4. 30 AMJoanna terbangun karena Jeffrey mengusik tidurnya. Padahal, sudah semalaman dia mengerang kesakitan karena rasa panas di punggungnya mulai benar-benar terasa.
Beruntung Jeffrey sudah diberi Joanna obat pereda nyeri dan salep di permukaan lukanya. Sehingga malam pertama neraka dunia yang didapat tidak begitu terasa mengerikan baginya.
"Ada apa? Masih jam setengah lima."
"Lapar."
Joanna langsung bangun dari ranjang. Menatap Jeffrey yang masih tengkurap dan mendongakkan kepala.
"Mau nasi, roti atau apa?"
Tanya Joanna sembari menggulung rambut panjangnya asal. Kadua matanya juga mulai mengerjap pelan karena nyawanya masih belum terkumpul sempurna.
"Terserah. Roti, susu, buah, atau apapun! Aku lapar sekali, sejak kemarin siang belum makan."
Joanna mendengus kesal. Karena dia juga merasa demikian. Kalau saja Jeffrey tidak banyak tingkah dan bisa menjaga diri sedikit saja, mereka tidak mungkin berada di sini dan kelaparan seperti sekarang. Tetapi tidur di atas ranjang apartemen mereka dengan perut kenyang.
"Mau cari apa?"
Tanya Jessica ketika Joanna mengisi nampan dengan berbagai makanan. Ada roti tawar, berbagai selai yang tersedia, susu kedelai dingin dari dalam kulkas, dan berbagai buah yang berada di atas meja makan.
"Sudah, Ma. Aku lapar, semalam belum makan."
"Kamu atau suamimu? Hati-hati, kalau butuh apa-apa telepon saja. Nanti biar diantar ke kamar."
Joanna akhirnya bisa bernafas lega, kemudian berlalu menuju kamar karena aura panas selalu terasa jika berada di dekat Jessica.
5. 10 AM
Jeffrey dan Joanna berakhir duduk bersila di atas ranjang. Tentu saja dengan keadaan Jeffrey yang masih setengah telanjang karena area bawahnya hanya tertutup kain tipis saja. Mereka duduk berhadapan, saling memakan makanan yang Joanna bawa karena keduanya memang tidak sempat memakan apa-apa sejak kemarin siang.
"Kalau aku tahu keluargamu sekejam ini, aku tidak akan mau kau nikahi!"
Joanna mendengus kesal. Kemudian menggigit anggur merah dengan pelan. Sesekali, Jeffrey juga mengulurkan tangan ketika biji anggur yang berada di mulut istrinya dikeluarkan.
"Kalau kamu tidak menikah denganku, kamu tidak akan pernah menemukan laki-laki sepertiku."
Ucap Jeffrey penuh percaya diri, saat ini dia berusaha mendekatkan diri meskipun sesekali meringis sakit.
"Satu bulan ini kamu ke mana saja?"
"Ke Amerika, kan?"
"Passport-mu ada di apartemen kalau kau lupa."
"Rahasia."
"Kamu baik-baik saja, kan? Aku minta maaf, ya? Kamu pasti sangat kesakitan waktu itu."
Jeffrey menggenggang tangan kanan Joanna. Kemudian dikecup pelan sebelum akhirnya diusapkan pada pipi kanannya. Karena dia amat sangat merindukan sentuhan istrinya.
"Pasti horny, kan!"
Pekik Joanna cukup kencang, karena Jeffrey mulai menyapukan lidah di telapak tangannya.
Plak...
Joanna menepuk pipi kanan Jeffrey pelan, namun dapat membuat si pemilik mengaduh sakit dan kesal.
10. 30 AM
Jeffrey dan Joanna masih tertidur di atas ranjang. Dengan posisi Joanna tidur terlentang dan Jeffrey tengkurap menghadap istrinya.
"Masih tidur. Lalu, bagaimana sekarang?"
Bisik Jessica pada suaminya yang sudah memakai setelan kerja. Mereka tampak sudah siap untuk pergi entah ke mana. Mengingat keduanya sudah sama-sama rapi dan membawa tas.
"Biarkan saja."
Jessica mengangguk singkat, kemudian membalikkan badan dan menutup kamar Jeffrey rapat-rapat karena ingin segera membawa Senna ke panti asuhan. Mengingat Elena pasti sudah tewas karena sejak semalam tidak mereka selamatkan.
"JEEFRAN!?"
Pekik Yuno dan Jessica secara bersamaan, mereka kompak memekikkan nama Jeffran setelah melihat anak sulung mereka yang ternyata sudah berdiri tegap di depan mereka.
4 chapter lagi selesai :)
Tbc...