Part 5: Memories

935 119 7
                                    


Krist masih menangis sambil menutup matanya dengan kedua tangannya, karena ia tidak mampu melihat anaknya yang terbaring lemas itu harus diambil darahnya dengan suntikan besar.

"Suster tolong pelan-pelan.", ucapnya khawatir.

"Iya pak."

"Anak anda harus dirawat. Silakan mengurus administrasi dengan suster di depan. Saya pergi dulu.", ucap Singto kepada Krist seraya pergi meninggalkannya menuju front desk.

"Suster Lia, nanti kalau hasil laboratorium nya sudah keluar tolong segera serahkan ke saya. Jangan lupa sekalian test untuk jumlah platelet nya. Saat ini pasien diduga terinfeksi dengue."

"Baik, dokter Singto."

Krist berjalan menuju suster yang ada di front desk untuk melengkapi segala formulir dan juga biaya yang diperlukan untuk merawat anaknya di rumah sakit.

Singto mengamati dari kejauhan, kemudian kembali ke ruangannya. Di dalam ruangannya, ia menangis. Air matanya sudah tertahan sejak pertama kali melihat Krist muncul di hadapannya. Sudah bertahun-tahun ia mencari keberadaan Krist, namun pria itu hilang entah kemana. Kini, cinta pertama yang ia rindukan itu muncul kembali di hadapannya. Ia belum bisa melupakan cinta pertamanya dan tidak akan bisa. Dalam tangisnya, ingatannya kembali ke 6 tahun silam, ketika cinta pertamanya itu masih berada dalam pelukannya, ketika dirinya yang masih muda belum menyadari apa itu cinta.

Benar kata orang-orang yang mengatakan bahwa kau tidak akan menyadari betapa berharganya sebuah momen, hingga momen itu tinggal menjadi kenangan.

***

Ayah Krist kebingungan ketika melihat putranya itu tidak seperti biasanya.

"Kamu mau ke pasar ikan dengan pakaian seperti itu?", tanya ayahnya.

"Emangnya baju Krist kenapa papa?"

"Gapapa sih. Tapi bukannya itu terlalu bagus?"

Krist mengenakan kemeja berwarna merah muda pastel yang tidak dikancing dengan dalaman kaos putih dan juga celana linen putih selutut.

"Celana mu juga putih gitu nanti kotor."

"Nanti aku mau sekalian pergi sama teman. Gapapa kan pa pakai baju ini?"

"Ya sudah gapapa. Ayo cepat kita berangkat, sebelum ikan nelayan habis."

Krist dengan ayahnya sudah pergi menuju tepi pantai dikala matahari masih belum terbit. Nelayan pulang dengan membawa tangkapan ikan dan hewan laut lainnya. Ayah Krist membeli hewan laut dari para nelayan itu untuk dijual lagi di pasar ikan.

"Krist." Panggil Singto yang datang ke kios milik ayah Krist yang ada di pasar ikan.

Singto melihat ayah Krist yang menatap padanya. Ia pun tersenyum gugup sambil memberi salam, "selamat siang, pakde (paman)."

"Siang." Ayah Krist melihat ke arah putranya dan menyadari dari ekspresi anaknya itu bahwa anak laki-laki yang barusan menyapanya bukan sekadar teman. "Kamu tadi izin mau pergi dengan teman mu ini?"

"Iya pa."

"Ya sudah sana pergi.", ucap ayahnya.

"Mmm pakde, kalau Krist masih harus membantu bisa nanti saja perginya. Saya gapapa menunggu."

"Lah gapapa. Kamu liat kios saya sudah sepi. Saya bisa sendiri, biasanya juga sendiri. Titip Krist ya. Jangan pulang malam-malam."

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang