7/20

1.7K 310 132
                                        


Joanna menikah dengan Jeffrey pada usia 28 tahun, berbeda dengan usia Jeffrey yang lebih tua dua tahun. Joanna kira, dia sudah benar-benar menemukan laki-laki yang paling tepat untuknya. Laki-laki yang mau menerima baik buruk dirinya dan laki-laki yang tidak akan pernah menduakan dirinya.

Namun, ternyata dugannya salah. Usia hanya angka. Kedewasan yang sebenarnya bukan terletak pada usia, namun pada sikap dan sifat yang ada pada setiap diri manusia.

Padahal, Joanna sudah merasa bahwa dia telah mengenal Jeffrey cukup lama. Dua tahun pendekatan, satu tahun pacaran dan dua tahun menikah. Namun, sepertinya itu masih kurang.

Red flag. Bendera merah, seharusnya Joanna lebih waspada pada tanda bahaya yang telah Jeffrey berikan ketika menampar dirinya. Seharusnya dia tidak lagi luluh dan mudah memaafkan. Seharusnya dia tidak mengikuti kata orang tuanya yang harus memakai perasaan jika berhadapan dengan orang yang dicinta.

Karena nyatanya, logika juga dibutuhkan. Ketika melakukan tindakan apapun, perasaan tidak boleh berjalan sendirian. Karena logika dan perasaan harus tetap berjalan beriringan agar kita tidak dibodohkan oleh rasa iba dan kasihan.

"Sejak kapan? Ada lagi?"

Tanya Joanna dengan suara serak. Karena sejak tadi telah menahan isakan sebab malu jika harus menangisi laki-laki brengsek di depan Jeffran.

"Lebih baik tanya sendiri. Jangan jadi perempuan bodoh hanya karena kebaikan semu yang telah dimanipulasi!"

Jeffran bergegas pergi, tentu saja melalui jendela lantai dua apartemen Joanna saat ini.

6. 10 AM

Joanna bangun ketika merasa tidurnya diusik. Siapa lagi kalau bukan Jeffrey pelakunya. Dia baru saja selesai mandi, rambutnya masih basah dan bau sabun sudah menguar dari tubuh seksinya saat ini.

"Sayang... bangun, yuk! Jangan tidur terus. Mau sarapan apa hari ini? Aku yang buatkan."

Bisik Jeffrey setelah menaiki ranjang. Saat ini dia masih mengenakan handuk kecil saja, kemudian mengecupi wajah istrinya seperti biasa.

Joanna hanya diam saja. Semalam dia tidak tidur setelah Jeffran datang. Hingga sekarang. Bahkan, dia tahu kalau Jeffrey pulang jam setengah enam dan langsung mandi besar. Buktinya, dia keramas.

"Gak mood makan, ya? Ya, sudah. Aku buatkan roti bakar dan smoothies sukaanmu saja."

Jeffrey langsung turun dari ranjang. Memakai pakaian kerja dan bergegas membuat sarapan.

Setengah jam kemudian, Jeffrey selesai dan langsung masuk kamar. Namun Joanna tidak berubah dari posisi sebelumnya. Masih tidur miring memunggungi dirinya.

"Aku berangkat sekarang. Sarapannya sudah aku simpan di tempat biasa. I love you!"

Jeffrey mengecup bibir Joanna cukup lama. Kemudian melumatnya pelan, berharap mendapat balasan meskipun istrinya masih memejamkan mata.

Jeffrey terkekeh pelan ketika istrinya tidak kunjung membuka mata. Lucu, batinnya.

"Sarapannya dimakan, nanti siang delivery saja."

Sebagai penutup perpisahan, Jeffrey mengusap rambut Joanna pelan. Mengecup dahinya singkat sebelum akhirnya benar-benar berangkat kerja.

4. 30 PM

Jeffrey pulang kerja dalam keadaan senang. Ya, meskipun agak lelah dan kesal karena hari ini banyak pekerjaan dan Joanna tidak kunjung membalas pesan. Namun, tentu saja semua itu akan tergantikan jika dia bisa melihat wajah istrinya.

Ceklek...

Pintu apartemen dibuka dari luar. Ketika melewati meja makan, Jeffrey melihat sarapan yang dibuat untuk istrinya sama sekali tidak berpindah tempat, apalagi disentuh istrinya.

Jeffrey jelas langsung naik pitam. Bukan marah karena Joanna terlihat seperti tidak menghargai dirinya. Namun marah karena kemalasan Joanna yang tidak kunjung mau turun dari ranjang seharian.

Brakkk...

Pintu kamar dibuka kasar dari luar. Tanpa banyak bicara, Jeffrey langsung membanting ponsel Joanna yang sedang berdering agak kencang di atas nakas. Sedangkan Joanna? Dia baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya memakai handuk kecil yang melilit tubuhnya.

Bummm...

Jeffrey langsung membanting tubuh Joanna hingga jatuh di atas ranjang. Bahkan, handuk yang dipakai sampai tersingkap dan memperlihatnya bagian bawah tubuhnya.

"APA MAUMU SEBENARNYA!? APA YANG KURANG DARIKU JOANNA!? AKU TIDAK PERNAH MENUNTUTMU BISA MEMASAK! TIDAK MENUNTUTMU BEKERJA! TIDAK MENUNTUTMU BISA MENGURUS RUMAH! TAPI INI APA? DARI PAGI SAMAI SORE KERJAANMU HANYA TIDUR SAJA! SAMPAI-SAMPAI SARAPAN YANG KUBUAT TIDAK BERPIDNAH TEMPAT! TIDAK BISAKAH KAMU BERSIKAP NORMAL? MENJADI ISTRI YANG SEBENARNYA! JADI ISTRI YANG BISA MEMANJAKN SUAMINYA KETIKA PULANG KERJA!"

BUM...

Joanna langsung melempar wajah Jeffrey menggunakan bantal. Dia muak, muak dengan Jeffrey yang bertingkah bahwa dia adalah satu-satunya orang yang paling menderita sekarang.

Joanna akui, dia memang tidak banyak membantu Jeffrey mengurus rumah. Bangun pagi saja jarang. Membersihkan apartemen dilakukan go clean yang dipanggil setiap hari sabtu, pakaian kotor dilaundry, soal makanan? Kalian tahu sendiri Jeffrey yang sering ikut andil.

Pekerjaan Joanna? Ya, hanya rebahan di atas ranjang sejak tidak bekerja satu tahun terakhir. Ditambah, dia juga sempat keguguran dan membuatnya hampir depresi dan harus mengikuti sesi konseling selama beberapa bulan setelah calon bayinya dipaksa lahir.

Iya, dikuret. Karena pada saat itu kandungan Joanna sudah menginjak pada bulan ke tujuh.

"Kalau begitu cari wanita lain! Elena maksudmu, kan? Istri yang baik itu cerminan Elena, kan? Bisa memasak, pandai mengurus rumah dan tidak pemalas! Silahkan nikahi dia, tapi ceraikan aku dulu sebelumnya!"

Jeffrey semakin naik pitam. Karena lagi-lagi Joanna membahas Elena di tengah-tengah pertikaian mereka. Tanpa sadar, Jeffrey menjambak rambut istrinya.

Ditariknya rambut Joanna hingga tubuhnya berada di tengah-tengah ranjang. Suara gesper juga mulai terdengar. Ya, apalagi yang akan Jeffrey lakukan kalau tidak memaksa istrinya untuk bercinta sekarang juga.

Di lain tempat, Jeffran tampak mengeraskan rahang. Dia langsung menginjak puntung rokok yang masih menyala dan kembali keluar basecamp setelah melihat Joanna yang tampak menahan sakit ketika Jeffrey mencekiknya ketika bercinta.

Tidak itu saja, tamparan juga melayang di pipinya secara berulang. Hingga membuat Jeffran yang memang tidak pernah sekalipun memukul perempuan---kini semakin naik pitam dan berniat menyelamatkan Joanna saat itu juga.

Red flag is used to indicate danger or as a sign that you should stop.

Tbc...

JEFFRAN & JEFFREY [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang