JEFFRANJeffran sedang menatap mayat Elena yang sudah diangkat oleh salah satu pekerja pada meja bundar yang memiliki lima roda di bawahnya.
Tanpa banyak bicara, Yuno dan Jessica langsung mendorong meja itu menuju taman belakang rumah yang tampak begitu terang karena malam ini adalah malam bulan purnama.
"Ambil darah adikmu dan istrinya! Campur jadi satu di dini!"
Jessica memberikan cangkir dan pisau kecil berwarna kuning keemasan, sama seperti barang yang telah para tamu undangan bawa. Bahkan, beberapa dari mereka sudah ada yang menggoreskan pisau lapis emas pada jari telunjuk mereka agar dapat segera mengisi gelas emas menggunakan darah mereka.
Dengan langkah cepat, Jeffran bergegas menuju kamar adiknya. Berniat mewujudkan perintah ibunya.
Ceklek...
Pintu kamar Jeffrey terbuka. Di sana, Jeffran langsung berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang seperti adiknya. Jeffrey---dia tampak kalut ketika menatap istrinya yang masih tidak sadarkan diri sekarang.
"Ini, untuk darahmu dan darah istrimu. Di mana kotak obatnya? Kuambilkan plaster sekalian."
Jeffrey langsung menatap Jeffran. Tatapanya memancarkan ketidaksetujuan, namun dia tetap menerima gelas dan pisau kecil keemasan dari Jeffran.
"Kenapa harus malam ini? Sebenarnya apa yang direncankan Mama dan Papa selama ini?"
"Nothing much! Ini sudah biasa kita lakukan kalau kau lupa. Jangan karena kau sudah menikah---kamu jadi melupakan asal-usul kita yang sebenarnya."
"Aku tidak mau mengambil darah istriku, dia bahkan tidak tahu apapun tentang hal---"
"Dan kamu mau keluarga kita hancur lagi?"
"Joanna dan Elena berbeda! Sejak awal dia memiliki niat jahat pada keluarga kita! Sengaja mendekati Papa dan berniat membeberkan rahasia kita pada media setelah Mama membuatnya malu di mall. Sedangkan Joanna, dia tidak seperti Elena!Istriku tidak mungkin berhati busuk seperti dia!"
Jeffran menarik nafas panjang, kemudian menepuk pundak Jeffrey pelan.
"Aku tahu. Tapi kamu harus tetap melakukan ini. Sebelum jam 12 malam nanti, pastikan darahmu dan darah istrimu sudah tercampur pada kuali yang ada di taman nanti ."
Dengan berat hati Jeffrey mulai menarik tangan kiri istrinya, kemudian memberikan sayatan kecil pada ibu jarinya.
Pada ibu jari Jeffrey, bukan Joanna. Karena---ya, dia mana tega melukai istrinya lagi setelah apa yang telah dilakukan selama ini. Terlebih, Joanna justru masih mau berbaik hati merawatnya setelah dilukai berkali-kali.
Jeffran menatap Jeffrey heran, karena saat ini---dia sedang memeras darahnya sendiri sembari memangku tangan istrinya.
"Bukankah itu terlalu banyak? Jarimu sudah membiru."
Tanya Jeffran sembari berjalan mendekat, karena dia baru saja mengambil kotak obat di dalam lemari pakaian.
"Nanti bilang saja kalau ini darah kita berdua. Aku tidak mau mengambil darah tanpa seizinnya. Paling tidak, dia harus tahu terlebih dahulu tentang ritual apa yang sedang kita lakukan."
Jeffran tidak terkejut ketika Jeffrey berkata demikian. Karena dia tahu betul bahwa Joanna ini termasuk manusia yang percaya Tuhan sungguhan dan bukan seperti mereka yang sejak kecil sudah menyembah setan.
Iya, ritual malam ini dilakukan untuk menyerahkan tumbal pada pemimpin mereka. Pemimpin tidak kasat mata yang menurut leluhur mereka adalah jelmaan naga putih raksaksa yang bisa menjaga pertambangan keluarga mereka dari penjuru Indonesia sejak 125 tahun yang lalu hingga sekarang.
