Part 14: Another Day (2)

875 99 2
                                    


Nenek Singto tengah duduk di kantornya. Meski sudah berusia diatas 70 tahun, tetapi nenek Singto yang bernama Junita ini masih terlihat bugar.

"Apa yang dilakukan Singto akhir-akhir ini?", tanya wanita itu pada sekretaris pribadinya.

"Tuan Singto sudah memulai residensi nya di departemen bedah umum, presdir."

"Oh sudah mulai? Ya sudah, baguslah. Ada lagi?"

Sekretaris pribadinya itu terlihat ragu untuk menyampaikan sesuatu. Junita melihatnya dengan tatapan curiga.

"Kenapa?", tanyanya.

"Mohon maaf presdir, saya belum yakin berita ini benar. Tapi saya sempat mendengar desas-desus, beberapa perawat membicarakan tentang anak tuan muda."

"Anak?", tanya Junita kebingungan.

"Belum lama ini, ada pasien seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang terkena demam berdarah. Tuan Singto mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan anak ini. Saya dengar dari orang di laboratorium, tuan Singto juga meminta tes DNA. Lalu juga ada seorang suster yang mendengar secara langsung saat tuan Singto mengatakan anak itu adalah anak kandungnya. Tapi desas-desus itu sudah dari beberapa bulan yang lalu, presdir."

"Apa??!" Nenek Singto tertegun. "Berita sepenting ini kau baru sampaikan sekarang?"

"Maafkan saya, presdir karena saya tidak berani melaporkan, bisa saja hanya gossip."

"Gossip atau bukan harusnya kamu lapor dulu ke saya!", ucap wanita itu dengan nada memarahi bawahannya. Sekretarisnya pun hanya bisa diam dan menunduk. "Ya sudahlah. Sekarang juga saya mau ke kondo nya Singto."




"Oh... Kamu Krist?", ucap Junita ketika telah berdiri di depan pintu kondominium cucunya dan yang membukakan pintu untuknya adalah Krist.

"Iya. Darimana anda tahu?", tanya Krist yang terkejut tiba-tiba didatangi oleh seorang wanita yang mengaku sebagai nenek Singto. Ia tidak tahu apa-apa tentang keluarga Singto, selain mengenai perceraian ayah-ibu nya dan bagaimana mereka meninggalkan Singto.

"Kamu gak mengizinkan saya masuk?", ucap wanita itu.

"Aa.. Silakan masuk nyonya.", ucap Krist sambil bergeser dari pintu dan mengizinkan wanita itu masuk. Wanita itu langsung duduk di sofa yang berada di ruang tengah.

"Jangan panggil aku nyonya. Panggil aku nenek saja. Kamu kekasihnya Singto, kan?" Wanita itu menepuk kursi di sebelahnya, memberi kode pada Krist agar duduk disana.

Krist mengangguk sembari duduk di sebelah nenek Singto.

"Aku dengar Singto punya seorang anak. Apa kamu tahu siapa ibunya?"

Krist menatap wanita itu dengan kedua mata yang terbelalak, ia tidak tahu harus bicara apa.

"Sa.. saya yang melahirkan Aroon. Mungkin ini terdengar tidak masuk akal, tapi Aroon adalah anak kandung saya dan juga Singto."

Tidak seperti dugaan Krist, wanita itu justru tidak terkejut. "Aku tidak bilang hal itu tidak masuk akal. Walaupun sudah tua seperti ini, aku tetap seorang obgyn. Aku pernah dengar kasus sepertimu yang jadi rahasia dalam komunitas. Jadi dimana anak mu sekarang?"

"Sudah tidur, nek.", jawab Krist.

"Apa aku boleh melihatnya? Aku akan pelan-pelan."

Krist mengangguk dan mengantar wanita itu ke kamar Aroon. Ia membuka pintu dengan sangat pelan agar tidak membangunkan putranya. Mereka berjalan sedikit mengendap-endap untuk melihat Aroon yang sedang tertidur pulas. Anak itu tidak menyadari kehadiran mereka di dekatnya. Setelah itu nenek Singto keluar dari kamar sembari tersenyum dan diikuti oleh Krist.

A Tale of First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang