thirty one

247 116 541
                                    

Dreeet...dreet..dreet 

Annasar menolak panggilannya dan membalikkan ponselnya. Saat ini Annasar sedang mengadakan rapat bersama beberapa klaimnya maka dari itu ia tidak bisa mengangkat ponselnya.

Dreet...dreet...dreet... 

Ponselnya bergetar terus menerus membuat dirinya tidak bisa berkonsentrasi dengan rapat. 

"Maaf. Kalian lanjutkan saja, saya harus jawab panggilan dulu." Annasar tidak enak dengan yang lainnya karena harus keluar di tengah-tengah rapat. Mereka mengangguk mengiyakan.

Annasar keluar dari ruangan lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Assalamualaikum yah" 

"Waalaikumsallam"

"Maaf tadi saya ada rapat jadi tidak bisa mengangkatnya. Ada apa ayah menelpon?" Annasar bingung tidak biasanya ayah mertuanya menelpon dirinya terus menerus seperti ini.

"Annasar. Ayah tidak ingin ikut campur dalam urusan keluarga kalian. Tapi ini keterlaluan. Ayah tidak bisa berdiam diri melihat cucu ku menderita seorang diri"

Annasar mengerti arah pembicaraan ini. Ternyata ayah mertuanya sudah mengetahui segala yang terjadi disini.

"Ayah aku tahu, aku juga tidak tega melihat anakku menderita di luar sana. Tapi ini demi kebaikannya. Ia harus belajar bahwa kinerja dunia tidak lah semudah mengupas kulit kacang yang jika ingin makan tinggal membuka kulitnya saja."

"Tapi kamu tidak perlu sampai menyita kartu kreditnya. Bagaimana dia bisa menjalani hidup jika kamu mengikatnya seperti ini?"

"Ayah bukan seperti itu. Aku hanya_,"

"Kalau kamu tidak ingin mengurusnya. Maka aku yang akan mengurusnya seorang diri. Aku akan mendidiknya dengan caraku!"

"Ayah dengarkan aku-,"

"Perlu kamu ingat kartu kredit Kara atas nama ku. Kembalilkan kepadanya, kamu tidak ada hak menyitanya!! Mulai sekarang aku yang akan membiayainya."

"Ayah aku—,"

Tut...Tut...Tut...

"Hallo ayah... hallo..."

Panggilan di putus sepihak. Annasar membanting ponselnya ke lantai lalu memijat pelan pelipisnya.

***

"Ini sudah lewat seminggu kamu belum bayar. Saya tidak bisa menunggu lebih lama. Banyak orang yang ingin tinggal di sini. Tolong mengertilah." 

Matahari memancarkan sinarnya di dampingi awan-awan putih yang indah, sangat cerah namun tidak secerah kehidupan Kara. Baru saja ia ingin berangkat kerja namun ibu pemilik kontrakan yang saat ini menjadi tempat bernaung Kara sudah menagih pembayarannya.

Sudah lewat seminggu dari jatuh tempo Kara belum membayarnya. Maka dari itu pemilik kontrakan tersebut langsung mendatanginya sebelum Kara pergi.

"Berikan saya sedikit waktu lagi. Saya pasti akan membayarnya. Saya janji." Kara menyatukan tangannya memohon agar di berikan keringanan.
 
"Maaf nak. Tapi saya tidak memberi waktu lagi. Jika tidak di bayar hari ini, maka kamu harus meninggalkan tempat ini." Ibu itu berbalik menuruni anak tangga.

"Ku mohon berikan aku waktu sedikit lagi." Kara mengejar langkah kakinya lalu berdiri tepat di depan ibu itu menghalangi jalannya.

Kara duduk bersujud dengan tangan yang diletakan di paha, menundukkan kepala memohon agar ia mau merubah pikirannya dan mau membantu dirinya. 

I'm an idol {Telah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang