"Kesakitan dan kesedihan yang paling dahsyat adalah apabila keluarga sendiri tidak memahami dan memandang rendah kita" -Askara Mo'taa
***
"Dia tamu kami." Ucap Andara kepada pelayan dan satpam restoran itu.
"Is this your second son?"
(Apakah ini putra keduamu?) Tanya mereka, pasalnya mereka sama sekali tidak ingat dengan wajah anak kedua dari keluarga Mo'taa ini. Terakhir kali Kara ikut acara makan malam saat sekolah menengah pertama."Aku ingin bicara dengan ayah."
"Kenapa kamu bisa di sini Askara?" Tanya Annasar.
"Apakah aku harus jawabnya di sini?"
Annasar memahami bahwa Askara akan mengatakan hal yang sangat privasi, ia lalu melirik ke arah tamunya.
"Sorry, excuse me for a moment." (Maaf, permisi sebentar)
Annasar langsung membawa Kara ketempat yang lebih privat agar keduanya dapat berbicara dengan tenang.
"Aku ingin mengejar impianku!" ucap Kara saat tiba di ruangan khusus.
"Kara sudah berapa kali kita membahas hal ini!! Aku sudah muak mendengarnya!! Berhenti bertingkah seperti anak kecil!!" Annasar sangat bosan mendengar perkataan itu lagi dan lagi dari Kara.
"Apa ayah tidak bisa mendukung ku sekali saja?"
"Kamu tahu jawabannya dan itu solusinya. Besok kamu harus kembali ke dubai!!" Annasar lalu bangkit dari tempat duduknya.
"Belajar bukanlah bidang ku. Aku tidak bisa seperti Andara." perkataan Kara membuat langkah Annasar berhenti.
"Aku benci sekolahku. Aku benci temanku. Bahkan aku membenci keluarga ini. Aku benci segalanya tentang seluruh hidupku yang bodoh!!" Teriak Kara.
Jujur ia sangat membenci apapun yang terjadi padanya dulu. Hanya di Korea ini bersama Doyoung, ia bisa merasakan indahnya sebuah pertemanan.
Annasar mengusap wajahnya dengan kasar.
"Selama ini aku menurutimu, mengikuti semua perkataanmu dengan bersekolah di tempat yang ayah inginkan. Tapi tidak sekarang!! aku tidak ingin melakukannya lagi!!"
Annasar menyeringai, "Buka matamu!! banyak orang yang ingin berada di posisi mu. Ayah melakukan apapun untuk kamu berada di sekolah yang terbaik dan terkenal. Semua itu berkat koneksi ayah dimana-mana."
Kara berdecih, "Jangan berbohong!!! Aku tahu pasti, ayah tidak melakukannya untukku!! Ayah melakukan semua ini karena ayah ingin memamerkannya kepada semua orang. Ayah ingin mengatakan bahwa anak-anak ayah pintar, cerdas bahkan nyaris sempurna. Tapi maaf ayah, aku tidak bisa. Aku—" Kara menghentikan perkataannya.
"Aku memang bodoh!" Lanjutnya.
"Aku akan membimbing mu, kamu bisa menjadi pengusaha hebat seperti kakakmu. Kakakmu juga pasti akan membantu mu."
Kara berbalik mengusap rambutnya dengan kasar "Apa ayah masih tidak mengerti?!!"
"Aku akan menjadi penyanyi. Ini bakatku" Tegas Kara penuh penekanan.
"Menjadi seorang pengusaha jauh lebih kaya dibandingkan menjadi penyanyi yang tidak jelas itu."
"Apakah pernah sekali saja ayah menanyakan apa keinginan ku? Apa tujuan hidupku? Pernah kah ayah melakukannya? Tidak kan. Ayah tidak pernah mengerti perasaan ku, ayah terlalu egois untuk memahami ini semuanya!!"
"Tidak ada sejarahnya keluarga Mo'taa menjadi seorang penghibur. Kamu benar-benar membuat malu keluarga!! Tidak ada perdebatan lagi mulai besok kamu harus kembali ke Dubai, ayah akan mengawasi mu langsung!!!"
"Aku akan tetap berada disini. Akan ku buktikan menjadi seorang penyanyi bukanlah hal yang memalukan!!"
"ASKARA!!!"Bentaknya.
Annasar sudah mengangkat tangannya bersiap untuk menampar anak keduanya ini. Namun ia menghentikannya karena mengingat mereka masih di tempat umum. Kara menatap tajam kedua mata ayahnya.
"Sombong sekali kamu!! Apa kamu menghasilkan uang?? Fasilitas mewah dan semua semua barang brand mu, semua itu dari diriku. Apa yang bisa kamu lakukan tanpa ayah?!! kamu bukanlah apa-apa!!"
/Deg. Benar kata orang perkataan orang tua jauh lebih menyakitkan. Jika bisa memilih Kara lebih baik di tampar oleh banyak orang dibanding harus mendengar perkataan ayahnya.
Selama ini Kara tidak terlalu mempermasalahkan orang-orang yang memandangnya sebelah mata. Namun jika ayahnya sendiri berpikir sama seperti mereka, Kara harus lari kemana? Pada siapa ia harus berpegangan tangan? Tidak ada seorang pun yang mempercayainya.
"Ayah bukan orang pertama yang mengatakan hal seperti itu."
Askara lalu berbalik membuka pintu ruangan."Serahkan kartu kredit mu!" Perkataan Annasar membuat Kara berhenti.
"Kamu bisa melakukan apapun sesukamu mulai sekarang, tidak akan ada lagi yang mengikat mu."
Kara lalu berbalik menyerahkan semua isi dompet bahkan kunci motornya.
"Jangan pernah temuin ayah lagi!" Ancam Annasar.
"Bahkan aku tidak akan menghubungi keluarga ini lagi!!" Jawab Kara tanpa berbalik lalu menutup keras pintunya dan pergi dari restoran itu.
Annasar terduduk memijat pelan pelipisnya, ia tidak mengira Askara akan berbuat sejauh ini.
Musik adalah kehidupan untuk Kara. Setiap lantunannya di malam hari membuat dirinya tenang. Bahkan musik bisa lebih baik dalam menjadi teman dikala sepi dibandingkan dengan sosok pendengar. Membuatnya lupa akan setiap luka dan bersyukur kepada setiap anugerah yang Tuhan berikan kepadanya.
Ia tidak bisa berhenti dekat dengan musik? Tidak seorang pun yang bisa menghentikannya. Tidak ada. Bahkan orang terdekat sekalipun.***
Andara melihat kepergian Askara dengan tatapan dinginnya. Entah apa yang mereka bicarakan sampai membuat raut wajah Kara seperti itu. Yang jelas Andara tahu semuanya tidak baik-baik saja.
"Askara." panggil Jakson saat Askara membuka pintu keluar restoran.
Nampaknya Kara tidak memperhatikan keberadaan Jakson di hadapannya, ia terus saja berjalan melewati rintikan air hujan yang membasahi tubuhnya di malam yang dingin ini.
"Apa yang dia lakukan?" Dengan cepat Jakson mengambil mobil dan segera menyusul Kara.
.
.
.
.
.Malam minggu pada ngapain nih para jomblo?????
Yaelah nyengir aja lu 😆😆Yang punya doi, lanjutkan!!! Jangan kasih kendor!!!!
Yang belum, harap sabar ini ujian!!
Gak usah galau..
Nikmati aja malam ini dengan baca wattpad iyekan...Ditunggu nextnya manteman kuh❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm an idol {Telah Terbit}
Fanfiction{Untuk info pemesanan bisa cek ig mayrapustaka atau DM ke ig _khfh_ dan wattpad ini ya} Tidak semua orang yang lahir dari keluarga berada memiliki kehidupan yang bahagia, tidak!! Bahkan sebelum di lahirkan ke bumi, kehidupan mereka sudah ditentukan...