.

See you in another story 🥰

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang