Part 9: Second Chance

1K 115 6
                                    

Singto pulang ke kondominium nya yang tidak jauh dari rumah sakit. Ia pulang hanya untuk mandi dan merebahkan diri di atas tempat tidur. Ia berusaha untuk tidur, namun tidak bisa. Hari itu ia tidak ada jadwal praktik, seharusnya ia tidak berada di rumah sakit saat itu. Biasanya ia praktik di klinik rumah sakit pada hari tertentu, hanya dari pagi hingga sore hari. Malam itu, jika ia tidak bersedia menggantikan jadwal temannya di IGD, mungkin ia tidak akan pernah bertemu dengan Krist hingga sekarang.

Ingatan Singto terbawa kembali ke 6 tahun yang lalu. Setelah Krist menyudahi hubungan mereka, ia tidak pernah melihat Krist lagi. Krist tidak pernah datang ke sekolah. Ia berkali-kali mengunjungi rumah Krist, namun hanya berani memandang dari luar saja. Ia tidak berani mengetuk pintu rumah itu karena merasa tidak enak pada kedua orang tua Krist. Ia hanya berharap Krist akan keluar dari rumahnya dan ia dapat memandang Krist meski dari kejauhan. Namun, orang yang masih dicintainya itu tidak pernah terlihat batang hidungnya.

Hingga akhirnya Singto memiliki sebuah alasan untuk mengunjungi rumah Krist. Wali kelasnya meminta dirinya sebagai ketua kelas untuk mengunjungi rumah Krist, karena sudah 1 bulan lamanya Krist tidak masuk sekolah padahal ujian nasional semakin dekat. Ketika Singto akhirnya berani mengetuk pintu rumah itu, yang membukakan pintu bagi dirinya adalah orang lain. Sang pemilik rumah yang sebenarnya karena ayah Krist hanya mengontrak disana.

"Cari siapa?", ucap seorang ibu bertubuh tambun ketika membuka pintu.

"Maaf, ini rumah pak Jack kan?", tanya Singto.

"Sudah tidak lagi. Bulan ini mereka sudah tidak mengontrak disini."

Singto terkejut, ia hanya bisa diam seribu bahasa.

"Apa ibu tahu mereka pindah kemana?"

"Saya tidak tahu lah. Saya kan tidak banyak tanya, tapi sepertinya pergi ke luar kota."

Deg.

"Ya sudah bu. Terima kasih." Singto meninggalkan rumah itu dengan pikiran kacau balau. Ia panik dan khawatir. Ia mencoba menghubungi nomor Krist, namun nomor itu sudah tidak aktif.

"Dimana kamu Krist?!!" Teriak Singto yang sudah frustasi mencari keberadaan Krist, bahkan ia tidak peduli ketika orang-orang di sekitarnya melihat ke arahnya.

Usahanya untuk mencari Krist sia-sia. Tidak ada satupun tetangga disana yang tahu kemana keluarga Krist pindah, bahkan kios di pasar ikan milik ayah Krist pun sudah dijual ke orang lain. Ia bertanya ke para penjual lainnya, namun tidak ada yang tahu. Informasi yang ia dapatkan hanya berasal dari seorang ibu-ibu yang kiosnya bersebelahan dengan kios yang dulunya milik ayah Krist.

"Terakhir sih pak Jack bilang ke saya mau pulang kampung. Katanya ibunya sudah tua, jadi dia mau meneruskan kerjaan ibunya."

Hanya itu yang Singto tahu, tapi kampung halaman ayah Krist dimana juga ia tidak tahu. Kepergian Krist yang entah kemana itu sempat membuat Singto jatuh ke titik terendah dalam hidupnya. Ia baru menyadari betapa pentingnya Krist dalam hidupnya. Ia baru menyadari bahwa ia bukan sekadar menyukai Krist, tetapi sudah mencintainya. Ia menyesali segala kesalahannya. Ia pun melampiaskan perasaan campur aduknya itu dengan cara berkelahi dengan teman satu geng nya sendiri.

"Ya. Aku memang homo menjijikan! Aku menyukai Krist. Apa itu salah? Kenapa kalian boleh menyukai siapa saja, pacaran dengan siapa saja dengan bebas tapi kenapa aku harus dicela? Apa bedanya rasa suka mu dengan rasa suka ku sehingga perasaanku harus dicela? Apa bedanya mencintai perempuan maupun laki-laki? Bukankah perasaan itu sama saja?", ucap Singto yang telah memukul Anthony hingga babak belur.

Guru-guru di sekolahnya tidak percaya dengan apa yang dilakukan Singto, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia benar-benar telah kehilangan segalanya, tidak ada lagi tujuan hidupnya karena ia merasa benar-benar sendirian sekarang.

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang