Twenty

298 150 291
                                    

"Mereka berada di Korea."

"Maksud ayah?" Tanya Raina yang tidak mengerti.

"Kara dan Lia saat ini ada di negara Korea."

Raina tertawa, "Ayah ngomong apa sih? Gak usah bercanda ah." Raina tak percaya ayahnya masih sempat-sempatnya bercanda seperti ini.

"Dia ingin mengejar impiannya."

Raina berhenti tertawa, wajahnya berubah menjadi serius.

"Biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan di sana. Jangan kamu rebut impiannya."

Raina mengusap wajahnya menghelakan nafasnya berat, "Ayah kenapa kamu melakukan hal ini?"

"Ayah melakukan ini karena kalian!! Kalian tidak bisa memahami anak kalian sendiri!!"Rusli menatap putrinya.

"Ayah. Kalau hal ini sampai terdengar ke telinga mas Annasar, dia bisa marah besar."

"Untuk saat ini sebisa mungkin kita rahasiakan bersama."

"Ayah aku tidak bisa melakukan hal itu. Ayah tahu sendiri gimana sifat Annasar." ucap Raina, ia mulai merasa cemas.

"Ayah tahu. Ayah akan bertanggung jawab."

"Aku akan menyusul Kara. Ayah tidak bisa menghentikan ku untuk ini." Ucap Raina lalu bangkit dan pergi.

***

"Aaiiish salah!" Kesal Kara lalu menghapus cat akrilik yang ia tuangkan di atas kaca.

"Kenapa hyung harus mengatakan itu?Aaaiiissh merepotkann!"

Tangan Kara penuh dengan bekas cat. Ia malas menggunakan sarung tangan. Bodo amat dengan bekasnya, yang ia inginkan hanyalah pekerjaan ini cepat selesai.

"Yaa!! Apa kamu mau nilai kita di kurangi??" Kesal Doyoung.

"Biarkan!! Aku tidak peduli dari pada harus merepotkan diri. Lagian orang gila mana yang mau ngerjain tugas hanya dalam hitungan jam. Mereka aja ngerjain beberapa hari!!"

"Aku!! Aku orang gilanya!! Wae? Gak suka?! Pergilah!! Biarkan aku yang dapat nilai sendiri!" Kesal Doyoung lalu merebut kaca yang di pegang Kara.

Wae? (Kenapa?)

"Ada apa ini kok ribut-ribut?" Ucap seorang wanita paruh baya keluar membawa sebuah nampan yang berisi teoppoki.

Mereka berdua saat ini mengerjakan tugasnya di halaman kosong  tepat di sebelah toko Doyoung.

"Tidak ada apa-apa eomma." Jawab Doyoung.

Disaat Doyoung lengah, Kara dengan cepat merebut kembali tugasnya. Doyoung melirik tajam kearah Kara.
Kara berpura-pura tidak melihat hyungnya dan melanjutkan kembali aktivitasnya.

Wanita paruh baya itu tertawa kecil melihat tingkah keduanya.

"Cepat selesaikan. Waktu terus berjalan." ucapnya kepada Kara dan Doyoung lalu menaruh nampan tersebut di kursi.

***

"Tidak perlu memarahinya. Dengarkan dia." pesan Ayahnya kepada Raina.

"Ayah, aku tahu. Aku ibu dari 3 orang anak."
Ayahnya mengangguk mempercayai.

Raina lalu mencium tangannya ayahnya dan masuk ke bandara.

"Telpon aku kalau sudah sampai." Teriak ayahnya.

"Iya ayah."

7 jam telah berlalu kini Raina telah sampai di tempat tujuan. Ia lalu memanggil taksi dan menyerahkan alamat yang ayahnya kasih kepadanya.

Raina melihat kearah jendela menatap bangunan-bangunan yang dilewati.

"Haruskan kamu berlari sejauh ini nak?" Batinnya.

"Sudah sampai bu." Ucap supir itu.
Raina melihat bagunan menjulang tinggi "Ah gamsahabnida" ia lalu memberikan beberapa lembar uang kertas lalu turun.

"Ini kopernya." ucap Supir itu.

"Oh iya." lalu ia mengambil kopernya dan masuk ke sebuah apartemen.

Ia melihat nomor pintu di hadapannya yang tertulis 302 lalu menekan bel-nya.

Ceklek...pintu terbuka menampilkan seorang gadis dengan pakaian tidurnya. Raina tersenyum manis kepada orang itu.

"Bunda?" Ucapnya kaget.

"Dimana Askara?"

***

Askara melahap teoppoki yang di berikan oleh ibunya Doyoung sembari berlatih bermain gitar.

Ibunya Doyoung selalu membungkuskan teoppoki untuk Kara setiap kali ia mampir ke tokonya, padahal Kara sudah menolak, tidak enak hati terus menerus di kasih secara gratis.

Ia sering mampir ke toko karena ingin menghabiskan waktu bersama Doyoung bukan untuk meminta makanan. Lama-kelamaan ia hampir terbiasa memakan teoppoki setiap hari bahkan tidak makan sehari saja rasanya ada yang janggal.

Tok..tok...tok...

"Siapa malam-malam begini datang." Ucap Kara melihat jam dinding menunjukkan pukul 7 malam.

Askara membukakan pintunya sedikit mendapati Lia yang sedang tersenyum.

"Ngapain malam-malam ke sini? Masuklah diluar dingin."

Askara membuka lebar pintunya lalu ia membersihkan sampah yang ada di meja.

"Pintunya jangan lupa di tutup lagi." Pinta Askara masih sibuk membereskan meja.

"Askara." Panggil seseorang. Askara menghentikan aktivitasnya, ia sangat mengenal suara orang itu.

"Nak" Panggilnya lagi. Askara langsung berbalik terkejut melihat bundanya ada disini.

"Bunda?"

Bundanya langsung memeluk Kara dengan erat. Kara masih terdiam tak berkutik.

.
.
.
.
.

Bonus

Bonus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TBC👋👋💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC👋👋💚

I'm an idol {Telah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang